Telah menjadi tradisi sebagian umat
muslim di Indonesia ketika masuk bulan syakban melakukan ritual ruwahan. Ruwah
adalah bulan ketujuh Hijriyah yang bertepatan dengan bulan Syakban. Kata ruwah itu sendiri konon berasal dari kata
"arwah" atau roh para leluhur/nenek moyang. Dari akar kata inilah,
bulan Syakban diindentikkan dengan bulan mengenang arwah keluarga dan nenek
moyang yang telah mendahului kita. Adapun cara mengenang arwah para pendahulu
tersebut biasanya dengan mengadakan ziarah kubur, sedekah dan berdoa (tahlilan,
dll).
Tradisi ruwahan yang berkembang di
Indonesia memang bukan berasal dari Islam, karena tradisi semacam ini adalah
berasal dari tradisi "nyadran" (datang ke makam leluhur untuk
memberikan doa) yang diawali oleh Ratu Tribuana Tunggadewi, raja ketiga
Majapahit ketika ia mendoakan ibundanya Ratu Gayatri dan roh nenek moyangnya
yang telah diperabukan.
Perlu kita renungi bahwa masuknya Islam
ke Nusantara ini tidak melalui kekerasan, akan tetapi melalui tiga tahapan yang
membawa kedamaian, yaitu pertama, tahapan adaptasi. Kedua, tahapan akomodasi,
dan ketiga, tahapan seleksi.
Pada masa penyebaran Islam, Wali Songo
tidak menolak tradisi ini. justru mengadopsinya menjadi ritual yang bertujuan
mendoakan orang tua di alam barzah seiring dengan sabda Rasulullah saw: "Jika
seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara
(yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan doa anak yang soleh."
(HR Muslim).
Dalam mengadopsi ritual ini, para ulama
nusantara yang dipelopori Wali Songo sangat selektif dalam substansi ritual,
mulai dari bacaan, perbuatan dan peruntukan sajian yang disiapkan. Dengan
mengubah bacaan yang dipakai menjadi bacaan islami, mulai dari membaca Alquran,
doa-doa dan zikir, demikian juga mengubah perbuatan menjadi yang tidak
melanggar syariat serta meluruskan niat pada sajian yang dihidangkan maka
berubahlah substansinya menjadi penghambaan terhadap Allah SWT, meskipun dengan
tetap melestarikan tradisi yang menjadi budaya bangsa. Allah swt berfirman: “Jadilah
engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah
dari pada orang-orang yang bodoh."
(QS. Al-A'raf [7]:199).
Kata 'urf'
pada ayat ini adalah makruf. Yaitu adat kebiasaan masyarakat yang baik,
tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam pengertian kemasyarakatan kata makruf dipergunakan dalam arti adat
kebiasaan dan muamalah dalam suatu masyarakat. Karena itu ia berbeda-beda
sesuai dengan perbedaan bangsa, negara dan waktu. (Kementerian Agama RI, 3: 555-556).
Dari sisi
substansinya, ruwahan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Hal itu
bisa dipahami dari beberapa hal. Pertama
bahwa ziarah ke kubur adalah hal yang diperbolehkan Rasulullah saw bersabda:
"Saya
pernah melarang kalian berziarah kubur, tetapi sekarang ziarahilah kuburan,
karena sesungguhny ziarah itu mengingatkan kalian kepada akhirat." (HR
Muslim).
Kedua, bakti seorang anak tetap bisa
dipersembahkan kepada orang tuanya, meskipun kedua orang tuanya atau salah satu
di antara keduanya telah meninggal. Dan salah satu caranya adalah dengan mendoakan
mereka. (lih. HR. Muslim).
Ketiga, sedekah adalah perbuatan mulia
yang mendapatkan ganjaran berlipat dari Allah swt. Allah swt berfirman: “Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”
(QS. Al-Baqarah [2]: 261).
Keempat, masalah tujuan
tergantung niat seseorang, karenanya dalam hal seperti ini sikap yang bijak
adalah membenahi niat dan bukan menghilangkan secara keseluruhan ritualnya.
Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya segala amal tergantung dengan
niat” (HR Bukhari-Muslim).
Kelima, Rasulullah saw mencontohkan doa
untuk saudara-saudara seakidah yang telah meninggal terlebih dahulu. Rasulullah
saw bersabda: “Ya Allah ampunilah
dosa-dosa orang-orang yang hidup di antara
kami, demikian juga dosa-dosa orang-orang
yang telah meninggal di antara kami.”(HR Ahmad).
Semoga Allah swt mengampuni dosa kita
dan dosa-dosa saudara-saudara kita yang telah mendahului dan semoga kita bisa
bijak bersikap. Amiiin.
By: Uus Susangka
Sumber : Sumeks