" My Parent "
Tampilkan postingan dengan label Kemudahan di Bulan Shaum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kemudahan di Bulan Shaum. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 21 Mei 2011

Kemudahan Di Bulan Shaum

Umat Islam menjalankan ibadah shaum ramadhan dengan dalil :
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.(Q.S. 2:183)
Syaikh Ahmad Mustafa Al Maragi menjelaskan dalam Tafsir Al Maragi, bahwasanya ayat ini mengandung tiga perkara : (1) Mengukuhkan wajibnya ibadah puasa ; (2) memberikan dorongan untuk melaksanakannya ; (3) dan menghibur siapa-siapa yang melaksanakan perintah tersebut.
Ibadah puasa adalah ibadah fisik dan mental yang berat. Namun demikian, menurut Syaikh Ahmad Mustafa Al Maragi, jika suatu perkara berat diwajibkan dan dilaksanakan bersama-sama oleh orang banyak, biasanya justru akan lebih bersemangat dan mempermudah dalam pelaksanaannya.
Shaum dengan demikian mengandung dan banyak ditentukan pula oleh faktor kebersamaan kelompok. Sebagai gambaran misalnya : saat seluruh anggota keluarga melaksanakan ibadahshaum, para individu di dalamnya cenderung merasa mudah dan merasa tenteram ketika menjalankan shaum. Tapi disaat hanya sebagian atau salah seorang saja yang melaksanakan shaumdalam keluarga, tentu akan lebih berat bagi person yang ber-shaum tersebut untuk melaksanakan ibadahnya secara optimal.
Disitulah terkandung hikmah- meskipun kasatnya shaum itu dilaksanakan secara individual, namun perintah Allah bagi seluruh orang beriman untuk melakukan shaum dalam waktu bersamaan, nyata memberikan dukungan psikologis tak kecil bagi setiap yang melaksanakannya.
***
Karena hanya Allah Yang Maha Mengetahui kemampuan hamba-Nya, Dia memberikan pula kemudahan bagi kaum mu'minin yang diseru-Nya dalam ayat-ayat yang memerintahkan shaum, berupa keringanan untuk buka shaum sebelum adzan mahgribtiba, bahkan keringanan untuk tidak melakukan shaum,sekalipun diwajibkan membayar fidyah.
Kaum yang diberi kemudahan itu terbagi menjadi dua golongan, yaitu : (1) Mereka yang boleh tidak shaum ramadhan namun wajib meng-qadha-nya di bulan-bulan setelahnya ; (2) dan mereka yang diberi kelonggaran untuk tidak melakukan shaum dan tak wajib meng-qadha, namun wajib membayar fidyah(memberi makanan kepada fakir miskin).
Baik golongan pertama dan kedua itu telah dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Al Baihaqi dari Mu'adz bin Jabal r.a. yang berkata : �Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas Nabi untuk berpuasa, maka Dia menurunkan ayat ( dalam Q.S.2 : 183-184), maka pada saat itu barangsiapa mau puasa dan barangsiapa mau memberi makan seorang miskin, keduanya diterima. Kemudian Allah menurunkan ayat lain ( Q.S. 2 : 185), maka ditetapkanlah kewajiban puasa bagi setiap orang yang mukim dan sehat dan diberi rukhsah ( keringanan) untuk orang yang sakit dan bermusafir, serta ditetapkan cukup memberi makan orang miskin bagi orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu shaum."
Golongan pertama yang diberi kemudahan itu adalah : (1) Orang sakit yang masih punya harapan sembuh ; (2) dan orang yang bepergian (musafir).
Menurut Ustadz Abu Rasyid, ulama fiqh negara bagian Sabah, Malaysia, musafir yang merasa kuat boleh meneruskan puasa dalam safar-nya, namun yang merasa lemah dan berat lebih baik berbuka, dan makruh memaksakan diri untuk puasa. Pendapat tersebut selain dilandasi oleh hadits dari Mu'adz bin Jabal r.a. di atas, ia juga diperkuat oleh hadits dari Sa'id Al-Khudry r.a. di mana sahabat Nabi SAW itu mengatakan : �Pada suatu hari kami pergi berperang beserta Rasulullah SAW di bulan ramadhan. Diantara kami ada yang shaum dan diantara kami ada yang berbuka . Yang puasa tidak mencela yang berbuka, dan yang berbuka tidak mencela yang tetap shaum. Mereka berpendapat bahwa siapa yang mendapati dirinya ada kekuatan lalu puasa, hal itu adalah baik dan barangsiapa yang mendapati dirinya lemah lalu berbuka,maka hal ini juga baik."(H.R. Ahmad dan Muslim)
Ustadz Abu Rasyid mengemukakan pula golongan kedua yang diberi kemudahan untuk tidak melaksanakan shaum dan tak wajib meng-qadha, namun wajib membayar fidyah. Golongan kedua yang beliau kemukakan adalah : (1) Orang yang usianya sangat lanjut dan sangat lemah ; (2) ibu menyusui yang khawatir akan kesehatan anaknya (H.R. Abu Dawud) ; (3) ibu mengandung yang mengkhawatirkan kesehatan diri (H.R. Baihaqi) ; (4) orang yang sakit menahun dan harapan sembuhnya kecil ; (5) orang yang sehari-hari pekerjaannya berat dan tak memungkinkan bila dikerjakan sambil shaum, lagi belum mendapat pekerjaan lain yang lebih ringan dan memungkinkan dirinya shaum.
***
Tiap mu'min wajib mensyukuri kemudahan yang dikaruniakan Allah itu, dengan melaksanakan shaum dan mengisi momenramadhan dengan ikhtiar dan ibadah sebaik mungkin. Kemudahan tersebut jangan lantas membuat diri kita ter-sugesti, menganggap diri masuk salah satu golongan yang diberikan kemudahan itu, padahal sesungguhnya keadaan fisik siap untuk melaksanakan puasa. Tentu saja, selain mengetahui berbagai kemudahan itu, hendaknya diri kita mampu mengukur dan terbiasa jujur dalam menilai diri, demi paripurna dan suksesnya ibadah shaum kita di bulan ramadhan kali ini.
Kemudahan yang Allah berikan itu pun memberi hikmah tersendiri kepada penulis. Kemuliaan tak harus identik dengan berpayah-payah. Kemuliaan bahkan bisa diraih melalui sebuah proses 'yang mudah', alamiah, sesuai pandangan insan dan kemampuan manusiawi. Tak berlebihan bila penulis menyimpulkan syari'at Islam sebagai bukan sekadar 'ilmu prihatin', melainkan lebih tepat disebut sebagai 'ilmu selamat', bila menengok berbagai kemudahan yang Allah berikan dalam rangkaian ibadah ramadhan ini.