Apabila kita bertemu atau akan berpisah dengan sesama
muslim, diwajibkan mengucapkan salam yang telah diajarkan dalam Islam. Yakni Assalamu`alaikum wa rohmatullahi zoa
barakatuh (Semoga Allah melimpahkan keselamatan, rahmat, dan
barokah kepadamu). Muhammad Rosulullah saw. bersabda:
"Jika salah seorang di antara kalian
bertemu dengan saudaranya, maka hendaklah dia mengucapkan salam. Jika keduanya
dipisahkan oleh pohon, dinding, atau batu, lalu bertemu kembali, maka hendaklah
dia mengucapkan salam lagi." (HR. Abu Dawud
dari Abu Huroiroh ra.)
Oleh karena "salam" dalam Islam ini mengandung
doa, maka tidak hanya sekedar untuk bertegur sapa, melainkan juga:
-
suatu ajakan bersahabat antarumat Islam.
-
mempererat tali ukhuwah Islamiyah karena saling
mendoakan.
-
menegakkan syi`ar agama Allah SWT
Menyebarkan salam salah satu cara menggalang persatuan,
dan dapat mengantarkan pelakunya ke surga. Abu Huroiroh ra. mengabarkan, Rosulullah saw. bersabda:
"Kalian tidak akan masuk surga sehingga
kalian beriman, dan kalian tidak beriman sehingga kalian saling mencintai.
Tidakkah kalian mau aku tunjukkan sesuatu yang apabila kalian kerjakan akan
menjadikan kalian saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di antara kalian." (HR. Muslim)
Anjuran
mengucapkan salam ini tidak terbatas pada orang yang kita kenal saja. Kepada
orang lain yang belum kita kenal sekalipun, asalkan dia muslim idealnya kita
mengucapkan salam juga. Abdullah bin ’Amru bin Al-’Ash ra.
menceritakan bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Rosulullah saw.
"Bagaimanakah Islam yang baik itu, ya
Rosulullah?" Beliau bersabda,
"Berilah makan kepada orang yang
memerlukannya, dan ucapkanlah salam baik kepada orang yang sudah engkau kenal
maupun orang yang belum engkau kenal" (HR. Muttafaqun ’Alaih)
Ucapan
salam juga boleh kita sampaikan kepada lawan jenis, sekalipun bukan muhrim. Hal
ini pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Asma’ binti Yazid
ra. mengatakan:
"Rosulullah saw. pernah
berjalan melewati kami dan melihat sekelompok wanita sedang duduk-duduk, maka
beliau mengucapkan salam kepada kami." (HR. Abu Dawud). Bahkan janganlah kita enggan mengucapkan salam kepada
anak-anak sekalipun. Sebab mereka juga berhak mendapat penghormatan. Anas
bin Malik ra. menuturkan, Rosulullah saw. bertemu dengan beberapa anak, lalu
beliau memberi salam kepada mereka. (HR. Muslim)
Siapakah yang wajib mengucapkan salam lebih dulu? Abu Huroiroh ra. mengutarakan, Rosulullah saw.
bersabda:
"Orang yang naik kendaraan memberikan salam kepada orang yang
berjalan kaki, sedangkan orang yang berjalan memberikan salam kepada orang yang
duduk, dan yang sedikit jumlahnya memberikan salam kepada yang lebih
banyak." (Muttafaqun ’Alaih). Namun dalam prakteknya tidak
harus demikian. Sebab adakalanya yang berkendaraan lupa untuk mengucapkan salam
lebih dulu kepada yang berjalan kaki. Jadi menurut kami, siapa yang teringat
anjuran menyebarkan salam, sebaiknya dialah yang mengucapkan salam lebih dulu.
Orang yang mengucapkan salam lebih dulu termasuk orang
yang baik keislamannya. Abu Umamah
Sudhiy bin ’Ajlan Al-Bahili ra.,mengatakan:
"Sesungguhnya sebaik-baik
manusia menurut Allah adalah orang yang memulai’mengucapkan salam." (HR. Abu Dawud). Orang yang memberi salam lebih dulu dikatakan
lebih baik, karena bisa dipastikan hatinya tidak punya prasangka apa-apa kepada
orang lain. Dan salam yang dia ucapkan tentunya bertujuan untuk menjalin
hubungan yang lebih baik. Orang yang mengucap salam lebih dulu lebih dicintai
Allah SWT.
Ibnu Umar ra. mengatakan, Rosulullah saw. bersabda:
"Apabila dua orang muslim bertemu lantas salah satunya memberi salam
kepada yang lain, maka yang mendahului mengucapkan salam lebih dicintai Allah SWT dan wajahnya lebih
berseri-seri dari temannya itu. Apabila keduanya berjabat tangan, maka Allah
akan menurunkan seratus rahmat kepada keduanya, (dengan ketentuan) bagi yang
memulainya mendapat 90 rahmat dan yang diajak berjabat tangan mendapat 10
rahmat." (HR. Tirmidzi)
Semakin
lengkap kalimat salam yang kita ucapkan, semakin besar pahalanya. Imron
bin Husein ra. mengisahkan, ada seorang lelaki datang kepada Rosulullah saw. dengan
mengucap, "Assalamu’alaikum." Setelah menjawabnya, beliau bersabda:
"Sepuluh." Kemudian datang lagi orang lainnya dengan mengucap salam, "Assalamu’alaikum m
rohmatullaahi." Sesudah menjawabnya, Rosulullah saw. berkata, "Dua
puluh." Selang beberapa waktu kemudian, datang orang yang lain lagi seraya
mengucapkan salam, "Assalamu’alaikum wa rohmatullaahi m barokatuh."
Setelah menjawabnya, Rosulullah saw berkomentar, ’Tiga puluh." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi). Hadits ini
menegaskan kepada kita, bahwa setiap perbuatan baik seperti mengucapkan salam,
selalu ada pahalanya. Besar kecilnya pahala yang kita peroleh, tergantung dari
seberapa sempurna kita mengerjakannya. Jadi semakin lengkap salam yang kita
ucapkan, semakin besar pahala yang kita peroleh.
Orang yang mendapat ucapan salam, juga wajib
menjawabnya. Apabila orang yang diberi salam itu sendirian, maka ia harus
langsung menjawabnya. Jika yang diberi salam itu banyak, kewajiban menjawabnya
adalah fardhu kifayah. Yakni cukuplah salah seorang atau beberapa orang di
antara mereka yang menjawabnya. Ali ra.
menuturkan, Rosulullah saw. bersabda:
"Apabila ada sejumlah jamaah lewat,
cukuplah salah seorang di antara mereka yang memberi salam. Demikian
juga orang-orang yang diberi salam, cukup salah seorang di antannya yang
menjawab." (HR. Abu Dawud)
Dalam menjawab salam juga disunnahkan
secara lengkap. Keutamaan menjawab salam secara lengkap ditegaskan juga oleh
Allah SWT.
"Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam)
penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah
(penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan
segala sesuatu.’’ (QS. 4/An-Nisa’: 86)
Kini sudah saatnya kita menyebarkan salam
sebagaimana yang dianjurkan oleh panutan kita Muhammad Rosulullah saw. Bukankah melaksanakan
sunnahnya memperoleh imbalan pahala? Jadi mari kita membiasakan mengucapkan
salam mulai dari sekarang. Setidaknya dalam keluarga kita sendiri, ketika mau
berangkat dan mau masuk rumah. Anas bin Malik ra.
memberitahukan, R osulullah saw. pernah bersabda kepadanya:
’’wahai anakku, jika kamu masuk ke keluargamu, maka ucapkanlah salam, niscaya
akan menjadi berkah bagi kamu dan
keluargamu." (HR. Tirmidzi) Sebab kebiasaan baik ini jika
diikuti oleh anak-anak, mendatangkan pahala bagi kita.
Mendoakan Orang Bersin
Ingatkah saudara sewaktu terserang flu.
Saluran pernafasan kita tersumbat, dan terasa sangat tidak nyaman. Ketika
bersin, kita merasakan sesuatu melegakan. Itulah salah satu nikmat yang
dikaruniakan Allah SWT kepada kita semua. Untuk itu segeralah membaca tahmid.
Bagi orang yang membaca tahmid atau hamdalah: "Alhamdulillahi
robbil ’alamiin" setelah bersin, bukan saja mendapatkan pahala
karena bersyukur kepada-Nya, tetapi juga berhak memperoleh bacaan tasymid: Yarchamukallaah
(semoga Allah memberimu rahmat) dari orang yang mendengarnya.
Anas bin Malik ra.
menceritakan, dua orang laki-laki bersin dekat Nabi Muhammad saw. Lalu yang satu ditasymitkan oleh beliau,
sedangkan yang satu lagi tidak. Maka bertanyalah orang yang tidak ditasymitkan beliau. "Si Fulan bersin engkau tasymitkan, tetapi aku
bersin tidak anda tasymitkan. Mengapa begitu, ya Rosulullah?" Beliau menjawab, "Yang ini sesudah bersin memuji Allah
(mengucap tahmid), sedangkan kamu tidak." (HR. Muslim) Jelaslah bahwa jika kita mendengar
orang bersin lalu ia membaca tahmid, maka kita sunnah mendoakannya.
Orang yang bersin sewaktu sholat juga sangat
baik jika membaca tahmid. Dan itu tidak membatalkan sholat, karena yang menganjurkan
adalah Muhammad Rasulullah Saw. Rifa’a bin Rofi’ mengisahkan,
"Aku pernah sholat di belakang Rosulullah saw. Lalu aku bersin, maka aku membaca Alchamdulillaah chamdan
katsiiron thoyyibam mubaarokan fiyh. Kamaa yuchibbu robbunaa wa yardhoo (Segala puji bagi Allah, pujian yang banyak, yang baik
dan yang berkah, sebagaimana Tuhan kami senang dan rela). Tatkala usai sholat, masih menurut
Rifa’a bin Rofi’, Nabi Muhammad saw.
bertanya: "Siapakah
yang berbicara dalam sholat tadi?" Para sahabat terdiam. Beliau kemudian
bertanya sekali lagi, dan tak ada yang menjawab. Ketika beliau bertanya ketiga
kalinya, barulah Rifa’a menjawab: "Saya,ya Rosulullah." Beliau
bersabda: "Demi dzat yang diriku dalam kekuasaan- Nya, sungguh ada antara
tiga puluh atau lebih malaikat yang cepat- cepat membawanya ke atas langit
(menuliskannya)." (HR. Nasai
dan Tirmidzi)
Memenuhi Undangan
Untuk merayakan keberhasilan, khitanan,
atau pernikahan, biasanya diadakan selamatan. Dan jika kita diundang, maka
dianjurkan menghadirinya. Abdullah bin Umar ra.
memberitahukan, Muhammad
Rosulullah saw. bersabda, "Penuhilah suatu undangan apabila kamu memang
diundang untuk menghadirinya." (HR. Muslim) Kata Nafi’, ’Abdullah bin Umar memang
senantiasa menghadiri setiap undangan, baik undangan pesta perkawinan atau
bukan. Bahkan sekalipun dia sedang puasa.
Dalam mengadakan selamatan yang harus
diperhatikan oleh tuan rumah, adalah mengutamakan mengundang fakir-miskin. Abu Huroiroh ra. mengabarkan, Muhammad
Rosulullah saw. bersabda, "Seburuk-buruk makanan adalah makanan pesta, dimana
orang yang seharusnya datang (yakni para fakir miskin) tidak diundang. Sebaliknya
orang-orang yang enggan datang (yakni orang-orang kaya) malah diundang. Dan
siapa yang tidak memenuhi suatu undangan, dia durhaka kepada Allah dan Rosul-Nya." (HR. Muslim) Kalau kita
diundang menghadiri Walimah, namun tidak
memenuhinya berarti mendurhakai Allah dan Rosul-Nya.
Lalu bagaimana jika dalam waktu yang
bersamaan ada dua undangan walimah? Maka kita harus menghadiri yang paling dekat dengan rumah kita.
Humaid bin
Abdurrohman Humairi mendengar dari seorang sahabat, bahwa Muhammad
Rosulullah saw. bersabda, "Apabila ada dua undangan yang bersamaan,
maka penuhilah yang paling dekat pintunya. Sebab yang paling
dekat pintunya itulah tetangga terdekat. Lalu jib salah
satu dari kedua undangan itu dating
lebih dulu, maka penuhilah yang lebih dulu." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Adakalanya kita enggan
menghadiri undangan
sendirian. Karena belum banyak kenal, misalnya. Nah kalau kita mengajak teman,
haruslah seizin tuan rumah, apakah teman kita boleh masuk atau tidak. Jika tidak
boleh masuk, namun kita tetap membawanya masuk, maka hidangan yang dimakan oleh
teman kita itu terhitung haram. Kita juga mendapatkan bagian dosanya, karena
seakan kita ikut mendukung tindakannya. Abu Huroiroh ra. memaparkan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda,
"Apabila salah seorang di antara kalian diundang k walimah, lalu datang
membawa teman, maka harus mendapat izin dari yang mengundang." (HR. Abu Dawud)
Menjenguk Orang Sakit
Menjenguk orang sakit dapat mengantarkan kita ke surga. Abu
Huroiroh ra. memberitakan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Barang
siapa menjenguk orang yang sakit, maka akan terdengarlah seruan dari
langit:’.
Abu Musa ra. berkata, Muhammad Rosulullah
saw. bersabda,
"Tengoklah orang yang sakit, berilah makan orang yang lapar, dan tolonglah
orang yang menderita." (HR. Bukhori)
Menjenguk orang sakit dapat
mengantarkan kita ke surga. Abu Huroiroh ra. memberitakan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda,
"Barang siapa menjenguk orang yang sakit, maka akan terdengarlah seruan
dari langit:’Baik sekali perbuatanmu. Baik sekali lunjunganmu. Engkau telah
menyediakan suatu tempat tinggal di dalam surga. " (HR. Ibnu Majah)
Kepada orang yang sudah sakit parah atau sudah mendekati ajal,
penjenguk berkewajiban melakukan, tiga hal:
-
Menghadapkan ke Kiblat. Abu Qotadah ra. menceritakan, bahwa ketika sampai di Madinah Nabi Muhammad saw. menanyakan seseorang
yang bernama Al-Baro bin Ma’ruf Lalu seseorang menjawab, "Dia sudah
meninggal dan mewasiatkan sepertiga hartanya untuk engkau, dan mewasiatkan pula
agar ia dihadapkan ke kiblat apabila sakit parah." Rosulullah saw. bersabda,
"Perdapatnya benar." (HR. Hakim dan
Baihaqi)
- Mengajarkan membaca kalimat tauhid. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Kepada orang yang sakit parah, ajarkanlah olehmu
membaca-kalimat Laa ilaaha illallaah." (HR. Muslim dari Abu Huroiroh ra)
- Bacakanlah surat Yasin. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Bacakanlah olehmu orang yang sakit
parah surat Yasin." (HR. Abu Dawud dan Nasai dari Ma’qol bin Yasar ra.)
Mengurus Mayat
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah mengurus mayat, termasuk didalamnya adalah memandikan
mayat..
Air untuk memandikan mayat sebaiknya dingin, kecuali udara
sangat dingin atau terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, boleh
memakai air hangat. Jika mayatnya seorang pria, maka yang memandikannya
haruslah orang-orang pria...
Apabila
si sakit telah meninggal dunia, maka:
-
Pejankamlah matanya, dan mohonkanlah ampun kepada Allah SWT. Muhammad
Rosulullah saw. bersabda, "Apabila
kamu menghadapi orang mati, maka pejamkanlah matanya, karena sesungguhnya mata
mengikuti ruh. Dan ucapkanlah yang baik-baik (mendoakannya). Sungguh si mayat
dipercayai menurut apa yang diucapkan oleh ahlinya." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dari Syadda
bin Aus ra.)
-
Tutuplah
seluruh badannya dengan kain sebagai penghormatan dan agar tidak kelihatan
auratnya. ’Aisyah ra. menuturkan,
"Sungguh ketika Rosulullah saw. wafat ditutup dengan kain." (HR. Bukhori Muslim)
-
Orang-orang
yang sangat menyayanginya boleh berduka cita atas kematiannya, dan tidak
dilarang menciumnya. ’Aisyah ra. mengungkapkan, "Rosulullah saw. telah mencium Utsman bin
Mazh’un ketika dia meninggal dunia, sehingga air mata tampak mengalir di wajah
beliau." (HR. Ahmad, dan
Tirmidzi)
- Keluarga
si mayat hendaklah segera melunasi hutang-hutangnya jika ada, baik dari harta
peninggalannya maupun dari sumbangan. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Diri orang mukmin itu tergantung
(tidak sampai ke hadirat Allah) karena utangnya, sampai dibayar lebih dulu utangnya (oleh keluarganya).’’ (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Abu
Huroiroh)
Apabila seorang muslim meninggal dunia, ada empat
perkara fardhu kifayah yang harus dilakukan oleh orang-orang muslim lainnya.
1. Memandikan, dengan syarat si mayat Islam, didapati
tubuhnya, dan bukan mati syahid, yakni mati dalam menegakkan agama Allah.
Berikut tatacara memandikan mayat:
-
di
tempat tertutup;
-
mayat
diletakkan di tempat yang tinggi seperti dipan;
-
dipakaian
kain basahan seperti sarung agar auratnya tidak terbuka;
-
mayat
didudukkan dan disandarkan pada sesuatu, lantas disapu perutnya sambil ditekan
pelan agar keluar semua kotorannya, lantas dicebokkan dengan tangan kiri
memakai sarung tangan. Dalam hal ini boleh memakai wangi-wangian agar tidak
terganggu bau kotoran mayat;
- lalu
ganti sarung tangan dan bersihkan mulut dan giginya;
-
bersihkan semua kotoran dan najis;
-
mewudhukan,
kemudian basuhlah seluruh badannya sebanyak tiga sampai lima kali.
Air
untuk memandikan mayat sebaiknya dingin, kecuali udara sangat dingin atau
terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, boleh memakai air hangat. Jika
mayatnya seorang pria, maka yang memandikannya haruslah orang-orang pria
kecuali wanita muhrim atau istrinya. Begitu juga sebaliknya.
Orang yang
memandikan mayat hendaklah menutupi aib si mayat.
Muhammad
Rosulullah saw. bersabda, "Barang siapa memandikan mayat, dan tidak
menceritakannya pada orang lain apa- apa yang dilihat pada mayat itu, bersihlah
ia dari dosanya seperti keadaannya sewaktu dilahirkan. Yang mengepalai
(memandikan) hendaknya keluarga terdekat mayat jika pandai memandikan. Apabila
tidak maka siapa saja yang dipandang berhak karena waro’nya atau karena
amanahnya." (HR. Ahmad)
2. Mengkafani
mayat. Pembelian kain kafan diambilkan dari uang mayat sendiri. Jika tidak ada,
maka orang yang selama ini menghidupinya
yang membelikannya. Apabila tidak mampu, diambilkan dari Baitul Mal atau wajib
bagi orang muslim yang mampu membelikannya.
Kain
kafan minimal satu lapis. Tetapi bagi mayat pria sebaiknya tiga lapis dan mayat
wanita lima lapis.
Abu Salamah ra.
menceritakan, bahwa ia pernah bertanya kepada ’Aisyah ra. "Berapa lapiskah kain
kafan Rosulullah saw.?" ’Aisyah
menjawab, "Tiga lapis kain katun putih".
(HR. Muslim)
3. Mensholati
mayat.
Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Sholatkanlah olehmu orang-orang yang telah
mati." (HR. Ibnu Majah)
"Sholatilah
olehmu orang-orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah." HR. Daruquthni) Jelaslah bahwa orang
yang telah murtad tidak perlu disholati.
Untuk
disholati keadaan mayat haruslah:
-
suci
badan, tempat, dan pakaian serta menghadap kiblat;
-
setelah
mayat dimandikan dan dikafani;
-
letak
mayat di depan orang yang mensholati.
4. Menguburkan
mayat. Dalam hal ini ada beberapa hadits yang perlu diperhatikan.
-
Anjuran
segera menguburkan. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Segerakanlah menguburkan jenazah. Jika
dia (jenazah itu) orang baik, berarti kalian segera mengantarkannya kepada
kebaikan. Apabila dia orang jahat, berarti kalian segera menghindarkan bencana
terhadap diri kalian’’. (HR. Muslim
dari Abu Huroiroh ra)
-
Anjuran
meluaskan lubang kubur. Nabi Muhammad saw. pernah turut
memakamkan mayat, lalu beliau bersabda, "Luaskanlah pada bagian kepala,
dan luaskan juga pada bagian kakinya. Ada beberapa kurma baginya di
surga". (HR. Ahmad dan Abu
Dawud)
- Boleh menguburkan dua tiga mayat dalam satu
lubang kubur. Hal itu dilakukan oleh para sahabat sewaktu usai Perang Uhud.
Kala itu Muhammad Rosulullah saw. menyarankan agar memperdalam kuburan dan
membaguskannya, lalu mendahulukan orang yang paling banyak hafal Al-Qur’an.
(HR. Nasai dan Tirmidzi)
- Bacaan
meletakkan mayat dalam kubur. Ibnu Umar ra. mengabarkan, bahwa
Rosulullah saw. apabila meletakkan mayat dalam kubur membaca: "Bismillaah wa ’alaa millati
Rosulillaah (Dengan nama Allah dan nama agama Rosulullah) Dalam
riwayat lain ditambahkan bacaan:
"Wa ’alaa sunnati Rosulillah (Dan atas nama sunnah Rosulullah)". (HR. Lima ahli hadits, kecuali Nasai)
- Orang
yang habis hubungan suami istri dilarang masuk liang kubur. Anas ra.
menceritakan, ketika Ruqoyah akan dimakamkan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda:
"Tidak boleh masuk kubur laki-laki yang tadi malam menggauli
istrinya". (HR. Ahmad)
- Larangan
memperindah kuburan, Jabir ra. menerangkan, "Rosulullah saw.
melarang mengecat kuburan, duduk, dan membuat bangunan di atasnya". (HR. Muslim)
- Boleh
memindahkan kuburan. Jabir ra. memberitakan, "Rosulullah saw.
pernah menyuruh para sahabat agar para korban Perang Uhud dipindahkan ke tempat
mereka gugur, padahal mereka telah dipindahkan ke Madinah". (HR. Lima ahli hadits)
Ta`ziah
Ta’ziah atau melawat adalah berkunjung ke
rumah orang yang sedang tertimpa musibah kematian, untuk menghiburnya. Dalam
hal ini kita dianjurkan menguatkan mental
mereka dan menasehatinya agar mereka tetap bersabar.
Selain itu kita dianjurkan memberikan sumbangan baik berupa uang maupun
makanan. Sebab keluarga yang tertimpa musibah sibuk dengan kesedihan masing-masing,
sehingga tidak sempat menjamu para tamu yang datang.
Abullah bin Ja’far ra.
mengatakan, sewaktu datang berita terbunuhnya Ja’far, Rosulullah saw. bersabda,
"Hendaklah kamu membuat makanan untuk keluarga Ja’far, karena telah datang
kepada mereka sesuatu yang menyibukkan mereka". (HR. Imam yang lima,
kecuali Nasai)
Etika orang berta’ziah, anta lain:
-
menyampaikan doa: "adhomallaahu
ajroka zoa ahsana azaka waghofaro limayyitika." (Semoga Allah mengagungkan pahalamu,
membaguskan kesabaranmu, dan memberi ampun kepada mayatmu yaitu orang yang meninggal);
-
hindari perbicaraan yang menambah
sedih keluarga yang tertimpa musibah;
-
hindari canda-tawa, apalagi
sampai terbahak-bahak;
- usahakan turut mensholati mayat dan mengantar ke pemakaman hingga selesai mayat dikuburkan.
Ziarah Kubur
Maksud utama ziarah
(mengunjungi) kubur adalah mendoakan mayat dalam kubur yang diziarahi.
Penziarah juga boleh membacakan surat-surat tertentu dalam Al-Qur’an
yang pahalanya
dihadiahkan kepada mayat penghuni kubur tersebut. Syeikh Imam Abu
Muhammad bin Qudamah Al-Maqdisi
menerangkan pada akhir bab jenazah dalam kitabnya Al-Mughni,
bahwa membaca Al-Qur’an di kuburan itu diperbolehkan. Beliau mengutip
pernyataan Imam Ahmad, "Jika kalian memasuki kuburan, bacalah ayat kursi dan Al-Ikhlas (masing-masing)
tiga kali, lalu nyatakan: ’Ya Allah, sesungguhnya
pahalanya untuk para penghuni kubur ini."
Manfaat ziarah kubur itu agar kita ingat
pada kematian.
Abdullah bin Buroidah ra.
mengungkapkan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Dulu aku melarang (kalian) berziarah
kubur. Sekarang berziarahlah, karena itu akan mengingatkan kalian pada
akhirat." (HR. Ahmad dan Muslim) Dulu Nabi Muhammad Rosulullah saw. melarang para sahabat
berziarah kubur, karena masih dekatnya masa mereka dengan zaman Jahiliyah. Baru
setelah mereka memahami ajaran Islam
dengan baik, diizinkanlah mereka oleh syara’ untuk
berziarah kubur.
Kalau Nabi Muhammad Rosulullah saw. saja memerintahkan
umatnya agar berziarah kubur, mengapa kita harus melarangnya? Hal ini
penulis
pertanyakan karena sudah ada segelintir ustadz yang melarang keras umat
Islam untuk berziarah ke
makam para wali. Bahkan mereka berani memvonis ziarah ke makam wali itu
bid’ah sesat. Jadi kalau ada orang yang melarang kita berziarah kubur,
abaikan
saja. Sebab dengan menziarahi kubur orang tua kita dan orang-orang yang
berjasa
terhadap pengembangan Islam tidak hanya membuat kita teringat akhirat.
Melainkan juga akan
menginspirasi dan memotivasi kita untuk lebih berani mendakwahkan Islam
terutama kepada
orang-orang yang belum beriman.
Etika berziarah kubur, antara lain.
-
Sesampai di pintu makam ucapkanlah salam.
Buroidah ra. menginformasikan, Muhammad Rosulullah saw. sering mengajarkan
kepada para sahabat agar jika berziarah kubur mengucapkan: Assalaamu
’alaikum ahlad diyaari minal mukminiina wal muslimiina wa innaa insyaa
Allaahu bikum Laachiquun. As alullaaha lanaa walakumul ’aafiyah (Salam
sejahtera semoga terlimpahkan atas kalian wahai penghuni perkampungan
orang-orang mukmin dan muslim, dan kami insya Allah akan menyusul kalian.
Semoga Allah melimpahkan keselamatan kepada kami dan kepada kalian. " (HR. Muslim)
-
Sesampai di makam yang dituju hendaklah memberi salam secara khusus:
"Assalamu’alaika ... (sebut namanya)
-
Jangan berjalan melangkahi kuburan
- Jangan duduk pada nisan makam; dan
- bacalah surat Yasin atau tahlil dan hadiahkan pahalanya kepada mereka,
serta doakan agar penghuni kubur diampuni dosa- dosanya oleh Allah SWT