" My Parent "

Jumat, 07 Juni 2013

Sejarah Adzan dan Iqomah

Sejarah Adzan dan Iqomah
 
Kemudian dia pergi dariku tidak begitu jauh, lalu berkata lagi: Dan apabila akan dilaksanakan shalat, supaya kamu katakan "Allaahu Akbar, Allaahu Akbar... dst sampai akhir lafadh istiqomah."
Adzan dan Iqomah menurut arti bahasanya adalah "memberitahukan"; menurut ma`na syara` adalah bacaan berupa kalimat-kalimat seperti yang telah termasyhur diketahui dalam Adzan dan Iqomah itu.

Dasar hukum Adzan dan Iqomah ialah Ijma` yang didahului hasil mimpi `Abdullah bin Zaid yang masyhur di suatu malam dimana para sahabat sedang sibuk bermusyawarah mengenai cara mengumpulkan manusia.

Mimpi tersebut seperti yang termaktub di dalam Sunan Abi Dawud adalah: Dari `Abdillah, dia berkata: "Begitu Nabi Saw memerintahkan menggunakan lonceng untuk dipukul guna mengumpulkan para manusia untuk mengerjakan shalat, di tengah-tengah saya tidur, melintaslah padaku seorang laki-laki yang membawa lonceng ditangannya. Maka saya berkata: "Hai hamba Allah; apakah lonceng itu akan saudara jual?"

Ia menjawab: Akan saudara gunakan untuk apa? Sayapun menjawab: Saya akan menggunakannya untuk memanggil para manusia melakukan shalat. Ia berkata: Maukah saudara jika saya tunjukkan cara yang lebih bagus dari itu?

Saya menjawab: "Baiklah dan terima kasih. Iapun berkata: Supaya kamu katakan "Allaahu Akbar .... dst. Sampai akhir lafadh adzan".

Kemudian dia pergi dariku tidak begitu jauh, lalu berkata lagi: Dan apabila akan dilaksanakan shalat, supaya kamu katakan "Allaahu Akbar, Allaahu Akbar... dst sampai akhir lafadh istiqomah."

Demikianlah, dan setelah pagi hari sayapun datang kepada Nabi Saw dan memberitakan kepada beliau mimpi tersebut di atas. Berkatalah Nabi: Benarlah, itu dia mimpi yang benar Insya Allah. Temuilah saudara Bilal dan sampaikan kepadanya mimpimu itu, suapaya dia saja yang beradzan dengan seperti dalam mimpimu, karena dialah yang mempunyai suara lebih keras daripadamu.

Sayapun menemui Bilal dan segera saya menyampaikan mimpi di atas kepadanya, lalu dia mengumandangkan adzan.

Sedang `Umar bin Al- Khaththab di rumahnya, terdengarlah padanya adzan Bilal. Seraya ia keluar rumah dengan menjelai pakaiannya dan berkata:

"Ya Rasulullah, Demi Allah yang telah mengutus Engkau dengan kebenaran , benar-benar sayapun telah bermimpi seperti mimpinya `Abdullah bin Zaid. Menjawab Nabi Saw: Alhamdulillah."

Dikatakan, bahwa belasan sahabat Nabi bermimpi seperti mimpinya `Abdullah tersebut.



Adab Membuang Air

   ADAB MEMBUANG AIR
Orang yang membuang air disunnahkan melakukan perkara-perkara berikut. 1. Tidak membawa sesuatu yang bertuliskan asma Allah SWT, juga nama-nama yang dimuliakan seperti nama malaikat, Al-`Aziz, Al-Karim, Muhammad, dan Ahmad.


Orang yang membuang air disunnahkan melakukan perkara-perkara berikut.
1. Tidak membawa sesuatu yang bertuliskan asma Allah SWT, juga nama-nama yang dimuliakan seperti nama malaikat, Al-`Aziz, Al-Karim, Muhammad, dan Ahmad.

Hal ini berdasarkan hadits riwayat Anas r.a.,» bahwa Nabi Muhammad saw. apabila memasuki kamar mandi, beliau melepas cincinnya yang terdapat tulisan Muhammad Rasulullah. Namun jika seseorang membawa masuk benda seperti itu ke dalam kamar mandi dengan maksud untuk menjaganya dari terjatuh, maka tidaklah dilarang.

2. Hendaklah memakai sandal, menutup kepala, membawa batu, ataupun menyiapkan bahan lainnya untuk menghilangkan najis seperti air atau yang semacamnya.

3. Hendaklah melangkah dengan kaki kiri terlebih dahulu ketika memasuki kamar mandi. Dan apabila melangkah keluar, hendaknya memulai dengan kaki kanan. Karena apa saja yang dilakukan untuk tujuan kemuliaan, hendaklah dimulai dengan anggota kanan. Tetapi jika untuk hal- hal yang menjijikkan, hendaklah dimulai dengan menggunakan anggota kiri. Ini disebabkan karena anggota kanan cocok untuk sesuatu yang dimuliakan dan anggota kiri tepat untuk sesuatu yang kotor. Oleh sebab itu, apabila keluar atau masuk masjid dan rumah, maka yang hendaknya dilakukan adalah sebaliknya ketika masuk atau keluar kamar mandi.

Ketika seseorang hendak masuk kamar mandi, hendaknya ia membaca doa,










"Dengan menyebut asma Allah. Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari setan lelaki dan setan perempuan."

Hal ini perlu dilakukan karena meng-ikuti sebuah hadits yang diriwayatkan oleh asy-Syaikhan dalam bab "as-Sunnah,"

"Untuk melindungi aurat manusia dari mata-mata jin adalah apabila salah seorang di antara kamu memasuki kamar mandi, maka hendaklah dia membaca, ‘Bismillah,’ karena kamar mandi itu menunggui seseorang dengan penyakit. Maka apabila dia datang ke kamar mandi, hendaklah ia membaca doa,






Dan ketika keluar hendaklah membaca doa,
 
 
 
 

Amalan ini disunnahkan, karena untuk mengikuti sunnah Rasulullah saw.. Hadits ini juga diriwayatkan oleh an-Nasa’i.

4. Hendaklah dia bertumpu di atas kakunya yang kiri ketika duduk, karena cara ini memudahkan keluarnya najis. Juga, karena terdapat sebuah hadits riwayat ath tharbani dari suraqah bin malik yang menyebutkan,
"kami disuruh oleh Rasulullah saw. bertumpu di atas kaki kiri dan menegakan kami kanan."

Begitu juga, hendaklah seseorang merenggangkan jarak diantara dua kakunya tidak bercakap-cakap kecuali karena darurat, dan jangan berlama-lama melebihi kadar yang diperlukan karena perbuatan itu akan menyebabkan timbulnya penyakit bawasir ataupun jantung berdarah dan seumpamanya.

Dia juga disunnahkan untuk tidak mengangkat pakaiannya, kecuali jika pakaian itu menyentuh tanah. Karena, cara seperti itu lebih menjamin bagi tertutup auratnya. Ini juga berdasarkan sebuah hadits riwayat Abu Dawud dari Nabi Muhammad saw.,

"Apabila Rasulullah ingin membuang air, beliau tidak mengangkat pakaiannya kecuali apabila ia menyentuh tanah."

Bagi orang yang membuang air kecil, disunnahkan duduk supaya air kencingnya tidak memercik kembali ke arahnya. Kencing sambil berdiri adalah makruh kecuali jika ada uzur. Ibnu Mas’ud berkata, "Dianggap sebagai tindakan yang kurang sopan jika kamu kencing sambil berdiri." Aisyah berkata, "Siapa yang menceritakan kepadamu bahwa Rasulullah saw. kencing sambil berdiri, maka janganlah kamu memercayainya. Sebenarnya, beliau tidak pernah kencing kecuali sambil duduk." [ HR. Kumpulan lima Imam Kecuali nabi dawud (Nailul Authar, Jilid I, hal 88) ]

Diriwayatkan dari sekumpulan para sahabat: Umar, Ali, dan lainnya, tentang hukum rukhshah kencing sambil berdiri. Seseorang juga disunnahkan kencing di tempat yang tanahnya lembut, agar percikan air kencingnya itu tidak mengenai badannya. Diriwayatkan dari Abu Musa oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud,
"Apabila seseorang itu kencing, hendaklah ia berlindung (menjaga) diri dari air kencingnya."

5. Janganlah kencing melawan arah tiupan angin, agar najis itu tidak kembali kepada-nya. Jangan pula kencing ke dalam air yang tidak mengalir atau air yang mengalir, tetapi sedikit, ataupun yang mengalir itu banyak menurut pendapat ulama madz- hab Hanafi. Karena, ada larangan dalam sebuah hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim. [ Nash Haditsnya ,"jangan kencing di dalam air yang tenang, kemudian mandi di situ".

Janganlah juga kencing di tanah-tanah pekuburan untuk menghormatinya. Begitu juga jangan kencing di jalan-jalan dan tempat orang berkumpul untuk bercakap- cakap, karena Nabi Muhammad saw. bersabda,

"Takutilah tiga tempat yang dikutuk; membuang air besar di tempat laluan air, di tengah-tengah jalan raya, dan di bawah bayang-bayang atau tempat orang berteduh." [ diriwayatkan oleh Abu Dawud dan isnad yang jayyud dari Mu’adz. Diriwayatkan juga oleh imam Muslim, Ahmad, dan abu dawud dari Abu Harairah,"takutlah kepada yang dilaknati." Para sahabat bertanya ,"siapakah yang di laknati wahai rasulullah?" Rasul Menjawab, " Mereka yang membuang air besar di tengah jalan atau di bawah pohon tempat orang berteduh." Dalam hal ini membuang air kecil diqiyaskan dengan buang air besar. ]

Kencing ke dalam tanah yang merekah ataupun lubang juga dilarang, karena Nabi Muhammad saw. melarang seseorang kencing ke dalam lubang yang menjadi tempat tinggal binatang.[ Riwayat abu Dawud dari Abdullah bin Sarjis ( Nailatul Authar, Jilid I Hal.84 ) ]

Janganlah kencing di bawah pohon yang sedang berbuah, agar buahnya tidak terjatuh ke atas air kencing itu. Kencing ke dalam air yang sedikit, menurut pendapat ulama madzhab Hanafi, adalah haram. Kencing ke dalam air yang banyak adalah makruh tahrim. Kencing ke dalam air yang mengalir adalah makruh tanzih, karena air itu akan menjadi mutanajjis. Ulama madzhab Syafi’i berkata, tidak boleh kencing di bawah pohon meskipun ketika ia belum berbuah. Karena, dikhawatirkan buahnya akan menjadi kotor ketika jatuh yang dapat menyebabkan orang merasa jijik untuk mengambilnya. Tetapi mereka tidak mengharamkannya, karena kotoran yang mungkin terjadi tidaklah meyakinkan. Ulama madzhab Hambali membolehkan kencing sewaktu pohon tidak berbuah, karena yang disukai Nabi Muhammad saw. untuk berlindung ketika beliau menunaikan hajatnya adalah rumpun pohon tamar. [ Riwayat Ahmad, Muslim, dan Ibnu Majah ]

Ber-istinja’ dengan air di tempat menunaikan hajat adalah makruh. Hendaklah orang itu berpindah ke tempat lain supaya percikannya tidak akan mengenainya, yang sudah barang tentu akan menyebabkan najis. Kencing di tempat mandi juga makruh karena sabda Nabi Muhammad saw.,

"Janganlah kamu kencing di tempat mandi kemudian mengambil wudhu di da-lamnya. Sesungguhnya perasaan waswas secara umumnya adalah disebabkan dari hal ini."

Hal ini jika memang tidak ada saluran yang membolehkan air kencing dan air lainnya keluar dari tempat itu.

Kamis, 06 Juni 2013

Haji / Umroh

Haji 

Wudhu

  WUDHU
 
1. Tata Cara Berwudhu`
Dari Humran bekas budak Utsman, bahwa bin Affan r.a. meminta air wudhu`. (Setelah dibawakan), ia berwudhu`, ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidungnya, kemudian mencuci wajahnya tiga kali, lalu membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, kemudian membasuh tangannya yang kiri tiga kali seperti itu juga, kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kedua mata kakinya tiga kali kemudian membasuh yang kiri seperti itu juga. Kemudian mengatakan, ``Saya melihat Rasulullah saw. (biasa) berwudhu` seperti wudhu`ku ini lalu Rasulullah bersabda, ``Barang siapa berwudhu` seperti wudhu`ku ini kemudian berdiri dan ruku` dua kali dengan sikap tulus ikhlas, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.`` Ibnu Syihab berkata, ``Adalah ulama-ulama kita menegaskan, ini adalah cara wudhu` yang paling sempurna yang (seyogyanya) dipraktikkan setiap orang untuk shalat.`` (Muttafaq `alaih : Muslim I:204 no:226, dan ini redaksinya, Fathul Bahri I:266 no:164, `Aunul Ma`bud I:180 no:106 dan Nasa`i I:64).

2. Syarat-Syarat Sahnya Wudhu`

1. Niat, berdasar sabda Nabi saw., ``Sesungguhnya segala amal hanyalah bergantung pada niatnya.``(Muttafaqun `alaih: Fathul Bari, I:9 no:1, Muslim III:1515 no:1907, Aunul Ma`bud VI:284 no:2186, Tirmidzi III: 100 no:169, Ibnu Majah II:1413 no:4227, Nasa`i I:59). Tidak pernah disyariatkan melafadzkan niat karena tidak ada dalil yang shahih dari Nabi saw. yang menganjurkannya.

2. Mengucapkan basmalah, karena ada hadits Nabi saw., `` Tidak sah shalat bagi orang yang tidak berwudhu` (sebelumnya) dan tidak sah wudhu` bagi orang yang tidak menyebut, Bismillah`` (sebelumnya).`` (Hadits hasan: Shahihu Ibnu Majah no: 320 `Aunul Ma`bud I:174 no:101 dan Ibnu Majah I:140 no:399).

(Di samping itu, ada dua riwayat lain yang menerangkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, ``Tawadhdha-uu-bibismillahi (Berwudhu`lah dengan (menyebut) nama Allah,`` Lihat Nasai`i, kitab thaharah no: 61 bab : mengucapkan basmallah ketika akan berwudhu`, dan Musnad Imam Ahmad III:165 (pent.))

3.Muwalah (Berturut-turut) tidak diselingi oleh pekerjaan lain, berdasarkan hadits Khalid bin Ma`dan, ``Bahwa Nabi saw. pernah melihat seorang laki-laki tengah mengerjakan shalat, sedang di punggung kakinya dan sebesar uang dirham yang tidak tersentuh air wudhu`, maka Nabi saw. menyuruhnya agar mengualngi wudhu` dan shalatnya.`` (Shahih: Shahih Abu Daud no: 161 dan `Aunul Ma`bud I: 296 no:173).

3. Hal-Hal yang Fardhu/Najis dalam Wudhu`

Membasuh wajah termasuk berkumur-kumur dan membersihkan hidung.

Mencuci kedua tangan sampai kedua siku-siku. (Dalam Al Umm I:25 Syafil menegaskan ``Selamanya tidak dianggap cukup membasuh kedua tangan kecuali dengan membasuh tangan dan punggungnya secara keseluruhan sampai ke siku-siku. Jika ada bagian darinya yang tertinggal walaupun kecil sekali, maka dianggap tidak sah membasuh tangannya. Selesai``)
Mengusap seluruh kepala, dan kedua telinga termasuk bagian dari kepala.
Membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, ``Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kakimu.``(Al-Maaidah : 6).
Adapun berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) termasuk bagian dari muka sehingga wajib dilakukan karena Allah Ta`ala telah memerintahkan di dalam kitab-Nya yang mulia membasuh muka. Di samping itu, telah sah dari Nabi saw., beliau terus menerus melakukan kumur dan istinsyaq setiap kali berwudhu`.

Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh seluruh sahabatnya yang meriwayatkan dan menerangkan tata cara wudhu` Nabi saw., sehingga secara keseluruhan itu menunjukkan bahwa membasuh wajah yang diperintahkan di dalam al-Qur`an meliputi berkumur-kumur dan istinsyaq (as-Sailal Jarrar I:81)

Lagi pula ada sabda Nabi saw. yang memerintah berikumur-kumur dan istinsyaq memasukkan air ke dalam hidung.

``Apabila seorang di antara kamu berwudhu`, maka masukkanlah air ke dalam hidungnya, lalu keluarkanlah!`` (Shahih : Shahihul Jami`us Shaghir no:443, ‘Aunul Ma`bud I:234 no:140 dan Nasa`i I:66).

Dan sabda beliau saw. yang lain, ``Bersungguh-sungguhlah dalam melakukan istinsyaq, kecuali sedang berpuasa.`` (Shahih: Shahih Abu Daud no:129 dan 131, Aunul Ma`bud I:236 no: 142 dan 144).

Dalam hadits yang lain, beliau saw. bersabda juga, ``Apabila kamu berwudhu`, maka hendaklah berkumur-kumur.`` (Shahih: sama dengan di atas).

Adapun tentang wajibnya mengusap seluruh kepala, yaitu karena perintah mengusap kepala di dalam Al-Qur`an bersifat mujmal (global), maka bayan (penjelasannya) dikembalikan kepada sunnah Nabi saw.. Sudah tegas dalam riwayat Bukhari, Muslim dan selain keduanya bahwa Nabi saw. mengusap seluruh kepalanya. Dan dalam hal ini terdapat dalil yang tegas yang menunjukkan wajibnya mengusap seluruh kepala secara sempurna.

Jika ada yang berpendapat, bahwa ada riwayat yang shahih dari al-Mughirah, bahwa Nabi saw. pernah mengusap ubun-ubunnya dan di atas surbannya?

Maka jawabannya: Rasulullah saw. mencukupkan mengusap di atas ubun-ubunnya, karena beliau menyempurnakan dengan mengusap sisa kepalanya di atas surbannya. Dan, penulis berpendapat demikian dan di dalam riwayat al-Mughirah tersebut tidak terdapat syarat yang menunjukkan bolehnya mengusap hanya di atas ubun-ubun saja atau sebagian kepala saja tanpa menyempurnakan di atas surbannya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir II:24 dengan sedikit perubahan redaksi).

Walhasil, wajib mengusap seluruh kepala. Pengusap kepala jika mau boleh, mengusap di atas kepala saja atau di atas surban saja atau di atas kepala dan dilanjutkan di atas surban, ketiga cara tersebut shahih dan kuat (pernah dilakukan oleh Nabi saw.)

Adapun perihal dua telinga termasuk bagian dari kepala sehingga wajib pula diusap berdasarkan pada sabda Nabi saw., ``Dua telinga itu termasuk kepala.`` (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 357 dan Ibnu Majah I:152 no:443).

Menyela-nyelakan air pada jenggot
Dari Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah saw. apabila berwudhu`, mengambil segenggam air, lalu memasukkannya ke belakang dagu, kemudian menyela-nyelakannya di antara jenggotnya, seraya bersabda, ``Beginilah yang Rabbku ‘Azza wa Jalla Perintahkan kepadaku.`` (Shahih: Irwa`ul Ghalil no: 92. ‘Aunul Ma`bud I: 243 no:45, dan Baihaqi I:54).

Menyela-nyelakan air pada jari-jemari tangan dan kaki
Sebagaimana yang ditegaskan bahwa Rasulullah saw. bersabda, ``Sempurnakanlah wudhu` dan sela-selakanlah (air) di antara jari-jemari dan bersungguh-sungguhlah dalam melakukan instinsyaq kecuali kamu dalam keadaan puasa.`` (Shahih: Shahih Abu Daud no:129 dan 131 dan ‘Aunul Ma`bud I: 236 no:142 dan 144).