" My Parent "

Kamis, 27 Oktober 2011

 SUNGAI
Sungai atau river (dalam bahasa Inggris), atau batang banyu (bhs.Banjar), krueng (bhs.Aceh), Ci (bhs.Sunda) dan kali/bengawan (bhs.Jawa), menurut Paul Herbert, P.hd dalam The Encyclopedia of Earth merupakan faktor penting pembentuk bumi (geologis), makhluk hidup (biologis), sejarah dan budaya. Meskipun jumlahnya relatif kecil hanya 0,0001% dari jumlah air di bumi pada saat-saat tertentu. Sungai pembawa air,  nutrisi bagi daratan seluruh bumi, komponen penting dalam siklus hidrologi, juga jadi saluran drainase bagi 75% permukaan tanah bumi. Sungai menyediakan habitat ribuan jenis hewan, membentuk pemandangan alam yang luar biasa, rute perjalanan untuk perdagangan, eksplorasi atau hanya untuk sekedar rekreasi.
Sungai juga meninggalkan endapan berharga, berupa pasir dan kerikil bahkan logam mulia. Daerah aliran sungai telah membentuk peradaban-peradaban besar di dunia dan kekinian sungai menyediakan tenaganya untuk kebutuhan tenaga listrik dan irigasi pertanian. Tak ada komunitas budaya di dunia yang besar tumbuh menjadi peradaban tanpa sungai. Peradaban Mesir Kuno dengan Sungai Nil, Mesopotamia dengan Sungai Eufrat dan Tigris, China dengan Sungai Kuning (Hwang-ho), India dengan Sungai Gangga. Termasuk Suku Banjar dianggap tumbuh dan berkembang dengan Sungai Barito dan anak sungainya.

  Masa Pra Sejarah di Indonesia

Masa prasejarah, atau yg disebut juga dengan masa praaksara dan masa nirleka adalah masa ketika belum dikenal tulisan dan huruf. Pembatasan antara masa pra sejarah dan sejarah di nusantara, ditandai dengan ditemukannya prasasti Yupa di Kalimantan. Fakta sejarah ini seharusnya membanggakan org Kalimantan, karena orang pertama yang bisa baca tulis di nusantara. Hal ini sering saya ceritakan di kelas, betapa orang Kalimantan pertama kali yg bisa menuliskan huruf dalam bentuk tulisan.
Berdasarkan Indonesia Heritage (2002) periodesasi prasejarah memungkinkan kita mengamati dan memahami perkembangan sejarah sebagai suatu proses, bukan sebagai kumpulan peristiwa dengan tanggalnya. Ada dua model periodesasi prasejarah di nusantara, model pertama mirip dengan model Eropa. Model ini berdasarkan pada alat teknologi manusia purbanya. Biasanya dikenal dengan masa paleolitikum. Mezolitikum, neolitikum, megalitikum dan jaman logam. Model kedua membagi periodisasi prasejarah di nusantara berdasarkan hubungan lingkungan manusia dan budayanya. Dikenal dengan masa berburu dan meramu, bercocok tanam dan perundagian.
Pada materi tentang prasejarah, di beberapa buku paket menyatakan seolah memang ada yang terputus (missing link) antara manusia purba dengan manusia sekarang yang ada di Indonesia. Berbagai pendapat mulai dari H. Kern, M. Krom, Brandes, Moh.Ali dan Moh.Yamin sepakat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal bukan dari Indonesia tapi dari berbagai tempat di dunia, yang paling banyak berpendapat berasal dari daratan Cina, dengan ras Mongoloid.
Dalam Islam tidak mungkin menyangkal bahwa Adam dan Hawa sebagai manusia pertama, lalu bagaimana menjelaskannya kepada siswa ? Saya lebih suka menyebutnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mirip dengan manusia. Penemuan tengkorak manusia purba sempat menguatkan teori Darwin, bahwa manusia awalnya adalah bukan manusia. Namun teori ini terbantahkan dengan tak ada kabar lagi, bahwa ada mahkluk lain yang ber evolusi menjadi manusia.
Sekitar tahun 1890 hingga 1900 an, Indonesia jadi ladang penelitian fosil manusia purba, terutama Kubah Sangiran dalam cekungan Solo, merupakan situs ‘penghasil’ manusia purba paling banyak di pulau Jawa. Dalam beberapa lapisan tanahnya ditemukan banyak fosil yang berumur mulai dari 800.000 sampai 200.000 tahun yang lalu.

Rabu, 26 Oktober 2011

SEJARAH TAHUN HIJRIYAH

Tahun Hijriyah adalah kalender Islam yang didasarkan atas peredaran bulan (qomariyah). Maka tidaklah salah apabila ada yang  menyebutnya tahun Qomariyah. Tahun Hijriyah dihitung dari hijrahnya Nabi Muhammad saw. sebagai tahun pertama. Penetapan tahun hijriyah dilakukan pada masa pemerintahan Kholifah Umar bin Khotthob, tepatnya pada tahun keempat ia berkuasa, yakni hari Kamis, 8 Rabi’ul Awal tahun 17 Hijriyah.

Sebelum penetapan tahun Hijriyah, dari masa ke masa dihitung berdasarkan peristiwa - peristiwa penting. Seperti penamaan " Tahun Adzan" sebagai tahun pertama, karena pada saat itulah disyari’atkan azan. Atau penamaan "Tahun Wada" yang artinya "perpisahan" sebagai tahun kesepuluh. Sebab, pada ma sa itulah, Nabi Muhammad Rosululloh saw. melaksanakan haji wada’.

Tahun Hijriyah terdiri dari 12 (dua belas) bulan dengan jumlah hari 30 dan 29 yang silih berganti setiap bulan. Penetapan bulan sebanyak 12 ini, sesuai dengan firman Allah SWT, "Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ada dua belas. dalam ketetapan Allah sejak hari Dia mencintakan langit dan bumi. Di antara bulan-bulan itu, ada empat bulan yang dihormati (Zulqoidah, Zulhijjah, Muharrom, dan Rojab). Itulah ketetapan agama yang lurus. Maka janganlah kamu manganiaya diri (maksudnya mengerjakan perbuatan yang melanggar kehormatan bulan-bulan itu dengan mengadakan peperangan) pada bulan-bulan itu. Perangilah kaum Musyrik itu semuanya sebagaimana mereka memerangimu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-or- ang yang bertakwa.’’
(QS. 9/At-Taubah: 36).

Minggu, 23 Oktober 2011

Waqof


Kata waqof berasal dari bahasa Arab "waqf`, artinya menahan. Pengertiannya adalah menahan (tidak dijual, tidak dihadiahkan, dan tidak diwariskan) suatu benda supaya dapat diambil manfaatnya untuk kebaikan. Misalnya mewaqofkan masjid, atau tanah untuk madrasah, pondok pesantren, rumah sakit, dan lam sebagainya.

Waqof dilakukan pertama kali oleh Umar ra. atas nasihat Rosulullah saw. Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khoibar. Ia bertanya kepada Rosulullah saw. "Apakah perintahmu kepadaku yang berhubungan dengan tanah yang saya dapatkan ini?" Rosulullah saw. menjawab. "Jika engkau suka, tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya." Dengan nasihat tersebut lalu Umar menyedekahkan manfaat tanahnya dengan perjanjian tidak akan menjual atau menyedekahkan atau mewariskan tanahnya itu." (HR. Bukhori Muslim). Waqof ini termasuk perbuatan baik yang dianjurkan oleh Allah SWT. "Kamu tidak akan memiperoleh kebajikan sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pirn yang kamu infakkan, tentang halitu sungguh Allah Maha Mengetahui." (QS. 3/Ali Imron: 92). "Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu, dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung." (QS. 22/Al-Hajj: 77).

Kelebihan waqof dibandingkan dengan sedekah yang lain, adalah pahalanya yang akan terus-menerus mengalir, sekalipun or­ang yang mewaqofkannya telah meninggal dunia. Tentu saja dengan catatan selama barang yang diwaqofkan itu dapat diambil manfaatnya oleh orang lain. Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda: "Apabila seseorang mati, selesailah amalnya (maksudnya amal kebaikannya itu tidak bertambah lagi), kecuali tiga perkara:

1) waqoff;

2) ilmu yang bermanfaat (baik dengan jalan mengajarkannya atau menuliskannya dalam buku) untuk orang lain); dan

3) anak yang saleh yang selalu mendoakan orang-tuanya." (HR. Jamaah ahli hadis, selain Bukhori dan Ibnu Majah).

Rukun waqof ada empat, yaitu:

1.  orang yang berwaqof (wakif), syaratnya:

a.       berakal dan telah dewasa.

b.      kehendak sendiri, tidak sah waqofnya karena dipaksa.

2.  barang yang diwaqofkan (maukuf), syaratnya milik wakif sepenuhnya, bersifat abadi, dan dapat diambil manfaatnya tanpa berakibat kerusakan.

3.  tujuan waqof (maukuf alaih) sesuai dengan sedekah, atau setidaknya merupakan hal yang dibolehkan (mubah) dalam ajaran Islam seperti waqof tanah untuk kuburan atau lapangan olah raga.

Apabila waqof tersebut ditujukan kepada kelompok tertentu haruslah jelas, sehingga segera dapat diserahterimakan setelah waqof diikrarkan. Jika waqof itu bertujuan membangun tempat-

tempat pendidikan seperti pondok pesantren atau tempat-temp£ ibadah umum, maka haruslah ada suatu badan hukum vans dapat menerimanya.

4.        pernyataan waqof (sighot)dapat dengan lisan, tetapi lebih baik secara tertulis. Tujuannya agar dapat diketahui dengan jelas, untuk menghindari terjadinya persengketaan di kemudianhaii Dalam hal ini pernyataan menerima (qobul) dari orang van? menerima tidak diperlukan lagi.

Syarat-syarat waqof.

1.        untuk selamanya, berarti tidak dibatasi waktu.

2.        tunai, harus diserahkan saat diikrarkan.

3.        secara jelas kepada siapa barang tersebut diwaqofkan.

Masalah lain yang perlu diketahui tentang waqof ini, adalah apabila manfaat barang waqof itu sudah tidak dapat dinikmatilagi, maka boleh dijual. Uang dari hasil penjualan tersebut harus dibelikan gantinya. Misalnya menjual masjid yang tergusur, maka uang dari penjualan masjid tersebut harus digunakan untuk membangun masjid kembali di tempat yang lain.

Ibnu Taimiyah menyatakan, "Sesungguhnya yang menjadi pokok di sini guna menjaga kemaslahatan. Allah SWT menyuruh kita menjalankan kemaslahatan dan menjauhkan kerusakan. Allah telah mengutus pesuruh-Nya menyempurnakan kemaslahatan dan menghindari segala kerusakan."

Allah berfirman, Dan Musa berkata kepada saudaranya (yaitu) Harun, "gantikan aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah (dirimu dan kaummu), dan janganlah engkau mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. 7/Al-`Arof: 142). 
Haji dan Umroh





Pergi haji adalah berkunjung ke tanah suci, untuk melaksanakan serangkaian amal ibadah sesuai dengan syarat rukunnya. Ibadah haji merupakan rukun Islam yang ke lima. Jadi wajib bagi orang Islam yang berakal, telah baligh, merdeka, dan mampu melak­sanakannya. Pergi haji ditetapkan sebagai kewajiban, sejak tahun kelima Hijriyah.

"Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam." (QS. 3/Ali Imron: 97)

Pengertian mampu dalam ayat tersebut adalah mampu secara fisik dan secara ekonomi. Mengapa? Karena:


  • pergi haji merupakan ibadah yang berat (lihat rukun-rukun haji), sehingga memerlukan fisik yang sehat dan kuat;
  • perjalanannya pun cukup jauh, dan
  • mempunyai bekal yang cukup untuk pergi ke Mekah, dan punya uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang ditinggal­kannya di rumah. Jadi yang tidak mampu secara ekonomi tidak perlu memaksakan diri. Jangan sampai terjadi pergi haji dengan biaya utang. Abdullah bin Aufa ra. mengemukakan, "Saya bertanya kepada Muhammad Rosulullah saw., mengenai orang yang belum berhaji, apakah ia boleh berutang buat menunaikan ibadah haji?’’ Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Tidak boleh." (HR. Baihaqi)

Tentu saja ibadah haji yang diterima oleh Allah SWT hanya dengan harta yang halal. Abu Huroiroh mengabarkan bahwa Muhammad Rosulullah saw. bersabda: "Jika seseorang menunaikan haji dengan biaya dari harta yang halal dan kakinya telah melangkah (menginjak) tanah harm, kemudian mengucapkan: Labbaika Allahumma labbaik (Ya Allah aku datang memenuhi panggilan-Mu), maka Allah menyeru kepadanya dari langit, ’Allah menerima dan menyambut kedatanganmu dan dengan perbekalan kendaraan yang halal, kamu akan memperoleh predikat haji mabrur dan diampuni dosamu’. Sebaliknya bila ia pergi dengan harta yang haram, lalu diletakkan kakinya pada tanah haram dan ia mengucapkan Labbaika Allahumma labbaik (Ya Allah aku datang memenuhi panggilan-Mu), maka Allah akan menyeru kepadanya dari langit seraya berfirman: ‘Tidak diterima kunjunganmu, dan tidak berbahagia keadaanmu, karena perbekalanmu haram, perbelanjaanmu dari harta yang haram, jauh dari pahala’." (HR. Thobroni)

Kewajiban Berhaji hanya sekali seumur hidup. Ibnu Abi Waqid Al-Laitsi mendengar dari bapaknya, bahwa Muhammad Rosulullah saw. bersabda kepada istri-istri beliau pada saat haji wada’: "Inilah (haji yang wajib atas kalian). Setelah itu kamu menetap di rumah saja." (Hr. Abu Dawud) Sekalipun demikian, kita diperbolehkan menunaikan ibadah haji berkali-kali. Ibnu Abbas menceritakan, Aqro’ bin Habis bertanya kepada Nabi saw.,"Wahai Rosulullah, apakah haji itu (loajib) setiap tahun, ataukah hanya wajib sekali (seumur hidup)? "Muhammad Rosulullah saw. bersabda: "Hanya sekali saja. Barang siapa yang mampu supaya bertathawwu’ (pergi haji berulang-ulang)." (HR. Ibnu Majah)

Bagi kaum muslim yang sudah mampu menunaikan ibadah haji, dianjurkan segera melaksanakannya. Ibnu Abbas mengungkapkan bahwa Muhammad Rosulullah saw. bersabda: "Bersegeralah mengerjakan haji, karena sesungguhnya seseorang tidak akan mengetahui apa yang terjadi padanya." (HR. Ahmad) Manusia memang tidak akan pernah tahu, apa yang bakal menimpa dirinya pada esok hari atau lusa. Karena itu janganlah kita menunda-nunda kewajiban pergi haji. Tujuannya, jangan sampai terjadi, ajal datang ketika kita belum sempat menunaikan Rukun Islam ke lima ini. Padahal kita mampu melaksanakannya

Karena kewajiban haji ini dikenakan kepada setiap umat Islam, maka utamakanlah pergi haji untuk diri sendiri lebih dulu sebelum menghajikan orang lain. Ibnu Abbas r a. menceritakan, bahwa Muhammad Rasullah saw.mendengar seseorang berkata, "Labbaika (Aku hadir ke hadirat-Mu) untuk Syubrumat." Lalu Nabi bertanya kepada orang itu, "Apakah engkau berhaji untuk dirimu sendiri?" Orang itu berkata, ’’Tidak." Rasulullah saw.bersabda, "Berhajilah untuk dirimu sendiri (lebih dulu). Baru sesudah itu haji untuk Syubrumat.’’ (HR. Abu Dawud)

Bagi orang kaya yang mampu pergi haji namun tidak melaksanakannya, maka diancam dengan sanksi yang cukup berat.

"Muhammad Rosulullah saw. Bersabda, ’’Siapa yang memiliki bekal dan kendaraan yang dapat membawa ke Baitul Haram, tetapi ia tidak melakukan haji, maka ia akan mati seperti (matinya orang) Yahudi atau Nasrani.’’ (HR. Tirmidzi, dan Baihaqi)

Pergi haji bagi wanita harus didampingi oleh muhrimnya, baik suami atau wanita-wanita lain yang dapat dipercaya.Ibnu Abbas mengemukakan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda: "Seorang laki-laki tidak boleh berada di tempat sunyi dengan seorang perempuan, melainkan harus disertai muhrim. Begitu pula seorang perempuan tidak boleh berjalan sendirian, melainkan harus bersama-sama muhrim." Tiba- tiba berdiri seorang laki-laki, dan bertanya: "Istriku hendak menunaikan ibadah haji, sedangkan aku ditugaskan pergi berperang, bagaimana sebaiknya ya Rosulullah?" Muhammad Rosulullah saw. menjawab, "Pergilah kamu haji bersama isterimu" (HR. Muslim). 
Syarat Rukun Dan Wajib Haji






Syarat haji adalah sejumlah ketentuan yang terdapat pada diri seseorang sehingga ia terkena kewajiban ibadah haji. Syarat-syarat haji adalah:


  1. Islam
  2. baligh (dewasa);
  3. aqil (berakal sehat);
  4. merdeka (bukan budak);
  5. istitho’ah (mampu secara lahir batin). Lebih jelasnya baca kembali pengertian mampu di awal bab ini.

Rukun haji adalah serangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh orang yang menunaikan ibadah haji. Apabila salah satu dari kegiatan tersebut tidak dilaksanakan, maka hajinya batal. Rukun haji ada enam:

1.       Ihrom, adalah berniat memulai mengerjakan ibadahhajidenpl memakai kain putih yang tidak berjahit. Ihrom ini dimulai setela» sesampainya di miqot (batas-batas yang telah ditetapkan).Miqot ini dibagi dua:

a)         Miqot Zamani adalah batas yang lelah ditentukanbe-B dasarkan waktu. Yakni mulai bulan Syawal sampai terbit fam tanggai   10 Dzulhijjah. Maksudnya, hanya pada masaitulail ibadah haji bisa dilaksanakan.

b)        Miqot Makani adalah tempat yang telah ditentukan untuk memulai ihrom.
  • Bagi orang yang bermukim di Mekah dan sekitarnya, niat ihram dihitung sejak keluar dari Mekah
  • Bagi orang dari Madinah dan sekitarnya, niat ihrom setelah mereka sampai di Dzul Hulaifah
  • Bagi orang dari Syam, Mesir dan arah barat, memulaiI ihrom setelah mereka Sampai di Juhfah
  • Bagi mereka yang datang dari Yaman dan Hijaz, memulai ihrom setelah mereka sampai di Bukit Qomu.
  • Bagi orang dari India, Indonesia, dan negara yang sejalan, 1 memulai ihrom setelah mereka sampai di Bukit Yalamlam.
Saat ihrom harus memakai pakaian putih. Mengenai pakaian I ihrom ditentukan sebagai berikut.

  • Pakaian ihrom bagi pria hanya terdiri dari dua belai kain yang tidak berjahit. Disunnahkan yang berwarna putih. Satu helai kain dipakai sebagai sarung, dan satu helai kain lainnya diselendangkan di bahu. Dengan demikian tidak boleh memakai baju, celana, sepatu yang menutup tumit, dan tutup kepala yang melekat seperti topi atau kopiah. Kecuali kalau ada luka yang harus diperban di sebagian atau seluruh kepala. Ibnu Umar ra. menceritakan, bahwa ditanyakan kepada Muhammad Rosulullah saw.,"Apakah pakaian yang harus dipakai oleh orang yang sedang ihrom haji?" Nabi saw. menjawab"Orang ihrom tidak boleh memakai baju, ikat kepala, topi, celana, kain yang dicelup dengan sesuatu yang harum, tidak boleh memakai za’faron, dan sepatu, kecuali kalau ia tidak mempunyai terompah,maka ia boleh memakai sepatu, hendaklah sepatunya dipotong sampai di bawah dua mata kaki." (HR. Bukhori dan Muslim) Sewaktu thowaf kain ihrom ini harus dikenakan secara idtiba’, yakni kain ihrom diselendangkan di bahu sebelah kiri (menutup bahu sebelah kiri) dan membuka bahu sebelah kanan.
  • Pakaian ihrom bagi wanita adalah pakaian yang dapat menutup seluruh tubuhnya, kecuali muka dan kedua telapak tangan (yakni mulai pergelangan tangan sampai ujung jari). Dengan demikian selama ihrom, wanita tidak boleh memakai sarung tangan. Dan tidak boleh memakai cadar.

Kamis, 06 Oktober 2011

ISLAM DAN NASIONALISME
Mungkinkah kita menjadi muslim taat, sekaligus nasionalis sejati pada saat yang bersamaan? Jawaban ini sangat tergantung kepada definisi, persepsi dan penghayatan kita atas makna nasionalisme itu sendiri. Karena dari sinilah seorang al-Maududi, tokoh Islam Pakistan (1903-1979), misalnya, berbeda pendapat dengan tokoh pendiri IM (Ikhwan al-Muslimin), Hasan al-Bana (1906-1949). Al-Bana dalam risalah al-mu\'tamar al-khamisnya, misalnya mengatakan, "Relasi antara Islam dan Nasionalisme tidak selalu bersifat tadhadhud atau kontradiktif. Menjadi muslim yang baik tidak selalu berarti antinasionalisme." Kalau kita teruskan: menjadi sekularis juga tidak selalu berarti menjadi nasionalis tulen. Sebaliknya al-Maududi menolak kehadiran nasionalisme dalam pemikiran Islam, karena ia adalah produk barat dan hanya membuat pecah-belah umat Islam.

Tatkala Al-Bana dan gerakan Ikhwannya dituduh oleh lawan politiknya sebagai tidak punya jiwa dan semangat nasionalisme, beliau menolak keras, dan berkata, kalau yang di maksud nasionalisme (الوطنية) adalah:

  • Cinta tanah air
  • Membebaskan negara dari imperialisme
  • Merapatkan barisan dan merekatkan tali persaudaraan
  • Maka kami adalah nasionalis sejati. Karena nilai-nilai di atas bagian tak terpisahkan dari Islam. Kami siap berjuang di garda terdepan. Pendapat ini diamini oleh Dr. Yusuf al-Qardhawi dan Dr. M. Imarah. Pada perspektif ini, kita bisa melihat Islam-Nasionalisme bersenyawa.

Sementara al-Maududi, kelompok HT (Hizbu Tahrir), dan kelompok yang sealiran denganya, misalnya, menolak konsep nasionalisme, karena beberapa alasan. Diantaranya:
  • Umat Islam diharamkan mengadopsi nasionalisme karena nasionalisme bertentangan dengan nilai-nilai prinsipil Islam. Misalnya, kesatuan umat Islam wajib didasarkan pada ikatan aqidah, bukan ikatan kebangsaan dan batas geografis. Mereka mendasarkan pendapatnya pada al-Qur\'an (Al Hujurat : 13 dan Hadis Abu Dawud)
  • “Sesungguhnya orang-orang beriman adalah bersaudara."
  • “Tidak tergolong umatku orang yang menyerukan ashabiyah fanatisme golongan, seperti nasionalisme."
  • Islam mewajibkan umatnya untuk hidup di bawah satu kepemimpinan (Khilafah Islamiyah). Haram bagi mereka tercerai-berai di bawah pimpinan yang lebih dari satu.
  • Nasionalisme menimbulkan fanatisme kesukuan dan klaim tak sehat
  • Abu \'Ala al-Maududi (1903), menolak ide nasionalisme karena hanya memecah belah umat Islam. Membuat Turki (Dinasti Utsmaniyah) dan Mesir berseteru.
Suguhan di atas menggiring kita kepada kesimpulan, bahwa cara pandang, refleksi dan pengalaman sejarah yang berbeda menghasilkan hukum yang berbeda pula, searah dengan kaidah al-hukmu bi as-syai far\'un \'an tashawurihi, yang menegaskan ada hubungan yang sangat erat antara putusan hukum dengan pengetahuan kita tentang obyek yang dihukum. Hizbu Tahrir, misalnya, lebih melihat nasionalisme sebagai semangat sekat-sekat geografis yang bertentangan dengan konsep persatuan umat Islam. Nasionalisme juga dinggap bertentangan dengan ijma ulama yang menetapkan kewajiban mendirikan khilafah Islamiyah dengan satu kepemimpinan (imamah al-udzma/khalifah).
Bersikap Moderat
Nasionalisme dengan pengertian paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran keanggotan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa (KBBI, cet. 1999) bukan hanya tidak bertentangan, tapi juga bagian tak terpisahkan dari Islam. Artinya, kita bisa menjadi muslim taat, plus seorang nasionalis sejati.

Adapun keberatan Hizbu Tahrir dan yang sependapat dengannya, bisa dibantah dengan:
  1. Nasionalisme tidak bertentangan dengan konsep persatuan umat dan tidak menghalangi kesatuan akidah. Batas geografis tidak sepenuhnya negatif. Solidaritas umat tetap bisa dibangun, apalagi kita sekarang berada di era globalisasi. Solidaritas Uni Eropa bisa menjadi contoh kita. Pokok soal kemunduran peradaban umat Islam bukan pada tidak adanya khilafah, tapi pada kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan kurangnya solidaritas umat. Islam punya nilai yang sifatnya global dan tanpa batas, seperti dalam akidah dan ibadah. Tapi dalam kasus tertentu, Islam memperhatikan, dan sangat mengutamakan kepentingan lokal seperti pembagian sedekah dan zakat diwajibkan tetangga dan wilayah terdekat dulu. Baru setelah dianggap cukup boleh dialihkan ke luar (dalam fikih, masalah ini dibahas secara detail, dengan bahasan naqlu zakat).
  2. Dalam konteks demokrasi, kita tidak akan menolak pendapat yang mewajibkan mendirikan Khilafah Islamiyah. Silahkan diperjuangkan secara konstitusional. Tapi kita juga harus menghargai pendapat yang mengatakan bahwa Khilafah Islamiyah sama sekali tidak wajib dalam kondisi apapun, atau pendapat yang mengatakan bahwa Khilafah Islamiyah dalam konteks kekinian tidak wajib lagi, karena sangat susah untuk diwujudkan. Pendapat yang terakhir ini didasarakan pada pendapat Imam Haramain yang mengatakan bahwa sentralisasi kepemimpinan itu wajib kalau memang kondisi memungkinkan (al-Ghiyasi, hal 172).
  3. Nasionalisme yang mengarah kepada fanatisme kesukuan, tentu kita setuju menolaknya. Tapi tidak selamanya nasionalisme selalu berwajah fanatisme dan perpecahan antarsuku. Sejarah membuktikan bahwa nasionalisme punya saat-saat membebaskan dan mencerahkan. Nasionalisme di Barat pada abad 18 M adalah revolusi perlawanan rakyat atas hegemoni kaum aristokrat dan anti dominasi gereja. Di negara terjajah, nasionalisme bercorak antiimperialisme dan penjajahan asing.
  4. KIta setuju penolakan Maududi atas paham nasionalisme dalam konteks perseteruan Mesir/Arab-Turki yang lebih merupakan perseteruan Arab-non Arab. Tapi menggenalisir nasionalisme menjadi sepenuhnya negatif adalah kekeliruan. Karena alasan yang telah disebut pada poin tiga.

Kesimpulan

Kembali kepada pertanyaan tentang: relasi Islam dan Nasionalisme: apakah kontradiktif? Semuanya tergantung pada penghayatan dan pemaknaan kita atas nasionalisme itu sendiri. Nasionalisme yang ekspansif (meminjam Istilah Dr. Syafi\'i Ma\'arif) dan terjebak pada chauvinisme, seperti yang dipraktekkan Hitler dan Israel tentu bertentangan dengan nilai-nilai luhur Islam. Sebaliknya nasionalisme formatif, dimana nasionalisme diartikan sebagai cinta tanah air, membebaskan negara dari imperialisme, merapatkan barisan dan merekatkan tali persaudaraan adalah bagian tak terpisahkan dari ajaran Islam. Wallahu \'Alam