MENGENAL SYI’AH
A. Sejarah Awal
Syiah menurut etimologi Bahasa Arab mempunyai arti "Sekumpulan orang yang menyepakati suatui perkara, pengikut seseorang atau pendukung" (tahdzibu al-Lughah 3:61). Menurut terminology syariat, Syiah bermakna mereka yang berkedok dengan slogan kecintaan kepada Ali bin Abi Thalib beserta anak cucunya, bahwasannya Ali bin Abi Thalib lebih utama dari seluruh shahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucunya sepeninggal beliau (al-Fishal fil-milali wal-ahwa wal-nihal, Ibn Hazm 2:113).
Pada awal munculnya, tasyayu’ (dukungan) kepada Ali hanyalah merupakan gerakan politik. Penggunaan term Syi’ah dimasa Khalifah Ali ra berkonotasi setia dan membela, tidak ada akidah khusus sebagaimana pada Syiah saat ini. Pasca peristiwa tahkim atau arbitrase antara Ali dan Mu’awiyah, posisi Khalifah Ali semakin lemah dan sempit, terutama sekali sesudah penumpasan pasukan Ali terhadap kaum Khawarij di Nahrawan, telah mendorong mereka untuk membentuk pasukan berani mati yang terdiri dari : Abdurrahman bin Muljam untuk membunuh Ali di Kuffah, Hajaj bin Abdillah as-Sarimi untuk membunuh Muawiyah di Damaskus, dan Zadawih untuk membunuh Amr bin Ash di Mesir. Akan tetapi dua petugas yang disebut terakhir gagal mencapai maksudnya, dengan demikian posisi Muawiyah semakin kuat.
Kelahiran Syiah sebagai suatu aliran keagamaan yang bersipat pilitis secara utuh, dilihat dari aspek ajaran atau doktrin politiknya, yakni tentang legitimasi ke-khalifahan ada pada keturunan Ali dengan Fathimah, putrid Rasulullah saw. bermula sejak munculnya tuntutan penduduk Kuffah pendukung Ali, agar masalah ke-khalifahan dikembalikan kepada Ahlul-Bait. Yang dimaksud dengan Ahlul-Bait oleh Syiah hanya dibatasi kepada Ali, Fathimah, Hasan, Husein dan keturunan Husein. Mereka tidak menganggap para istri Nabi saw, putra-putra Ali selain Hasan dan Husein, saudara-saudara perempuan Fathimah seperti Ruqayah, Ummu Kultsum dan Zainab, begitu pula keturunan Hasan bin Ali sebagai Ahlul-Bait. Dengan demikian lahirnya Syiah pada dasarnya bersamaan waktunya dengan pengangkatan Hasan bin Ali bin Abi Thalib sebagai Imam kaum Syiah. Pada masa ini posisi kaum Syiah semakin goyah karena derasnya fitnah, perselisihan dan perpecahan dikalangan mereka yang sengaja ditanamkan oleh golongan Syabaiyyah pengikut Abdullah bin Saba . Lemahnya kepemimpinan Hasan bin Ali menjadi factor yang mempersulit kaum Syiah. Usaha Hasan menumpas Syabaiyyah dan menentang pemerintahan Muawiyah, membuat banyak pendukung meninggalkannya dan berpaling kepada Muawiyah, sebagian bergabung dengan Syabaiyyah dan Khawarij. Akhirnya Hasan bin Ali memilih jalan damai dengan mengundurkan diri dari jabatan sebagai khalifah pada tahun 41H/661M. Sesudah Hasan bin Ali wafat diangkatlah saudaranya (yakni) Husein bi Ali sebagai Imam. Putera Ali kedua ini tampak memiliki semangat dan daya juang seperti bapaknya, namun saying ia harus tewas diujung pedang tentara Yazid bin Muawiyah di padang Karbala secara memilukan pada tanggal 1 Oktober 680 M.
Perubahan corak Syiah dari politik murni menjadi gerakan keagamaan antara lain dipengaruhi oleh kedengkian Yahudi dan Majusi (Persia ) terhadap Islam. Karena Islam-lah yang telah menghancurkan dan mencabut akar-akar Yahudi dari jazirah Arab, negeri yang dianggap sangat penting bagi Yahudi, mereka telah lama menetap di Madinah dan Syan’a (Yaman) dan sebagian ujung-ujung jazirah Arab. Adapun Persia , mereka adalah bangsa kaya dan pernah berkuasa atas bangsa-bangsa lain termasuk bangsa Arab. Persia yang besar kerajaannya, kewibawannya tidak runtuh ditangan bangsa Romawi ataupun Mongol, tapi justru jatuh ditangan kaum muslimin yang berjumlah relative kecil dimasa kehkalifahan Umar Ibn al-Khathab ra.
Keinginan mengobarkan dendam lama nampak dari ucapan Imam Khomaeni : "…Sesungguhnya aku mengatakan dengan keberanian bahwa bangsa Iran (dulu Persia) dengan jumlah jutaan pada saat ini lebih utama dari pada bangsa Hijaz dimasa Rasulullah saw dan dari bangsa Kufah, Irak pada masa Amirul Mukminin Al-Husein bin Ali (Al-Washiyah Al-Ilahiyah hal.16).
Seorang orientalis Inggris Dr.Brown yang cukup lama tinggal di Iran untuk studi kesejarahan dalam Tarikh Adabiyat Iran jilid 1 hal 217 mengatakan : "… Diantara factor terpenting yang menyebabkan permusuhan penduduk Iran terhadap khalifah Ar-Rasyid kedua, Umar adalah karena dialah yang telah menaklukan Negara-negara non-Arab dan telah meruntuhkan kekuatan mereka. Hanya saja permusuhan mereka dibungkus dengan baju agama dan madzhab". Di bagian lain dia menjelaskan bahwa kebencian mereka kepada Umar bukan karena merampas hak-hak Ali dan Fathimah, melainkan karena dialah yang telah menaklukan Iran dan menumbangkan dinasti Sasaniyah. Kemudian dia menukil sebuah Syair lagu Persia : "Umar telah mematahkan punggung-punggung singa yang ganas dikandangnya dan telah mencabut keluarga Jamsyid (raja terbesar dari Persia), bukanlah pertentangan itu karena ia merampas hak Ali, tetapi dendam lama ketika ia menaklukan Persia. (ibid, jilid 4 hal 49)
Setelah bertemunya kepentingan Sabaiyyah dan Majusiyah, mereka menggunakan maker dengan mengeksploitasi terbunuhnya Ali bin Abi Thalib ra dan Husein bin Ali bin Abi Thalib, kemudian membubuinya dengan fatwa-fatwa yang dinisbatkan kepada Ali bin Abi Thalib dan keluarganya untuk kemudian membawa agama baru yang berdiri sendiri. Memiliki akidah dan syariah yang berbeda atau berpisah dari Islam, yang dibawa oleh As-Shadiq Al-Amin Muhammad saw. Maka dengan demikian tasyayu’ (dukungan) dibangun dan berdiri diatas ucapan-ucapan dan perbuatan para Imam. Jika ditentang dengan ucapan atau perbuatan Imam itu sendiri yang dimuat dalam kitab mereka, dengan ringan mereka menjawab "Itu kan Taqiyyah". Jika ditentang dengan Al-Quran, mereka menjawab "Al-Quran yang ada telah diubah dan diganti". Jika dibantah dengan Sunnah yang shahih, mereka dengan mencibir berkata "Itu riwayat dari orang-orang yang murtad".
B. Abdullah bin Saba dan Syiah
Pencetus pertama dari Syiah (rafidhah) adalah seorang Yahudi dari Yaman (Shan’a) yang bernama Abdullah bin Saba al-Himyari atau Ibnu Sauda, yang menampakan ke-Islaman dimasa Khalifah Ustman bin Affan ra. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :"Asal usul faham ini dari munafiqin dan zanadiqah. Pencetusnya adalah Abdullah bin Saba al-Zindiq. Ia menampakan sikap ekstrim didalam memuliakan Ali, dengan satu slogan bahwa Ali yang berhak jadi Imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum" (Majmu’ al-Fatawa 4:435).
Para ulama Syiah mutaakhirin banyak yang menyanggah tentang keberadaan dan keterlibatan Ibnu Sauda ini. Salah satunya Sayyid Muhammad Ali Kasyif Al-Ghitha, ketika ditanya oleh Sayyid Husain al-Musawi tentang Abdullah bin Saba, ia menjawab : "Sesungguhnya Abdullah bin Saba adalah khurafat yang dibikin-bikin oleh golongan Umawiyah dan Abbasiyah karena kedengkian mereka kepada Ahlul-Bait yang suci" (Mengapa Saya Keluar dari Syiah :11).
Padahal kitab-kitab Syiah yang dianggap mu’tabar dengan jelas mengakui keberadaan dan peran Abdullah bin Saba. Diantaranya :
1. Al-Kassyi dalam kitab "Rijal"-nya hal 257 menceritakan dari Ibnu Sinan, dari Abu Abdillah berkata : "Kami ahlul-bait adalah orang-orang yang jujur, tetapi selalu ada pendusta yang berdusta atas nama kami. Maka runtuhlah kejujuran kami dimata manusia. Adalah Rasulullah saw manusia paling jujur ucapannya, dan adalah Musailamah Al-Kadzab telah berani berbuat dusta atasnya. Adalah Amirul Mukminin (Ali) orang yang paling jujur yang dibersihkan oleh Alloh sepeninggal Rasululllah saw. dan Abdullah bin Saba -semoga laknat Allah- telah berani berdusta. Dan adalah Abu Abdillah Al-Husain bin Ali telah diuji dengan al-Mukhtar (Ats-Tsaqafi)".
2. Abu Musa, Al-Hassan bin Musa An-Nubakhti dalam kitabnya Firaq Al-Syiah hal 43-44 menjelaskan : Tatkala Ali as terbunuh, pendukungnya terpecah menjadi tiga kelompok. Kelompok yang berkata sesungguhnya Ali tidak terbunuh dan tidak akan terbunuh atau mati hingga ia menggiring bangsa Arab dengan tongkatnya dan memenuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana telah dipenuhi dengan kezdaliman dan kecurangan. Inilah kelompok pertama yang berfaham "Waqf Ghuluw" (berlebhan). Kelompok ini disebut "Sabaiyyah", pengikut Abdullah bin Saba , orang yang telah menampakkan penghinaan kepada Abu Bakar, Umar dan Utsman dan para shahabat, serta memaklumkan "bara’ah" (berlepas diri) dari mereka. Dia orang yang mengatakan bahwa Ali yang telah menyuruhnya berbuat demikian. Maka ia ditangkap oleh Ali. Setelah ditanya ia mengakuinya, maka Ali memerintahkan untuk membunuhnya. Tetapi orang-orang berteriak mengatakan : Ya Amiral Mukminin apakah engkau akan membunuh orang yang telah mengajak untuk mencintaimu dan Ahlul-Bait? Maka Ali mengusirnya ke Madain (ibu kota Persia/Iran). Sejumlah ahli ilmu shahabat Ali as mengisahkan bahwa Abdullah bin Saba asalnya Yahudi, lalu masuk Islam dan mendukung Ali. Dialah orang pertama yang menyiarkan kabar tentang kewajiban imamah Ali, yang memperlihatkan bara’ah dari musuh-musuhnya dan yang mengungkap lawan-lawannya. Dari sanalah orang diluar Syiah mengatakan bahwa asal usul Syiah diambil dari Yahudi. Tatkala Ibnu Saba di Madain mendengar wafatnya Ali, dia berkata kepada pembawa berita duka itu : "Kamu berdusta, seandainya engkau dating kepada kami dengan membawa otaknya dalam 70 kantong dan saksi adil sebanyak 70 orang tentu kami tetap yakin bahwa ia belum mati dan belum terbunuh, ia tidak akan mati sebelu menguasai bumi…"
3. Sayyid Ni’matullah al-Jazairi berkata : "Abdullah bin Saba berkata kepada Ali as, Kamu adalah Tuhan yang Besar. Maka Ali mengasingkannya ke Madain." (Al-Anwar An-Nu’maniyah 2:234)
4. Di dalam buku "Mengapa Saya Keluar dari Syiah" yang judul aslinya Lillahi Tsumma Li At-Tarikh, Sayyid Husain Al-Musawi menjelaskan bahwa lebih dari dua puluh referensi Syiah yang menyatakan eksistensi Abdullah bin Saba, seperti : Al-Gharat karya Ats-Tsaqafi, Rijal karya At-Thusi, Ar-Rijal karya Al-Hulli, Qamus Ar-Rijal karya Tasturi, Dairatul Ma’arif karya Al-Hariri, Al-Kuna wal-Alqab karya Abbas Al-Qumi, Hallul Iskal karya Ahmad bin Thusi, At-Tahrir karya Ath-Thawusi, dan sebagainya.
Diantara ajaran yang disebarkan oleh Abdullah bin Saba dalam rangka merusak akidah dan memecah belah umat :
a. Bahwa Ali bin Abi Thalib ra telah menerima wasiat sebagai pengganti Rasulullah saw. (An-Nubakhti, Firaq asy-Syiah, hal.44).
b. Bahwa Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan ra adalah orang-orang dzalim yang telah merampas hak khalifah Ali sepeninggal Nabi saw. Umat Islam yang telah ikut membai’atnya dinyatakan murtad (An-Nubakhti, op.cit, hal 44).
c. Bahwa Ali bin Abi Thalib adalah pencipta semua makhluk dan pemberi rizki (Ibnu Badran, Tahdzib At-Tarikh ad-Dimasq, 7 :430).
d. Bahwa Nabi Muhammad saw akan kembali lagi ke bumi sebelum hari kiamat, sebagaimana akan kembalinya Nabi Isa as (Ibnu Badran,op.cit. 7:428).
e. Bahwa Ali ra tidak mati melainkan tetap hidup diangkasa, petir adalah suaranya ketika marah dan kilat adalah cemetinya (Ath-Thahir Ibnu Muhammad Al-Baghdadi, Al-Farq Baina Al-Firaq, hal 234)
f. Bahwa Ruh al-Quds berinkarnasi kedalam diri Imam Syiah (Al-Bad’u wa At-Tarikh, juz 5, hal 129)
C. Hujatan Syiah Terhadap Rasulullah saw
Untuk menggambarkan penghinaan Syiah (Rafidhah) kepada Nabi saw bisa diperhatikan beberapa kutipan dari buku Gen Syiah, yang ditulis Mamduh Farhan Al-Buhairi : 61-63 sebagai berikut :
a. Ash-Shaduq didalam kitabnya Al-Amal meriwayatkan bahwa Rasulullah saw berkata kepada Ali ra : Seandainya aku tidak menyampaikan apa yang aku perintah dengannya dari perkara wilayahmu (kepemimpinanmu), maka leburlah seluruh amalku(Tafsir Nur Ats-Tsaqalain, jilid I hal 654). Sepertinya Allah swt mengutus Rasul-NYa yang mulia hanya untuk menyampaikan soal wilayah Ali, mereka telah mengecilkan kedudukan Rasulullah saw.
b. An-Nu’manimeriwayatkan dari Imam Muhammad al-Baqir as, ia berkata : Ketika Imam Mahdi muncul ia didukung oleh para Malaikat, dan orang yang pertama kali membai’atnya adalah Muhammad saw dan Ali as. Syaikh At-Thusi meriwayatkan dari Imam Ar-Ridha as bahwa diantara tanda-tanda munculnya Al-Mahdi adalah dia akan muncul dalam keadaan telanjang didepan bulatan matahari. (Al-Kafi Al-Ushul, I:504)
c. An-Nu’mani juga meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah saw mi’raj kelangit, beliau melihat Ali ra dan nak-anaknya telah sampai disana sebelum Nabi saw. Bahkan Nabi saw mengucapkan salam kepada mereka. Ketika Rasulullah saw ditanya : Dengan bahasa apakah Rabb anda berbicara dengan anda waktu mi’raj? Beliau menjawab : Dia berbicara kepadaku dengan bahasa Ali bin Abi Thalib, hingga aku bertanya : Engkaukah yang sedang berbicara kepadaku ataukah Ali? (Kasyf al-Ghummah I:106)
d. Ar-Ridha berkata dalam menafsirkan (QS.al-Ahzab 37) : Sesungguhnya Rasulullah saw pergi menuju rumah Zaid bin Haritsah dalam urusan yang dia inginkan, lalu ia melihat istrinya sedang mandi, maka dia berkata kepadanya, maka ia (Nabi) berkata kepadanya : Maha Suci Alloh yang telah menciptakan kamu. (Ibnu Bawaih al-Qunni, Uyunu Akhbar Ar-Ridha, hal 113).
e. Sayyid Ali Gharwi, salah seorang pembesar Syiah berkata : Sesungguhnya Nabi saw kemaluannya pasti akan masuk neraka, karena ia menyetubuhi beberapa wanita musyrik. Yang dimaksud wanita musyrik adalah Aisyah dan Hafshah (Mengapa Saya Keluar dari Syi’ah :27).
D. Hujatan Syiah Terhadap para Istri Nabi saw
Jika Nabi saw tidak selamat dari kejahatan dan hujatan mereka, begitu-pun para istri Nabi tidak lepas dari kejahatan mereka. Bahkan telah keluar fatwa kafirbagi ummahatul-mukminin, terutama Aisyah dan Hafshah (Bihar al-Anwar, XXII, hal 227-247). Diantara para istri Nabi yang paling dibenci mereka adalah Siti Aisyahra. Mereka merendahkan kehormatan istri yang paling dicintai Rasulullah saw tersebut dengan kedustaan-kedustaan yang nyata. Sebagai ilustrasi saya nukil beberapa riwayat sebagai berikut :
a. Ali Ibrahim al-Qummi dalam tafsirnya Al-Qummi 2:192 ketika menerangkan sababu an-nuzul QS.al-Ahzab :28 mengatakan : Sebab turun ayat ini ketika Rasulullah saw pulang dari perang Khaibar, beliau membawa harta keluarga Abu al-Haqiq. Maka mereka (para istri Nabi) berkata : Berikanlah kepada kami apa yang engkau dapatkan itu. Beliau menjawab : Aku akan bagikan kepada kaum muslimin sesuai perintah Allah. Maka marahlah mereka, lalu berkata : Sepertinya engkau menganggap kalau seandainya engkau menceraikan kami, maka kami tidak akan menemukan para pria berkecukupan yang akan menikahi kami. Maka Allah menentramkan hati Nabi dan memerintahkan untuk meninggalkan mereka.
b. Muhammad bin Mahmud bin Iyasy didalam tafsir al-Iyasy I:200, -dengan dusta- berkata bahwa Abu Abdillah Ja’far Ash-Shadiq pernah berkata : Tahukah kalian apakah Nabi saw meninggal dunia atau dibunuh? Sesungguhnya Allah swt telah berfirman : Apakah jika dia (Muhammad) mati atau dibunuh kalian akan murtad? (QS.Ali Imran 144) Beliau sebenarnya telah diberi racun sebelum meninggalnya. Sesungguhnya dua wanita itru (Aisyah dan Hafshah) telah meminumkan racun kepada beliau sebelum wafatnya. Maka kami menyatakan : Sesungguhnya kedua wanita itu dan kedua bapaknya (Abu Bakar dan Umar) adalah sejelek-jeleknya makhluk Allah.
c. Dinukilkan secara dusta dalam kitab Ikhtiyar Ma’rifatur-Rijal karya At-Thusi hal 57-60 bahwa Abdullah bin Abbas ra (padahal mereka sangat membenci Ibnu Abbas) pernah berkata kepada Aisyah : Kamu tidak lain hanyalah seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan Rasulullah saw …
d. Al-Bayadhi dalam kitabnya Shirathal Mustaqim 3 : 135 mengelari Aisyah ra dengan : Ummu asy-Syurur (Ibu kejelekan) dan Ummu Syaithan (biangnya syetan).
Padahal Ali bin Abi Thalib ra sewaktu perang Jamal berkata : Wahai kaum muslimin, dia (Aisyah) adalah seorang yang jujur, dan demi Allah dia seorang yang baik. Sesungguhnya tidak ada diantara kami dengan dia kecuali yang demikian itu. Dan ketahuilah dia dalah istri Nabi kalian didunia dan akhirat.(Tarikh Ath-Thabari 5 : 225).
E. Hujatan Syiah Kepada Ahlul-Bait
Kaum Syiah sering mendakwahkan diri sebagai pecinta ahlul-bait, tapi jika kita perhatikan beberapa riwayat berikut nampak jelas ungkapan cinta Ahlul-Bait itu hanya sebagai kedok untuk menutupi kebusukan ajarannya.
1. dari Abu Abdillah as berkata : Seseorang wanita yang buruk rupa dating kepada Amirul Mukminin, sedang ia ketika itu ada dimimbar, maka wanita itu berkata : Ini adalah pembunuh kekasihnya, maka Ali melihat kepadanya dan berkata : Wahai Salfa, wahai wanita yang lancing, wahai orang yang keji, wahai yang mengingatkan, yang tidak haid seperti haidnya wanita lain, wahai orang yang pada kemaluannya terdapat sesuatu yang jelas menggantung. (Al-Majlisi, Bihar al-Anwar 41 : 293). Ini jelas penghinaan terhdapa Ali !!
2. Dalam Tafsir Al-Qummi 2 : 2236 diriwayatkan ketika Fathimah menceritakan tentang Ali : Sesungguhnya para wanita Quraisy menceritakan kepadaku sesungguhnya dia (Ali) adalah seorang laki-laki gendut perutnya , panjang tangannya, besar persendiannya, blotot dua matanya, bahunya lunak seperti Unta, gigi yang berseri, tidak punya harta.
3. Disebutkan oleh al-Ashfahany dari Abu Ishaq bahwa ia berkata : Aku dimasukkan oleh ayahku kedalam mesjid pada hari jum’at. Ia mengangkatku, maka aku melihat Ali berkhutbah diatas mimbar, dia adalah orang tua yang botak, menonjol dahinya, bidang dadanya, jenggotnya memenuhi dadanya, dan lemah penglihatannya. (Muqatil Ath-Thalibin hal 27)
4. Al-Majlisi dalam Bihar Al-Anwar XII hal 213 meriwayatkan bahwa Rasulullah saw mendatangi Amirul Mukminin ketika ia tidur dimasjid dan berbantal tumpukan kerikil yang ia kumpulkan. Rasulullah membangunkannya dengan kakinya sambil berkata : Bangunlah wahai hewan Allah. Maka seorang shahabat bertanya : Wahai Rasulullah apakah sebagaian kita boleh menyebut sebagian yang lain dengan nama seperti itu? Beliau bersabda : Tidak, Demi Allah, nama tadi khusus untuknya.
5. Sayyid Husain Al-Musawi menjelaskan bahwa imam yang paling banyak mendapat cacian, hinaan dan ejekan adalah dua imam, yaitu : Al-Baqir dan putranya Ja’far Ash-Shadiq serta anak keduanya. Telah dinisbahkan kepadanya sebagian besar permasalahan, seperti : Taqiyyah. Muth’ah, Homoseks, meminjamkan kemaluan, dan yang lainnya. Sedangkan keduanya sama sekali terbebas dari semuanya.
6. Kekejian mereka nampak sekali dari penjelasan Sayyid Muhsin al-Amin : Husain membai’at dua puluh ribu penduduk Kufah, lalu mereka semua melanggar sumpah tersebut, mereka keluar untuk menentangnya, padahal bai’at masih terikat dileher-leher mereka, lalu mereka membunuhnya. (A’yanu Syi’ah I : 34)
F. Hujatan Kepada Para Shahabat.
Para Shahabat Nabi saw yang dipuji Alloh dalam QS.At-Taubah : 100 sebagai As-Sabiquna al-Awwalun, yakni orang-orang terdahulu yang pertama masuk Islam dari Muhajirin dan Anshar, Allah telah ridha pada mereka, dan Allah telah menjanjikan bagi mereka tempat kembalinya surga. Dimata kaum Rafidhah para shahabat Nabi saw itu adalah murtaddin yang busuk. Sebagai ilustrasi, saya nukilkan beberapa riwayat berikut :
1. Al-Kulaini didalam kitabnya Furu’ul Kafi Kitab Ar-Raudhah hal 115 menyebutkan dari Abu Ja’far as : Semua manusia telah murtad sepeninggal Nabi saw kecuali tiga orang. Saya bertanya : Siapakah ketiga orang itu? Beliau menjawab : Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi.
2. Muhammad Al-Baqir Al-Majlisi dalam kitabnya Haqqul Yakin : 533 menjelaskan bahwa Abu Hamzah At-Tamali menceritakan bahwa dia bertanya kepada Imam Zainal Abidin tentang Abu baker dan Umar. Maka Imam menjawab : Keduanya adalah kafir dan orang-orang yang membai’at keduanya juga kafir.
3. Dihalaman 519 Al-Majlisi menyatakan : Akidah kami dalam hal kebencian adalah membenci empat berhala, yaitu : Abu Bakar, Umar, Utsman dan Mu’awiyah, dan empat wanita, yaitu : Aisyah, Hafshah, Hindun dan Ummul Hakam, serta seluruh orang yang mengikuti mereka. Mereka adalah sejelek-jeleknya makhluk Allah dimuka bumi. Tidaklah sempurna iman kepada Allah, rasul-Nya dan para Imam kecuali setelah membenci musuh-musuh tadi.
4. Al-Mula Kazhim dalam Ajma’u al-Fadhaih : 157 dari Imam Zainal abiding : Barang siapa melaknat al-Jibti (Abu Bakar) dan ath-Thaghut (Umar) dengan sekali laknat, maka Allah mencatat 70 juta kebaikan dan dihapus sejuta dosa, Allah mengangkat derajatnya 70 juta derajat.
5. Maqbul Ahmad menyebutkan dalam Bioghrafinya hal 551 : Yang dimaksud dengan Fahsya adalah sayid yang pertama yaitu Abu Bakar, dan Munkar adalah syaikh kedua, yaitu Umar, sedangkan Baghyi adalah orang yang ketiga yaitu Utsman. Dibagian lain ia menyebutkan : Yang dimaksud dengan Kufr adalah Abu Bakar, Fusuq adalah Umar dan Ishyan adalah Utsman.
6. Orang-orang Syiah mempunyai sebuah doa yang mereka namai Do’a Shanamai Quraisy (Permohonan Untuk dua berhala quraisy, yakni Abu Bakar dan Umar). Do’a tersebut berbunyi : Ya Allah laknatilah kedua berhala Quraisy, kedua patung Quraisy, kedua pendusta Quraisy dan kedua putrinya. Keduanya telah menyalahi perintah-Mu, mencintai musuh-musuh-Mu, melupakan semua karunia-Mu, menelantarkan hukum-Mu, dan mengingkari bukti-bukti kebenaran-Mu. Ya Allah laknatlah keduanya dalam relung rahasiah-Mu dan dalam alam nyata-Mu, laknat yang banyak, terus-menerus, abadi selama-lamanya, tidak pernah berhenti dan tidak pernah putus, tidak pernah habis dan tidak pernah pupus, menerjang awalnya dan tidak kembali akhirnya, untuk mereka, pembantu mereka, penolong mereka, pecinta mereka, para mawali mereka, yang pasrah kepada mereka, yang cenderung kepada mereka, yang meninggikan mereka, yang meneladani ucapan mereka dan membenarkan hukum mereka. Ya Allah siksalah mereka dengan siksa yang penduduk neraka-pun berlindung dari padanya, Amin ya Rabbal-Alamin. (Tuhfah al-Awam, Manshur Husain, hal 423 dan Bihar al-Anwar, Al-Majlisi, jilid 82 hal 260)
G. Pandangan Ahlul-Bait Kepada Syiah
Banyak kitab Syiah yang menjelaskan tentang kemarahan Ahlul Bait kepada para pengikutnya, sebagai contoh :
1. Amirul Mukminin Ali ra berkata : Kalaulah aku bisa membedakan pengikutku, maka tidak akan aku dapatkan kecuali orang yang memisahkan diri. Kalaulah aku menguji mereka, maka tidak akan aku dapatkan kecuali orang-orang murtad. Kalaulah aku menyeleksi seribu orang dari mereka, maka tidak akan ada yang lolos seorangpun. (al-Kafi, kitab Ar-Raudhah 8 : 338)
2. Imam Husein bin Ali dalam mendoakan pengikutnya berkata : Ya Allah, jika Engkau memberi ni’mat kepada mereka, maka cerai beraikanlah mereka sejadi-jadinya, jadikanlah mereka menempuh jalan yang berbeda-beda, janganlah Engkau ridhai kepemimpinan mereka untuk selamanya, karena mereka menyeru untuk menolong kami, kemudian mereka memusuhi kami dan membunuh kami. (al-Irsyad, Muhammad An-Nu’man Al-Mufid 2 : 10)
3. Imam Hasan bin Ali berkata : Demi Allah, saya melihat Muawiyah lebih baik bagiku dari pada mereka, mereka mengaku sebagai pengikutku, namun mereka berusaha membunuhku dan merampas hartaku. Demi Allah untuk mengambil dari Muawiyah apa yang dapat melindungi darahku dan merasa aman ditengah-tengah keluargaku lebih baik dari pada mereka membunuhku, sehingga menjadi sia-sialah Ahlu Baitku. (Al-Ihtijaj, Ath-Thubrusi 2 : 10)
4. Imam Zainal Abidin berkata kepada penduduk Kufah : Apakah kamu sekalian mengetahui bahwa kalian menulis kepada bapakku lalu kalian menipunya. Kalian memberi sumpah dan janji kepadanya atas kerelaan diri kalian sendiri, tapi kemudian kalian memeranginya dan toidak menolongnya. Dengan mata yang mana kalian melihat Rasulullah saw ketika beliau bersabda : Kalian memerangi keturunanku, merusak kehormatanku, maka kalian bukanlah ummatku. (al-Ihtijaj 2 : 29)
5. Imam al-Baqir berkata : Kalaulah seluruh manusia adalah pengikut kami, tentu tiga perempat dari mereka adalah orang-orangyang diragukan, dan seperempatnya lagi adalah orang-orang bodoh. (Rijal Al-Kasysyi hal 79)
H. Kayakinan Syiah Terhadap Al-Quran
Kaum Syiah tidaklah meyakini akan jaminan Allah tentang keotentikan dan orisinalitas Al-Quran yang termaktub dalam QS.al-Hijr : 9, kerana mnurut keyakinan mereka Al-Quran yang ada sekarang bukan Al-Quran yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammmad saw. Ini terungkap antara lain :
1. Muhammad bi Ya’qub bin Ishaq Al-Kulaini dalam kitabnya Al-Kafi fi Ushul, Kitab Fadhail-Quran 2 : 634 meriwayatkan dari Hisyam bin Salim dari Abu Abdillah as, dia berkata : Sesungguhnya al-Quran yang dibawa oleh Jibril as kepada Nabi Muhammad saw adalah 17.000 ayat. Padahal Al-Quran yang berada ditangan kita berjumlah 6236 ayat, berarti 2/3-nya telah hilang. Kemudian di Bab Al-Hujjah 1 : 239 dijelaskan bahwa bagi kaum Syiah memiliki kitab suci sendiri yang bernama "Mushaf Fatimah" yaitu sebuah mushaf didalamnya semisal Al-Quran yang tebalnya tiga kali lipat, dan tidak ada satu huruf-pun yang sama dengan Al-Quran.
2. Ni’matullah Al-Jazairi berkata : Telah diriwayatkan dalam banyak hadits bahwa mereka telah memerintahkan para Syiah mereka untuk membaca Al-Quran yang ada ini dalam shalat dan lainnya serta mengamalkan hukumnya hingga munculnya Maulana Shahib az-Zaman lalu ia mengangkat Al-Quran ini dari tangan-tangan manusia menuju langit dan mengeluarkan Al-Quran yang disusun oleh Amirul Mukminin, maka dibaca dan diamalkan hukum-hukumnya.(al-Anwar an-Nu’maniyah 2 : 363)
3. Mirza Husain bin Muhammad Taqiy an-Nuri Ath-Thubrusi, dalam kitabnya Fashlu al-Kitab fi Tahrif Kitab Rabbi al-Arbab hal 32 menyebutkan : Sesungguhnya Al-Quran yang ada pada kita bukanlah Al-Quran yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw, tapi telah dirubah, diganti, ditambahi dan dikurangi. Diantara contoh ayat-ayat yang ditahrif :
- ان الله اصطفى أدم ونوحا وال ابراهيم وال محمد على العالمين (ال عمران 33) فصل الخطاب : 264)
- ياايهاالذبن أمنوااتقواالله حق تقاته ولاتموتن الا وأنتم مسلمون لرسول الله والامام من بعده (ال عمران : 102) – فصل الخطاب : 267)
- ياايهاالذبن أمنواأطيعواالله وأطيعواالرسول وأولى الامر منكم من ال محمد صلواتالله عليهم (النساء : 59) فصل الخطاب : 274)
- وليستعفف الذين لايجدون نكاحا بالمتعة حتى بغذيهم الله من فضله (النور :33) فصل الخطاب : 315)
- ومن يعص الله ورسوله فى ولاية علي فاءن له نار جهنم خالدين فيها أبدا (الجن : 23)-فصل الخطاب : 240)
- ياايهاالنفس المطمئنة الى محمد ووصيه والائمة من بعده (27) ارجعي الى ربك راضية بولاية علي مرضية بالثواب(28) فادخلي في عبادي مع محمد وأهل بيته (29) وادخلي جنتي غيرمشوبة (30)-فصل الخطاب : 345)
Dalam keyakinan Syiah, disamping ada yang disebut Mushaf Fathimah ada kitab-kitab samawi lain yang diturunkan kepada Nabi saw, tapi dikhususkan untuk Amirul Mukminin (Ali). Kitab-kitab tersebut antara lain :
1. Al-Jami’ah : Dari Abu Bahir, dari Abu Abdillah, dia berkata : Saya Muhammad, saya memiliki Al-Jami’ah. Tidaklah mereka mengetahui pakah Al-Jami’ah itu? Dia berkata : Al-Jami’ah adalah lembaran yang tingginya tujuh puluh hasta Rasulullah saw, dia didiktekan dari ufuk, ditulis oleh Ali dengan tangan kanannya, didalamnya dituliskan tentang halal dan haram serta segala sesuatu yang dibutuhkan manusia hingga tentang diyat dalam cakaran … (al-Kafi, I/239, Bihar al-Anwar, 26/22)
2. Shahifah An-Namus : Dari ar-Ridha as tentang hadits tanda-tanda Imam, dia berkata : Dia memiliki shahifah yang didalamnya terdapat nama-nama pengikut mereka hingga hari kiamat, juga shahifah yang didalamnya nama-nama musuh mereka hingga hari kiamat.(Bihar al-Anwar 25/117)
3. Shahifah Al-Abithah : Dari Amirul Mukminin as, dia berkata : Demi Allah sesungguhnya aku memiliki shahifah yang banyak sekali yang merupakan bagian milik Rasulullah, dan Ahlul Baitnya. Diantara shahifah tersebut ada yang bernama Al-Abithah. Tidak ada yang dating kepada orang Arab terkemuka yang tidak memiliki sedikitpun bagian dalam agama Allah. (Bihar al-Anwar, 26/37)
4. Masih ada lagi yang disebut : Shahifah Dzuabah as-Saif, Shahifah Ali, dan Al-Jufr.
Syiah hanya menerima hadits-hadits Nabi saw yang diriwayatkan melalui jalur Ahlul-Bait. Mereka menolak hadits yang diriwayatkan shahabat selain Ali, karena mereka menilai para shahabat itu telah murtad/kafir. Menurut Syiah hadits bukan hanya yang dating dari Nabi saw, tetapi justru lebih banyak dari imam-imam mereka. Karena perkataan imam yang juga dinilai Ma’shum sama dengan perkataan Nabi saw, bahkan perkataan imam itu sama dengan firman Allah swt. Dalam Al-Kafi 2 : 271-272 diriwayatkan, Abu Abdillah berkata : Haditsku berarti hadits ayahku, hadits ayahku berarti hadits kakekku, hadits kakekku berarti hadits Husein, hadits Husein berarti hadits Hasan, hadits Hasan berarti hadits Ali, hadits Ali berarti hadits Rasulullah saw, hadits Rasulullah saw berarti firman Allah swt. Karena Syiah berkeyakinan bahwa Imam itu ma’shum, sama dengan firman Allah, maka tidak perlu menyandarkan atau mengisnadkan ucapan Imam itu kepada Nabi saw. seorang tokoh Syiah Abdullah Fiyadh : Keyakinan bahwa Imam itu ma’shum, menjadikan semua hadits yang keluar dari mereka adalah shahih. Maka tidak diperlukan menyandarkan sanadnya kepada Rasulullah saw sebagaimana halnya dikalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. (Tarikh al-Imamiyah : 140)
Masalah rawi bagi Syiah tidak diperlukan criteria seperti dikalangan Ahlus Sunnah, yang penting rawi itu Syi’i/berpihak kepada Syiah.
Jumlah hadits dalam Syiah bertambah dan terus bertambah. Seperti diungkap Sayid Husain al-Musawi dalam bukunya Mengapa Saya Keluar dari Syiah(judul asli buku tersebut : Lillah Tsumma Lit-Tarikh) hal. 129-130 sebagai berikut : Kitab Al-Kafi adalah referensi Syiah terbesar secara mutlak, dia adalah kitab yang diakui oleh Imam kedua belas yang ma’shum, yang tidak pernah salah dan keliru. Ketika Al-Kulaini menulis kitab Al-Kafi dia menyodorkannya kepada Imam kedua belas di Sardabih, Samuria. Imam kedua belas mengatakan : Al-Kafi telah cukup bagi para pengikut kami (Syiah). (lihat Mukaddimah Al-Kafi hal.25). Sayid Muhakkik Abbas Al-Qummi berkata : Al-Kafi adalah kitab Islam yang paling agung, dan karangan keimanan yang paling besar, tidak ada bakti bagi keimanan yang sebanding dengannya. Maulana Muhammad Amin Al-Istirbadi dalam kitab Muhki Fawaid, kami mendengar guru-guru dan ulama kami berkata bahwa tidak dikarang dalam Islam kitab yang sepadan dan sebanding dengan Al-Kafi.(Al-Kunni wa al-Inqab 3 : 98). Tetapi marilah baca bersama saya beberapa perkataan berikut ini : Al-Khawansari berkata : Mereka berselisih tentang kitan Ar-Raudhah yang menghimpun beberapa bab, apakah dia salah satu kitab Al-Kafi yang merupakan karangan Al-Kulaini, ataukah tambahansesudahnya? (Ar-Raudhah Al-Jannat 6 : 1180). Syaikh yang terpercaya Sayid Husain bin Sayid Haidar Al-Karki Al-Amili yang wafat pada tahun 1076 : "Sesungguhnya kitab Al-Kafi terdiri dari lima puluh kitab yang disertai dengan sanad-sanad dari setiap hadits yang bersambung dengan para Imam Alaihimus-salam (Raudhah Al-Jannah 6 : 114). Sementara Sayid Abu Ja’far Ath-Thusi yang wafat tahun 460 H berkata : "Sesungguhnya kitab al-Kafi mencakup tiga puluh kitab". (Al-Fahrasat hal 64). Tampak bagi kita dari perkataan-perkataan diatas bahwa yang ditambahkan kepada Al-Kafi antara abad kelima hingga abad ke sebelas adalah sekitar dua puluh kitab, dan setiap kitab mencakup beberapa bab, atau prosentase penambahan yang terjadi pada Al-Kafi selama ini adalah 40 persen. Maka siapakah yang menambahkan sebanyak 20 kitab kedalam kitab Al-Kafi? Apakah mungkin dia seorang manusia yang shalih? Apakah dia seorang diri atau beberapa orang yang secara kontinyu selama berabad-abad melakukan perubahan, penggantian dan perombakan? Marilah kita mengambil yang lain, yang merupakan peringkat kedua setelah Al-Kafi. Dan kitab inipun merupakan kitab shahih yang empat, yaitu kita Tahdzib Al-Ahkam karangan Syaikh Ath-Thusi pendiri kota Najaf. Parafuqaha dan mujtahid kami menyebutkan bahwa kitab tersebut menghimpun 13.590 hadits, sementara Ath-Thusi sendiri yang merupakan penulis kitab tersebut mengatakan bahwa kitab Tahdzib Al-Ahkam menghimpun 5.000 hadits lebih atau tidak lebih dari 6.000 hadits. Maka siapakah yang menambahkan hadits kedalam kitab ini yang jumlahnya lebih besar dari pada jumlah hadits yang asli?
J. Sekte-Sekte Syiah
Menurut Al-Hasan bi Musa An-Nubakhti, salah seorang tokoh ulama Syiah yang hidup pada abad ke 3 H dalam kitabnya Firaq Asy-Syiah dijelaskan bahwa telah terjadi perbedaan dan perselisihan dikalangan Syiah sejak awal sejarah mereka, terutama dalam menentukan siapakah yang berhak menjadi Imam, sekalipun dalam klaim mereka Imamah adalah pokok keimanan mereka dan telah ditetapkan berdasar nash.
Menurut An-Nubakhti perselisihan itu antara lain :
A) Setelah wafatnya Rasulullah saw, Syiah terpecah menjadi 3 kelompok :
1. Kelompok yang meyakini bahwa Ali adalah Imam yang harus ditaati dan bukan yang lainnya berdasarkan nash dari Nabi saw, beliau ma’shum, terjaga dari segala bentuk kesalahan, yang berwilayah dengannya akan selamat, dan yang memusuhinya adalah kafir dan sesat. Imamah ini terus diwarisi oleh keturunannya, sebagian kelompok ini disebut Al-Jarudiyah.
2. Kelompok yang meyakini bahwa Ali memang paling berhak sesudah Rasulullah saw, karena keutamaannya, sekalipun demikian mereka membenarkan imamah khlaifah Abu Bakar dan Umar dikarenakan keridhaan serta bai’at Ali terhadap keduanya secara sadar tanpa paksaan. Inilah kelompok Al-Batriyah.
3. Kelompok ini sama dengan kedua, hanya saja mereka berpendapat bahwa mentaati imam yang sudah ditetapkan itu hukumnya wajib, maka siapapun yang tidak mentaatinya dia kafir dan sesat.
Pada masa ini, An-Nubakhti juga menyebutkan munculnya kelompok Khawarij dari kalangan Syiah Ali, mereka kemudian mengkafirkan Ali bin Abi Thalib karena melakukan Tahkim.
B) Setelah Ali wafat, Syiah terpecah menjadi 3 kelompok :
1. Kelompok yang berpendapat Ali tidak mati terbunuh, dan tidak akan mati sehingga ia berhasil memenuhi bumi dengan keadilan. Inilah kelompok Ghuluw (ekstrem) pertama. Kelompok ini disebut Syiah Sabaiyyah pimpinan Abdullah bin Saba .
2. Kelompok yang berpendapat bahwa Ali memang wafat dan imam sesudahnya adalah putranya, Muhammad Al-Hanafiyah, sebab dia (bukan Hasan atau Husein) yang dipercaya membawa panji ayahnya Ali dalam peperangan di Basrah. Kelompok ini disebut Al-Kaisaniyyah. Mereka mengkafirkan siapapun yang melangkahi Ali dalam Imamah, juga mengkafirkan Ahlus-Shiffin, Ahlul-Jamal. Tokoh kelompok ini Al-Mukhtar bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi, ia mengaku bahwa Jibril pernah menurunkan wahyu kepadanya.
3. Kelompok ketiga berkeyakinan bahwa Ali memang wafat, dan imam sesudahnya adalah puteranya, Al-Hasan. Ketika kemudian Al-Hasan menyerahkan khilafah kepada Muawiyah bin Abi Sufyan, mereka memindahkan imamah kepada Al-Husein. Sebagian mereka mencela Al-Hasan, bahkan Al-Jarrah bin Sinan al-Anshari pernah menuduhnya sebagai musyrik dan membacok pahanya dengan pedang. Tetapi sebagian Syiah berpendapat bahwa sesudah wafat Al-Hasan, yang berhak jadi imam adalah Al-Hasan bin Al-Hasan yang bergelar Ar-Ridha.
C) Sesudah syahidnya Al-Husein ra dalam peristiwa Karbala , dimana beliau diundang oleh penduduk Kufah yang mengaku diri sebagai Syiahnya dan mereka mengaku mempunyai belasan ribu orang yang siap membela Husein. Tapi ternyata ketika Husein dikepung oleh pasukan Ubaidillah bi Ziyad di Karbala tak satupun orang yang tadinya mengundang beliau tampil membelanya, tapi justru cuci tangan, sehingga menyebabkan syahidnya Imam Husein. Seperti dikisahkan sejarawan Syiah, al-Mas’udi, Husein sebelum syahid bahkan sempat berdo’a : Ya Allah turunkanlah keputusan-Mu atas kami dan atas orang-orang yang telah mengundang kami, dengan dalih mereka akan mendukung kami, tapi kini ternyata mereka membunuhi kami. (Tarikh al-Mas’udi 2 : 71). Adapun yang ikut syahid bersama Al-Husein dalam peristiwa ini : Putera-putera Ali bin Abi Thalib yang bernama Abu Bakar, Utsman dan Abbas; Putera Al-Hasan bin Ali yakni Abu Bakar; dan putera Al-Husein bin Ali yakni Ali Al-Akbar bin Husein. Sehingga ketika jenazah Husein beserta keluarganya yang masih hidup dibawa ke Kufah dan ditangisi oleh penduduk Kufah, Ali Al-Asghar bin Husein Zainal Abidin berkomentar : Mereka menangisi kami, padahal mereka sendiri yang telah membunuhi kami. (Tarikh al-Ya’qubi 2 : 245; Al-Ihtijaj 2 : 291)
Pada periode sesudah wafatnya Al-Husein, Syiah terpecah lagi emnjadi beberapa golongan :
1. Kelompok-kelompok yang mengakui bahwa sesudah wafatnya Husein, imamah berlanjut ke putera Ali yang lain, yaitu Muhammad Al-Hanafiyah. Mereka-pun terpecah, ada yang berkeyakinan bahwa Muhammad Al-Hanafiyah yang disebut oleh mereka sebagai Al-Mahdi tidak pernah meninggal. Sebagian menyatakan meninggal dan pelanjutnya adalah puteranya Abu Hasyim, kelompok ini disebut Al-Hasyimiyah. Setelah itu mereka pecah lagi, ada yang berkeyakinan bahwa Abu Hasyim berwasiat kepada Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib untuk menjadi imam. Kelompok ini disebut Syiah Ar-Rawandiyah.
2. Kelompok yang mengakui bahwa sesudah wafatnya Husein, Imamah dilanjutkan oleh puteranya yang masih hidup, Ali al-Ashgar Zainal Abidin, dari ibunya bernama Jihansyah, puteri kaisar Persia Yazdajird bin Syahriyar.
3. Kelompok yang meyakini bahwa setelah syahidnya Husein, Imamah telah selesai/terputus. Sebab menurut mereka yang disebut namanya oleh Rasulullah saw sebagai Ahlul-Bait beliau hanyalah tiga orang saja, yaitu Ali, Hasan dan Husein.
4. Kelompok yang berkeyakinan bahwa sesudah wafatnya Husein, Imamah hanya bisa dilanjutkan oleh keturunan Hasan dan Husein. Siapapun diantara mereka yang mengklaim sebagai imam, maka mereka adalah imam yang wajib ditaati. Barangsiapa yang lalai melakukannya, maka ia kafir. Kelompok ini disebut As-Sarhubiyah.
D) Sesudah wafatnya Ali Zainal Abidin, muncul kelompok Syiah antara lain :
1. Az-Zaidiyah, pengikut Zaid bin Ali bin Husein yang meyakini bahwa sekalipun Ali bin Abi Thalib lebih utama dari Abu Bakar dan Umar, tetapi khilafah keduanya sah. Mereka juga berkeyakinan bahwa imamah dapat diraih oleh siapapun dari keturunan Nabi Muhammad saw apabila mereka memenuhi persyaratan dan bisa memperjuangkannya. Sepeninggal Zaid, kelompok ini dipimpin oleh putera-puteranya : Yahya dan Isa.
2. Kelompok yang meyakini bahwa imamah sesudah Ali Zainal Abidin adalah puteranya, Muhammad Al-Baqir.
E) Sesudah wafatnya Muhammad Al-Baqir, Syiah pecah lagi menjadi 3 kelompok:
1. Kelompok yang mengakui imamahnya Muhammad bin Al-Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib sebagai Al-Qaim dan Al-Mahdi.
2. Kelompok yang mengakui bahwa imamah sesudah wafatnya Muhammmad Al-Baqir adalah puteranya Ja’far Ash-Shadiq.
3. Al-Mughiriyah, pengikut Al-Mughirah bin Said. Yang mengklaim mendapat wasiat dari Imam Al-Baqir untuk jadi imam sampai munculnya Al-Qaim.
F) Sesudah wafatnya Ja’far Ash-Shadiq, Syiah pecah lagi menjadi 6 kelompok :
1. Kelompok yang meyakini Imam Ja’far sebagai Al-Mahdi, disebut An-Nawusiyah.
2. Kelomp[ok yang meyakini bahwa imamah sesudah Ja’far adalah puteranya yang bernama Ismail. Mereka juga meyakini Ismail tidak mati sehingga berhasil memimpin umat, dialah sang Al-Qaim. Kelompok ini disebut Ismailiyah.
3. Kelompok yang meyakini bahwa imamah sesudah Ja’far adalah Muhammad bin Ismail bin Ja’far, cucu Ja’far. Menurut mereka wafatnya Ismail pada masa hidup sang ayah , Ja’far, menunjukkan bahwa imam sesudah Ja’far adalah putera Islamil, Muhammad. Menurut mereka sesudah periode Hasan dan Husein, imamah tidak lagi berputar dari kakak ke adik, tapi dari ayah ke anak. Karenanya imamah sesudah Ja’far tidak berpindah dari Ismail kepada saudaranya Abdullah dan Musa, melainkan kepada putera Ismail yakni Muhammad. Kelompok ini disebut Al-Mubarakiyah. Termasuk dalam al-Ismailiyah, pengikut Abil Khattab yang popular disebut Al-Khattabiyah atau As-Sab’iyah karena meyakini bahwa jumlah imam hanya tujuh saja. Kelompok ini dikenal juga dengan sebutan Al-Qaramithah.
4. Kelompok yang mengakui bahwa imamah sesudah Ja’far adalah puteranya Muhammad bin Ja’far, kemudian anak keturunannya. Kelompok ini disebut As-Sumaithiyah dipimpin oleh Yahya bin Abi as-Sumaith.
5. Kelompok yang meyakni bahwa imamah sesudah Ja’far adalah puteranya yang bernama Abdullah al-Afthah. Mereka berhujah dengan hadits yang disampaikan Ja’far bahwa imamah itu adanya pada anak tertua imam. Abdullah adalah putera tertua Ja’far dan telah memproklamirkan diri sebagai imam. Kelompok ini disebut Al-Afthiyah.
6. Kelompok yang mengakui bahwa sesudah wafatnya Ja’far dan putera tertuanya yang lain Musa al-Kazhim, dan kemudian kepada nak keturunannya.
G) Sesudah wafatnya Musa Al-Kazhim, Syiah terpecah lagi dalam beberapa kelompok, diantaranya yang meyakini bahwa imamah sesudah Musa Al-Kazhim adalah puteranya Ali Ar-Ridha. Mereka juga meyakini bahwa imamah berhenti sampai sini. Kelompok ini disebut Al-Wakifah.
H) Sesudah wafatnya Ali Ar-Ridha, Syiah terpecah lagi dalam berbagai kelompok, diantaranya adalah yang meyakini bahwa sesudah Ali Ar-Ridha imamah berpindah ke puteranya, Muhammad bin Ali, yang baru berusia 7 tahun, sehingga menimbulkan perpecahan diantara pengikutnya. Setelah wafat Muhammad bin Ali, imamah dilanjutkan oleh Al-Hasan bin Ali Al-Askari.
I) Sesudah wafatnya Al-Hasan bin Ali Al-Askari, Syiah terpecah-pecah lagi menjadi 14 kelompok. Diantaranya ada yang berpendapat bahwa Al-Hasan tidak wafat, sebab ia tidak boleh mati, karena ia belum punya anak yang tampil sebagai pengganti, bumi ini tidak boleh kosong dari imamah. Beliaulah Al-Qaim, beliau kini sedang ghaib. Ada juga yang berkeyakinan bahwa Al-Hasan memang wafat, tapi ia mempunyai satu-satunya putera bernama Muhammad yang ketika ayahnya wafat ia berusia 5 tahun. Ia disembunyikan oleh ayahnya karena ia takut akan Ja’far saudara Hasan, juga terhadap musuh-musuhnya. Dialah Al-Qaim dan Mahdi Al-Muntazar. Namun terjadi padanya Al-Ghaibah Sugra dan Al-Ghaibah Kubra. Inilah keyakinan Syiah Itsna "Asyariyah.
Ulama Ahlus Sunnah Fakhruddin Ar-Razi dalam kitabnya Al-Muhashal hal 575 setelah memp[erhatikan fakta diatas berkomentar : "Ketahuilah bahwa adanya perbedaan sangat besar seperti itu, adalah merupakan satu bukti konkrit tentang tidak adanya wasiat teks penunjukan yang jelas dan berjumlah banyak (Nash jaliy mutawatir) tentang imam yang dua belas seperti yang mereka klaim itu".
Dr.Musa Al-Musawi salah seorang tokoh Syiah dalam bukunya Asy-Syiah wat Tashih, Ash-Shira Baina As-Syiah wat-Tasyayu’ menyebutkan bahwa sekalipun Imam Ali meyakini keutamaannya, beliau justru menegaskan keabsahan bai’at yang beliau beriokan terhadap para khalifah (Abu Bakar, Umar dan Utsman) serta pujian beliau terhadap mereka sebagaimana dilakukan umat Islam lainnya. Menurut Al-Musawi Imam Ali bahkan berpendapat tidak adanya teks penunjukan atas dirinya yang dating dari langit. Shahabat-shabat yang hidup semasa dengannya-pun berkeyakinan serupa. Mereka juga berkeyakinan tidak ada yang "mencuri" khilafah dari dirinya. Itu antara lain terbukti dari ungkapan imam Ali yang termaktub dalam Nahjul Balaghah yang menegaskan ungkapan Ali : "Sesungguhnya saya telah dibai’at oleh kelompok yang dahulu membai’at Abu Bakar, Umar, Utsman dengan materi bai’at yang sama pula, sesungguhnya syura itu ada pada al-Muhajirin dan al-Anshar. Apabila mereka bersepakat terhadap seseorang yang kemudian mereka angkat sebagai imam, mka yang demikian itukah yang diridhai Allah. Apabila sesudah itu ada yang tidak puas dengan memunculkan fitnah atau bid’ah, mereka mengajak kepada prinsip awal, tapi bila ia enggan maka mereka akan memeranginya, karena ia telah mengikuti jalan yang bukan jalannya kaum beriman".
K. Syi’ah Itsna ’Asyariyah (Rafidhah)
Dari sekian banyak sekte dalam Syiah, sekte inilah yang paling luas pengaruhnya dan paling banyak pengikutnya. Mayoritas mereka tinggal di Iran dan Irak. Sekte ini muncul pada abad ke-3 H, akan tetapi ada juga yang menyatakan bahwa sekte ini baru muncul sesudah wafatnya imam ke-11 Hasan al-Askari dan ghaibnya imam yang ke-12 Muhammad Al-Mahdi Al-Muntazar tahun 260 H. Sekte ini membatasi imamah itu hanya 12 orang :
1. Ali bin Abi Thalib Al-Murtadha - *) Muhammad al-Hanafiyah
2. Hasan bin Ali bin Abi Thalib Al-Mujataba - *)Al-Hasan bin Hasan bin Ali *)Abdullah *)Muhammad An-Nafzu Zakiyah
3. Husein bin Ali bin Abi Thalib Asy-Syahid
4. Ali bin Husein Zainal Abidin As-Sajad - *Zaid bin Ali
5. Muhammad bin Ali al-Baqir
6. Ja’far bin Muhammad Ash-Shadiq - *)Ismail bin Ja’far *)Abdullah bin Al-Afthah *)Ishaq *)Muhammad
7. Musa bin Ja’far al-Khadim
8. Ali bin Musa Ar-Ridha
9. Muhammad bin Ali Al- at-Taqi
10. Ali bin Muhammad al-Hadi - *)Ja’far *)Muhammad
11. Al-Hasan Al-Askari
12. Muhammad bin Hasan Al-Mahdi (?)
Dalam sekte ini masalah imamah menjadi pokok agama, sehingga dimasukkan ke dalam salah satu rukun iman mereka. Rukun imam mereka ada lima seperti dijelaskan oleh Muhammad Husein Ali Kasyiful Ghitha dalam bukunya Ahlusy-Syiah wa Ushuluha, yakni :
1. At-Tauhid
2. Al-"Adlu
3. An-Nubuwwah
4. Al-Imamah
5. Al-Ma’ad
Masalah imamah juga merupakan pokok terpenting dalam rukun Islam mereka. Al-Kulaini dalam kitab Al-Kafi fil Ushul 2 : 18 meriwayatkan dari Zurarah dari Abu Ja’far as berkata : Islam dibangun diatas lima perkara : Shalat, Zakat, Haji, Shaum dan al-Wilayah (Imamah). Zurarah bertanya : Mana yang paling utama? Beliau menjawab : Al-Wilayah-lah yang paling utama.
Seseorang yang tidak meyakini imamah sebagaimana keyakinan Syiah Rafidhah, dia kafir dia sesat. Didalam Al-Amali hal 586 disebutkan bahwa Ibnu Abbas ra (?) berkata : Siapa yang mengingkari kepemimpinan A;li setelahku maka dia seperti orang yang mengingkari kenabian semasa hidupku. Dan barang siapa yang mengingkari kenabianku maka dia seperti orang yang mengingkari ketuhanan Allah azza wa Jalla.
Menurut Rafidhah, imam itu lebih tinggi kedudukannya dari para Nabi dan Malaikat, mereka juga ma’shum. Al-Khomeini dalam kitabnya Al-Hukumah Al-Islamiyah hal 52 berkata : Bahwasannya kedudukan Imam itu tidak bisa dicapai malaikat yang dekat dengan Allah, dan tidak bisa dicapai oleh para Nabi dan Rasul.
Dalam kitab Mizanul Hikmah 1 : 174, Muhammad Ar-Rayyi Asy-Syahri menyebutkan : Telah diketahui bahwa dia (Imam) adalah seorang yang ma’shum dari seluruh dosa, baik dosa kecil maupun besar, tidak tergelincir didalam berfatwa, tidak salah dalam menjawab, tidak lalai dan tidak lupa serta tidak lengah dengan satu perkara didunia.
Para Imam juga diyakini mengetahui perkara-perkara yang ghaib. Al-Majlisi dalam kitabnya Bihar al-Anwar 26 : 109 menulis sebuah Bab bahwa para imam itu tidak terhalangi untuk mengetahui perkara ghaib dilangit dan di bumi, di surga dan di neraka. Seluruh perbendaharaan langit dan bumi diperlihatkan kepada mereka. Mereka juga mengetahui apa yang sudah terjadi dan yang belum terjadi. Padahal dalam QS.An-Naml : ^5 ditegaskan : Katakanlah, tidak ada seorangpun dilangit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah.
Tentang imam kedua belas, Sayid Husain Al-Musawi (2006 : 133-142) menjelaskan : Al-Akh Fadhil Sayid Ahmad al-Katib telah menulis tema ini dan dia menjelaskan tentang Imam yang ke-12 yang tidak ada hakikatnya, tidak ada eksistensi dan wujud orangnya. Al-Akh tersebut telah menyajikan pembahasan yang memuaskan dalam tema ini, tapi saya berkata : Bagaimana ia dinyatakan ada, sedang kitab-kitab kami yang muktabar menyatakan bahwa Hasan al-Askari (Imam ke-11) meninggal dan tidak memiliki seorang anak laki-laki pun. Mereka menyelidiki para istri dan budak perempuannya ketika beliau wafat, namun mereka tidak mendapatkan seorangpun dari mereka yang hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Lihatlah tentang ini kitab Al-Ghaibat, karangan Ath-thusi hal 74, Al-Irsyad lil-Mufid hal 354, A’lam al-Wari karangan Fadhal at-Thibrisi hal 380, Al-Maqalat wa-al-Firaq karangan Al-Asyary al-Qummi hal 102. Al-Akh Sayid Ahmad al-Katib telah meneliti masalah para wakil Imam ke-12, maka dia menetapkan bahwa mereka itu dari kelompok dajjal yang mengaku sebagai wakil imam dalam rangka mengeruk harta manusia atas nama khumus, mendapatkan para wanita sebagai teman tidur atau mendapat tumpukan harta dari sumbangan yang mereka terima.
Apakah yang dilakukan oleh Imam ke-12 yang dikenal dengan nama Al-Qaim atau Al-Muntazar, ketika ia muncul :
1) Menghunus pedang dan membunuhi orang Arab : Al-Majlisi meriwayatkan bahwa Al-Muntazar akan berjalan ditengah orang Arab seperti disebutkan dalam Al-Jufri Al-Ahmar, yaitu membunuhi mereka. (bihar Al-Anwar, 52/318). Tidak ada yang tersisa dengan orang Arab selain pembantaian. (Bihar Al-Anwar 52/349) . Hati-hatilah terhadap orang Arab, karena mereka memiliki kabar buruk, maka sesungguhnya tidak akan keluar seorangpun dari mereka bersama Al-Qaim (Bihar Al-Anwar, 52/333)
2) Menghancurkan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi : Al-Majlisi meriwayatkan : Sesungguhnya Al-Qaim akan merobohkan Masjidil Haram dan Masjid nabawi sehingga rata dengan pondasinya. (Bihar al-Anwar 52/338). Al-Faidh al-Kasyani meriwayatkan : Wahai para penduduk Kufah, Allah azza wa jalla telah menghadiahkan kepada kamu sekalian keutamaan yang tidak dihadiahkan kepada seorangpun. Tempat shalat kamu adalah rumah Adam, rumah Nuh dan rumah Idris serta tempat shalatnya Nabi Ibrahim. Tidak akan pergi hari-hari sehingga hajar Aswad ditanam didalamnya. (Al-Wafi 1/215)
3) Menegakkan Hukum Keluarga Daud : Dari Abu Abdillah : Jika Al-Qaim dari keluarga Muhammad muncul, dia akan berhukum dengan hukum Daud dan Sulaiman. (al-Ushul min al-Kafi 1/397). Al-Majlisi meriwayatkan bahwa Al-Qaim akan membawa ajaran baru, kitab yang baru dan hukum yang baru. (Bihar al-Anwar 52/354)
Al-Musawi memberikan komentar terhadap riwayat-riwayat ini : Mengapa Al-Qaim menghunuskan pedang kepada bangsa Arab? Bukankah Rasulullah saw, Amirul Mukminin dan keturunannya juga bangsa Arab? Bukankah Al-Qaim sendiri yang akan menghunuskan pedangnya adalah bangsa Arab? Bukankah orang Arab banyak yang beriman kepada Al-Qaim dan kemunculannya? Bagaimana mngkin Al-Qaim akan menghancurkan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, pada Al-Haram adalah qiblat sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran …. Setelah melewati tahun-tahun yang panjang dalam mempelajari referensi-referensi induk, saya menangkap bahwa Al-Qaim adalah merupakan kiasan dari negeri Israel Raya, atau Al-Masih Al-Dajjal, karena Hasan al-Askari tidak mempunyai anak sebagaimana yang telah kami sebutkan dan kami tetapkan… Mengapa dia memberlakukan hukum Daud? Bukankah ini isyarat bagi dasar-dasar propaganda Yahudi? Ketika Negara Israel berdiri, hukum yang harus diberlakukan adalah hukum keluarga Daud. Negara Israel jika telah berdiri, maka salah satu rencananya adalah menghukum orang-orang Arab, khususnya kaum muslimin, dan kaum muslimin secara umum sebagainmana disebutkan dalam protocol mereka …. Obsesi dari Negara Israel adalah menghancurkan qiblat kaum muslimin dan meratakannya dengan tanah, kemudian menghancurkan Masjid Nabawi, kembali ke ngeri Yasrib dengan mengusir seluruh penduduknya. …. Sahabat-sahabat kami memilih bagi mereka sebanyak 12 imam, bilangan ini merepresentasikan keturunan Bani Israel. Mereka menamai diri mereka dengan madzhab Itsna Asyariyah dalam rangka mengharap berkah dari bilangan ini.Allohu A’lam.