" My Parent "
Tampilkan postingan dengan label Ummul Mukminin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ummul Mukminin. Tampilkan semua postingan

Jumat, 07 Juni 2013

UMMUL MUKMININ

  UMMUL MUKMININ
                      
Ummul Mukminin adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada setiap istri Nabi Muhammad Rosulullah saw. Istilah tersebut berasal dari kata Arab ummu yang berarti ibu, dan al-mu`minin yang artinya orang-orang beriman.
Ummul Mukminin adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada setiap istri Nabi Muhammad Rosulullah saw. Istilah tersebut berasal dari kata Arab ummu yang berarti ibu, dan al-mu’minin yang artinya orang-orang beriman. Jadi ummul mukminin berarti ibu dari orang-orang yang beriman. Bentuk jamaknya, ummahat al-mu’minin.

Sebutan ummul mukminin ditetapkan oleh Allah SWT dalam Al- Qur’an. "Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. 33/Al- Ahzab: 6) Yang dimaksud "Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri" adalah orang-orang mukmin itu mencintai Nabi mereka, lebih dari mencintai diri mereka sendiri dalam segala urusan.

Gelar ummul mukminin itu menegaskan, bahwa para istri Nabi Muhammad Rosulullah saw. adalah para wanita yang terpilih dan dimuliakan oleh Allah SWT. Dan karena mereka ibu orang-orang beriman, maka tidak boleh dinikahi oleh siapapun setelah Nabi saw. wafat. "Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rosulullah dan tidak boleh (pula) menikahi istri-istrinya selama-lamanya setelah (Nabi ivafat). Sungguh, yang demikian itu sangat besar (dosanya) di sisi Allah." (QS. mi-Ahzab: 53)


Istri-Istri Nabi Muhammad SAW


Nabi Muhammad Rosulullah saw. menikahi 12 orang wanita. Tentu saja hal itu Nabi lakukan bukan untuk menyalurkan nafsu seks, sebab sepuluh di antara sebelas wanita itu Nabi nikahi ketika mereka sudah menjanda dan telah tua-renta. Jadi tujuan Nabi saw menikahi mereka adalah semata-mata untuk pengajaran. Yakni guna menyebarkan hukum-hukum Islam yang berkaitan erat dengan masalah kewanitaan, antara lain masalah haid atau menstruasi, nifas melahirkan, dan sebagainya. Dengan kata lain untuk mencetak guru- guru wanita dalam bidang hukum-hukum syara’ yang sangat dibutuhkan kaum wanita saat itu.

Mengapa? Karena pada masa itu wanita merasa malu bertanya langsung kepada Nabi Muhammad saw. tentang masalah kewanitaan dan keluarga. Selain itu, menikah sampai sebelas ini merupakan pengecualian bagi Rosulullah saw, sedangkan umatnya tidak diperbolehkan. Allah SWT berfirman, "Wahai Nabi, sungguh Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang engkau miliki, termasuk apa yang engkau peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu,dan (begitu pula) anak-anak wanita dari saudara pria bapakmu, anak-anak wanita dari saudara wanita bapakmu, anak-anak wanita dari saudara pria ibumu dan anak-anak wanita dari saudara wanita ibumu yang turut hijrah bersamamu, dan wanita mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi ingin menikahinya sebagai kekhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin.’’ (QS. 33/Al-Ahzab 50)

 
Khodijah binti Khuwailid
 
Ia seorang janda kaya-raya, dan terkenal berakhlak mulia. Pada masa jahiliyah (sebelum kedatangan Islam), ia mendapat gelar Ath-Thohiroh (yang bersih suci) Sebelumnya Khodijah sudah dua kali menikah. Pertama ia menikah ...
Dua belas istri Rosulullah saw. tersebut, ialah:
  Khodijah binti Khuwailid (Mekah, 556-619)

Ia seorang janda kaya-raya, dan terkenal berakhlak mulia. Pada masa jahiliyah (sebelum kedatangan Islam), ia mendapat gelar Ath-Thohiroh (yang bersih suci) Sebelumnya Khodijah sudah dua kali menikah. Pertama ia menikah dengan Abu Halal Annabbasy bin Zuroroh. Pernikahan mereka dikarunia seorang anak bernama Halal. Setelah Abu Halal meninggal, ia menikah dengan Atiq bin Abid al-Makhzumi. Sesudah suami keduanya meninggal, beberapa pemuka Suku Quraisy melamarnya, Namun Khodijah menolaknya dengan baik lantaran mereka hanya memandang kekayaannya dan kedudukannya sebagai wanita terpandang.

Setelah mengetahui ketampanan dan keagungan pribadi Nabi Muhammad saw, Khodijah menyatakan rasa kagum, cinta, dan melamarnya. Pernikahan mereka disaksikan oleh Abu Tholib dari pihak Muhammad saw. dan Umar bin Asad dari pihak Khodijah. Usia Khodijah kala itu 40 tahun, sedangkan Nabi saw. berumur 25 tahun. Perkawinan mereka berlangsung selama 25 tahun, dan dikaruniai tujuh anak: tiga putra (Al-Qosim, Abdullah, dan Thoyyib) yang meninggal dunia sewaktu masih kecil dan empat putri (Zainab, Ruqoyyah, Ummi Kaltsum, dan Fatimah).

Rosulullah saw. menegaskan bahwa Khodijah adalah wanita terbaik umat ini. Ali ra. menuturkan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Wanita dunia yang terbaik pada masanya ialah Maryam binti lmron. Dan perempuan terbaik umat ini adalah Khodijah’’. (HR. Bukhori) Gelar "wanita terbaik umat ini" yang Rosulullah saw. berikan kepada Khodijah tidaklah berlebihan. Mengapa?

Khodijah adalah wanita pertama yang beriman kepada Rosulullah, dan menyumbangkan harta kekayaannya untuk mensyiarkan Islam. Ia wafat pada usia enam puluh lima tahun, sebelum nabi saw hijrah. Ialah wanita yang paling dicintai oleh Nabi karena kemuliaannya, ketinggian akhlaknya, kesempurnaannya, dan orang pertama yang beriman kepadanya. Sedemikian besar cinta Nabi kepada Khodijah, hingga beliau berkata, "Sewaktu aku miskin, ia memberiku kekayaan. Kala orang-orang menganggapku gila, ia tetap percaya kepadaku". Karena itu selama beberapa tahun setelah kewafatan Khodijah, Nabi saw. tidak segera menikah lagi. Lebih dari itu di kemudian hari Nabi sering memuji keteladanan Khodijah di hadapan istri- istrinya yang lain.

Pujian Nabi Muhammad saw. terhadap Khodijah, pernah membuat Aisyah cemburu karenanya. ‘Aisyah ra. meng­ungkapkan, "Saya tidak pernah cemburu terhadap istri-istri Nabi saw. yang lain, kecuali terhadap Khodijah ra. Padahal saya tidak pernah berjumpa dengannya, tetapi karena Nabi sering menyebut- nyebutnya. Beliau juga sering menyembelih kambing kemudian memotongnya menjadi beberapa bagian, dan mengirimkannya kepada kenalan-kenalan Khodijah. Saya sering mengatakan kepada beliau: ’Seolah-olah di dunia ini tidak ada wanita selain Khodijah’. Maka beliau menjawab: Sesungguhnya Khodijah itu begini dan begitu. Juga hanya dengan dialah aku dikaruniai anak". (HR. Bukhori dan Muslim)

Saudah binti Zam'ah
 
Atas usulan Khoulah binti Hakim, sahabat Khodijah ra, Nabi Muhammad saw menikahinya. Warga Kota Mekkah saat itu tidak percaya saat mendengar kabar Rosulullah saw. melamar Saudah. Sebab selain dia seorang janda yang sudah...
Saudah binti Zam’ah
seorang janda dari Sakron bin `Amr bin Abdi Syams (menurut sumber lain, Sakron bin Umar al-Amiri). Mereka termasuk pasangan suami istri yang pertama beriman kepada risalah Nabi Muhammad saw dan turut hijrah ke Habasyah (Ethiopia). Ketika dalam perjalanan kembali ke Mekah, Sakron meninggal dunia.
Atas usulan Khoulah binti Hakim, sahabat Khodijah rav Nabi Muhammad saw. menikahinya. Warga Kota Mekkah saat itu tidak percaya saat mendengar kabar Rosulullah saw. melamar Saudah. Sebab selain dia seorang janda yang sudah tua (telah berusia 55 tahun), dia juga tidak seterhormat dan tidak secantik Khodijah. Bahkan beberapa buku menuliskan Saudah kala itu sudah gemuk hingga kesulitan berjalan, dan tidak ada lagi daya tariknya bagi seorang pria mana pun.
Saudah sendiri menyadari bahwa Rosulullah saw. menikahinya semata-mata karena belas kasihan atas penderitaannya. Sebab dia tidak mempunyai pekerjaan dan keluarga yang melindunginya dari tekanan kaum musyrik. Dan Nabi saw. juga seorang duda yang memerlukan pendamping untuk merawat putra-putrinya masih kecil-kecil. Karena itu Saudah berkata kepada Rosulullah saw., "Demi Allah, sebenarnya saya tidak ingin bersuami lagi. Saya bersedia menikah dengan engkau, karena saya ingin agar pada hari kiamat kelak, Allah SWT membangkitkan saya kembali sebagai istri engkau."
Saudah pun menyadari bahwa ia tidak bisa melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Karena itu Saudah menyatakan kepada Rosulullah saw. "Ya Rosulullah, kuberikan malam giliranku kepada `Aisyah, karena aku memang tidak menginginkan apa yang diinginkan oleh para istri engkau yang lain."
Sebagai ummul mukminin, Saudah terkenal banyak beribadah dan bersedekah. `Aisyah pun menyebutnya sebagai orang yang banyak jasa dan kebaikannya. Ia wafat pada masa Kekholifahan Umar bin Khoththob ra.

Aisyah binti Abu Bakar Ash-shiddiq
 
Khoulah binti Hakim juga yang mengusulkan agar Nabi Muhammad saw. berkenan menikahi Aisyah. Sebab kala itu ia masih melihat kesedihan beliau karena wafatnya Khodijah ra. Jadi pertimbangannya supaya terbangun suasana baru dalam kehidupan.
Aisyah binti Abu Bakar Ash-shiddiq (Mekah 614 - Madinah 678)

Putri Abu Bakar Ash-shiddiq. Ialah satu-satunya wanita yang masih gadis ketika dinikahi oleh Nabi saw. Sebelum menjadi istri Rosulullah saw., ia pernah dilamar oleh al-Mut’im bin Adi untuk dijodohkan dengan anaknya bernama Jubair yang saat itu masih kafir. Tentu saja Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. menolaknya.

Khoulah binti Hakim juga yang mengusulkan agar Nabi Muhammad saw. berkenan menikahi Aisyah. Sebab kala itu ia masih melihat kesedihan beliau karena wafatnya Khodijah ra. Jadi pertimbangannya supaya terbangun suasana baru dalam rumah tangga beliau. Selain itu untuk memberikan perlindungan kepada Aisyah. Rosulullah saw. menerima usul tersebut, dan Abu Bakar ra. menyetujuinya. Dengan pernikahan tersebut, maka Aisyah pun menjadi ummul mukminin.

Aisyah ra. terkenal cerdas, dan kuat ingatannya. Maka tidaklah mengherankan jika banyak sahabat yang menanyakan hukum-hukum Islam kepadanya. Sedemikian luas dan men­dalam pengetahuan agamanya serta begitu hebat hafalan Aisyah, hingga Nabi Muhammad saw pernah bersabda, "Ambillah sebagian dari agamamu dari si wanita merah (panggilan sayang Nabi bagi Aisyah)." Ia mendapat julukan wanita merah, karena kulitnya kemerah-merahan.

Aisyah tidak hanya menjadi guru agama bagi kaum wanita, melainkan juga bagi para sahabat. Hal ini dikuatkan dengan pengakuan sebagian sahabat, antara lain dikemukakan oleh Abu Musa ra. "Apabila kami, para sahabat mengalami kesulitan untuk memecahkan suatu masalah, maka kami menanyakannya kepada Aisyah."

Bukan itu saja, ’Aisyah juga terkenal sangat dermawan. Diceritakan bahwa ia pernah mendapatkan uang sebesar 100.000 dirham. Lalu ia menyuruh pembantunya membagi-bagikan uang tersebut, hingga tak tersisa satu dirham pun. Padahal kala itu ia tidak ada persediaan yang layak untuk sekadar berbuka puasa.

Sedemikian sayang Nabi Muhammad saw. kepada ’Aisyah, hingga para istri nabi yang lain cemburu kepadanya. Menanggapi hal ini, Nabi saw. bersabda, "Jangan ganggu aku mengenai ’Aisyah, karena demi Allah tidaklah turun wahyu kepadaku dalam selimut seorang wanita di antara kalian, melainkan ketika aku bersama dia."

Hafshoh binti 'Umar ra.
 
Setelah Hafshoh menjanda, Umar ra. sering duduk menyendiri dirundung sedih melihat nasib putrinya yang baru berusia delapan belas tahun. Lalu terpikir olehnya untuk menjodohkannya dengan temannya sendiri dan sahabat utama,
Hafshoh binti ’Umar ra.

Ia seorang janda dari Khunais bin Hudzafah bin Qois bin ’Adiy as-Sahmiy al-Qurosyiy, seorang yang turut hijrah ke Habasyah (Ethiopia), dan berjasa dalam Perang Uhud.

Setelah Hafshoh menjanda, Umar ra. sering duduk menyen­diri dirundung sedih melihat nasib putrinya yang baru berusia delapan belas tahun. Lalu terpikir olehnya untuk menjodoh­kannya dengan temannya sendiri dan sahabat utama, yaitu Abu Bakar ra. Baginya perbedaan usia yang jauh antara Hafshoh dan Abu Bakar bukanlah masalah, karena bukan suatu hal yang aneh dalam masyarakat Arab kala itu. Tetapi beberapa kali usaha Umar mengarahkan pembicaraan agar Abu Bakar mau memperistri Hafshoh, tidak mendapat tanggapan. Akhirnya ia menawarkan putrinya kepada Utsman bin Affan ra. yang belum lama menduda, namun akhirnya mendapat jawaban, "Untuk saat ini saya belum ingin beristri."

Habislah kesabaran Umar ra. Lalu ia mengadukan keke­cewaannya atas penolakan kedua sahabat itu kepada Nabi Muhammad saw. Menanggapi hal itu, beliau bersabda, "Hafshoh akan mempunyai suami yang lebih baik daripada Abu Bakar, dan Utsman akan mempunyai istri yang lebih baik daripada Hafshoh." Jawaban Nabi saw. itu semakin membuat bingung Umar ra. Dalam hati ia bertanya-tanya, "Adakah seorang pria yang lebih baik dari Abu Bakar dan Utsman?" Akhirnya ia bisa menebak, bahwa pria yang lebih baik dari keduanya tidak lain adalah Nabi Muhammad saw. sendiri. Maka bergembiralah dia,

Beberapa waktu kemudian, dilangsungkanlah pernikahan Nabi Muhammad Rosulullah saw. dengan Hafshoh binti Umar. Beliau menikahinya karena dua alasan. Pertama, karena rasa tanggung jawab untuk melindungi dan menghiburnya setelah kehilangan suami yang telah syahid ketika membela agama Al­lah SWT. Kedua karena kecintaan beliau kepada Umar ra., ayah Hafshoh.

Suatu hari karena masalah akibat kecemburuan Hafshoh kepada Aisyah, Umar ra. menasehatinya, "Wahai anakku, janganlah engkau iri hati kepada wanita yang bangga karena kecantikannya dan karena kecintaan Rosulullah saw. kepadanya Demi Allah engkau tentu tahu bahwa Rosulullah tidak mencintaimu, dan kalau bukan karena aku tentu engkau sudah dicerai." Umar ra juga pernah berkata kepada Hafshoh, "Wahai anakku, sadarilah apa arti dirimu dibandingkan dengan Aisyah, dan apalah arti ayahmu dibandingkan dengan Abu Bakar?"

Hafshoh adalah ummul mukminin yang turut berjasa menyimpan mushof Al-Qur’an yang dihimpun dan dititipkan kepadanya oleh Kholifah Abu Bakar ra. Hafshoh juga telah meriwayatkan beberapa hadits.


Zainab binti Khuzaimah
 
Sedikit sekali sumber yang mengungkapkan kehidupan Zainab binti Khuzaimah selama menjadi istri Muhammad Rosulullah saw. Barangkali karena smgkatnya usia pernikahan tersebut. Konon dia mendampingi Nabi saw.
Zainab binti Khuzaimah

Zainab binti Khuzaimah bin Al-Harits bin Abdullah bin Amr bin Abdi Manaf bin Hilal bin Amir bin Sho’sho’ah. Suami Zainab yang pertama bernama Thufail bin A]-Harits. Setelah diceraikan, dia dinikahi oleh iparnya bernama Ubaidah bin Harits bin Abdul Mutholib. Suami keduanya itu syahid dalam Perang Badar. Lalu Rosulullah saw. menikahinya pada bulan Romadhon tahun ke-4 Hijriyah (sumber lain menyatakan tahun ke-3).

Sedikit sekali sumber yang mengungkapkan kehidupan Zainab binti Khuzaimah selama menjadi istri Muhammad Rosulullah saw. Barangkali karena smgkatnya usia pernikahan tersebut. Konon dia mendampingi Nabi saw. hanya selama tiga bulan, kemudian wafat akibat penyakit yang dideritanya. Sumber lain menyatakan pernikahan ketiganya itu berlangsung selama delapan bulan. Tetapi dalam satu hal para ulama sepakat, bahwa Zainab binti Khuzaimah mendapat gelar Ummul Masakin (ibu orang-orang miskin) karena kasih sayangnya kepada orang- orang miskin.

Ummu Salamah
 
Dalam Perang Uhud, Abu Salamah menderita cukup parah, dan beberapa waktu kemudian beliau wafat. Setelah mengucap istrinya’ Ummu Salamah berdoa, "Ya Allah berilah balasan kebaikan untukku dalam musibahku ini,
Ummu Salamah

Ummu Salamah (Hindun binti Abi Umayyah bin Mughiroh bin Abdullah bin Amr bin Mahzum). Ia dan suaminya, Abdullah bin Asad bin Mughiroh (kemudian terkenal dengan sebutan Abu Salamah), termasuk suami istri yang pertama-tama masuk islam (as-Sabiqun al-awwalun). Mereka berdua turut hijrah ke Habasyah (Ethiopia), dan melahirkan buah cinta yang pertama, bayi lelaki yang diberi nama Salamah (artinya: Selamat). Merela pun turut serta hijrah ke Madinah. Di sana mereka dikarunia tiga anak lagi, ialah Umar, Ruqoyyah, dan Zainab.

Dalam Perang Uhud, Abu Salamah menderita cukup parah, dan beberapa waktu kemudian beliau wafat. Setelah mengucap istirja’ Ummu Salamah berdoa, "Ya Allah berilah balasan kebaikan untukku dalam musibahku ini, dan gantilah bagiku dalam musibah ini, sesuatu yang lebih baik darinya."

Hidup menjanda dengan empat orang anak, tentu tidaklah mudah. Tetapi ketika Nabi Muhammad saw melamarnya, Ummu K Salamah tidak menerimanya begitu saja. Dengan jujur dia berkata: "Aku wanita tua yang sudah tidak pantas dinikahi, dan tidak mungkin bisa punya anak. Selain itu aku orang miskin yang punya tanggungan (menafkahi anak-anak), dan wanita yang sangat pencemburu." Mendengar pengakuannya, Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Aku lebih tua darimu. Masalah nafkah kita serahkan kepada Allah SWT. Tentang kecemburuanmu, aku berdoa kepada Allah agar dihilangkan darimu"

Jelaslah, bahwa perkawinan Nabi hanyalah untuk melindungi para janda dan memperkuat barisan wanita Islam.