Katakan Insya Allah
"Walaa taquulanna li syain innii faa�ilun dzaalika ghodan illa an yasyaa�allah" ;"Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi", kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah�" (Q.S : Al Kahfi : 23-24).
Dalam Tafsir Al Qur�an Al �Adzhim karya Ibnu Katsir Ad-Dimasqy, beliau menyebutkan bahwa asbabun nuzul dari ayat ini adalah terkait dengan kisah sebagai berikut :
Syahdan, suatu hari Rasulullah SAW ditanya oleh salah seorang sahabat tentang kisah ashabul kahfi. Diantara pertanyaannya adalah : berapa tahun ashabul kahfi berlindung dan menghabiskan masa tidurnya dalam gua al-kahfi ? Dan berapa jumlah anggota yang tergabung dalam ashabul kahfi ketika itu, lima orang dengan seekor anjingnya atau tujuh beserta anjingnya?
Rasulullah SAW saat itu tak sanggup memberi jawaban pasti. Lantas, beliau berkata kepada sahabat yang bertanya : "Jawabannya akan kuberikan besok. " Biasanya pada saat-saat seperti demikian, keesokannya turun wahyu sebagai jawaban.
Keesokan harinya, fajar telah menyingsing menyambut mentari terbit di ufuk timur. Sang surya terus menyemai panas diatas kepala sehingga dzuhur. Namun, wahyu dari Sang Khaliq tak kunjung turun memberikan jawab. Akhirnya sore semakin tinggi.Senjapun memerah mengantar kegelapan malam.
Berhari-hari Rasulullah SAW menantikan wahyu itu. Lewat lima belas hari turunlah wahyu. Wahyu sebagai jawaban disertai teguran dalam ayat : �Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu : � Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut) �Insya Allah.� ( Al Qur'an surat Al Kahfi : 23-24).
Sejak saat itu, Rasulullah SAW tak pernah alpa menyebut : "Insya Allah", setiap kali menjanjikan pada ummatnya untuk hal-hal yang akan beliau ucapkan dan lakukan. Sebagaimana sebuah hadits shahih dari Abdullah ibn �Amru berkata , Rasulullah SAW pernah berujar saat singgah di Thaif bersama para sahabatnya: "Innaa qaafiluuna ghodan Insya Allah" ; "Besok kita akan berangkat melanjutkan perjalanan, Insya Allah."(HR.Bukhari/Muslim).
Inilah sebuah petunjuk mulia dari Allah pada rasul-rasul-Nya. Bahwa kedudukan Muhammad sebagai rasul-Nya tidak lantas menjadikan dirinya dengan mudah memastikan kehendakNya. Adalah sebuah adab hamba kepada Tuhannya, jika dia sudah bertekad untuk mengerjakan suatu hal pada waktu mendatang, dia tetap menyandarkan segalanya pada kehendak Allah semata (masyi�atillah), Yang Maha Mengetahui semua yang ghaib, Yang Mengetahui apa yang tidak akan terjadi dan apa yang akan terjadi, dan Yang Mengetahui pula bagaimana sesuatu itu dapat terjadi. Wallahu A�lam bishawab.