" My Parent "

Minggu, 14 Agustus 2011


MENGUNGKAP GERAKAN SYI’AH DI INDONESIA

Aqidah Syi’ah sangat berbeda jauh dengan aqidah yang dianut oleh Ahlus Sunnah. Aqidah Syi’ah dibangun atas ajaran yang mendustakan riwayat yang berasal dari mayoritas sahabat Rasulullah saw., sementara Ahlus Sunnah menerima semua riwayat yang dapat dipercaya dari semua kalangan sahabat tanpa membeda-bedakannya. Demikian inti pembicaraan yang disampaikan oleh Ust. Anung Al-Hamat, Lc selaku pembicara pertama, dalam acara tabligh akbar yang berjudul “Mengungkap Hakikat Aqidah Syi’ah dan Pergerakannya di Indonesia” di masjid Nurul Islam, Kel. Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara, pada Ahad (10/01).
Acara ini diselenggarakan oleh Majelis Ta’lim ‘Alaa Bashiiroh bekerja sama dengan Yayasan Masjid Nurul Islam dan Radio Dakta 107 FM Bekasi. Pembicara dalam acara ini adalah Ust. Anung Al-Hamat, Lc dan Ust. Hartono Ahmad Jaiz. Hadir dalam acara ini Walikota Jakarta Utara atau yang mewakilinya beserta jajaran aparat Kecamatan Koja dan Kelurahan Tugu Selatan, tokoh agama dan masyarakat setempat, jamaah majelis ta’lim, dan jamaah kaum muslimin. Sebelum dimulai, acara diawali dengan pemutaran film dokumenter yang mengupas hakikat Syi’ah. Film yang berdurasi sekitar 35 menit ini dengan jelas memperlihatkan perbedaan-perbedaan antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah. 
Ust. Anung menjelaskan, sebagai bukti bahwa antara Syi’ah dengan Ahlus Sunnah itu berbeda, maka dapat dilihat dari beberapa hal, baik perbedaan yang bersifat pokok (ushul), maupun perbedaan yang bersifat rinci (furu’). Hal ini bisa dilihat dari kitab-kitab induk yang dimiliki oleh kaum Syi’ah, seperti kitab Al-Istibshar, Ushul Al-Kafi, Furu’ Al-Kafi, dll. Perbedaan yang bersifat pokok itu misalnya berkaitan dengan rukun iman dan rukun Islam. Rukun iman Syi’ah berbeda dengan rukun iman Ahlus Sunnah, rukun Islam Syi’ah berbeda dengan rukun Islam Ahlus Sunnah.
Rukun iman Syi’ah adalah: (1) At-Tauhid (Tauhid), (2) Al-Adl (Keadilan), (3) An-Nubuwwah (Kenabian), (4) Al-Imamah (Kepemimpinan), dan (5) Al-Maad (Hari Kiamat). Adapun rukun iman Ahlus Sunnah adalah: (1) iman kepada Allah, (2) iman kepada malaikat-malaikat Allah, (3) iman kepada kitab-kitab Allah, (4) iman kepada rasul-rasul Allah, (5) iman kepada hari akhir, (6) iman kepada qada dan qadar. Rukun Islam Syi’ah adalah: (1) Al-Wilayah (loyalitas kepada 12 imam), (2) Shalat, (3) Puasa, (4) Zakat, (5) Haji. Adapun rukun Islam Ahlus Sunnah adalah (1) sahadat, (2) shalat, (3) zakat, (4) puasa, (5) haji.
Kaitannya dengan para sahabat, kaum Syi’ah sangat berbeda sikapnya dengan Ahlus Sunnah. Kaum Syi’ah berani mengafirkan mayoritas sahabat Nabi Muhammad saw. Padahal, menurut Ahlus Sunnah para sahabat adalah orang-orang yang terbaik, atau umat yang terbaik sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT di dalam surah Ali Imran ayat 110. Kaum Syi’ah sangat memuja-muja Imam Ali r.a. melebihi penghormatannya terhadap Nabi Muhammad saw. Di sisi lain kaum Syi’ah sangat membenci sahabat Abu Bakar r.a., Umar r.a., Utsman r.a., Mu’awiyah r.a., Aisyah r.a., Hafshah r.a., dan yang lainnya.
Begitu juga terhadap keberadaan kitab suci Al-Qur’an, Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an sekarang ini bukan Al-Qur’an yang sebenarnya. Syi’ah memiliki Al-Qur’an sendiri, yaitu mushaf Fatimah, yaitu mushaf seperti Al-Qur’an tetapi tiga kali lipat. Menurut Syi’ah, Al-Qur’an yang diyakininya itu tidak ada satu huruf pun yang sama dari Al-Qur’an yang ada saat ini. Sementara, Ahlus Sunnah meyakini bahwa Al-Qur’an yang ada saat ini adalah benar-benar firman Allah yang diterima oleh Muhammad saw. yang keseluruhan isinya sudah lengkap dan sempurna. Faktanya adalah wahyu Allah itu diturunkan kepada para nabi, sementara Nabi Muhammad itu adalah penutup para nabi. Dengan demikian, kelengkapan dan kesempurnaan apa yang telah diterima oleh Nabi Muhammad saw. dari Allah SWT yang berupa Al-Qur’an itu adalah sebuah keniscayaan.
Selain perbedaan yang bersifat pokok, perbedaan yang bersifat rinci pun tidak terhitung banyaknya (banyak sekali). Ust. Anung mengambil beberapa contoh, di antaranya perbedaan dalam cara mengucapkan syahadatain.  Cara adzan yang dikumandangkan oleh kaum Syi’ah juga berbeda dengan adzan yang dikumandangkan oleh Ahlus Sunnah. Adzan kaum Syi’ah itu sebagai berikut:
ALLAAHUAKBAR ALLAAHUAKBAR
ALLAAHUAKBAR ALLAAHUAKBAR
ASYHADU ALLAILAHAILLALLAAH
ASYHADU ALLAILAHAILLALLAAH
ASYHADUANNA MUHAMMADARRASULULLAH
ASYHADUANNA MUHAMMADARRASULULLAH
ASYHADUANNA ’ALIYAN WALIYULLAAH
ASYHADUANNA ’ALIYAN HUJATULLAAH
HAYYA ’ALASHALAA
HAYYA ’ALASHALAA
HAYYA ’ALALFALAA
HAYYA ’ALALFALAA
HAYYA ’ALA KHAIRIL AMAL
HAYYA ’ALA KHAIRIL AMAL
ALLAAHUAKBAR ALLAAHUAKBAR
LAA ILAAHA ILLALLAAH
LAA ILAAHA ILLALLAAH
Adapun adzan bagi Ahlus Sunnah bunyinya sebagaimana yang umum dikumandangkan di masjid-masjid yang ada di Indonesia.
Dalam tata cara shalat juga banyak perbedaan, misalnya setelah bacaan Al-Fatihah, kaum Syi’ah tidak mengucapkan “aamiin”, sedangkan Ahlus Sunnah mengucapkannya. Kaum Syi’ah meyakini jika mengucapkan “aamiin”, maka shalatnya batal. Kaum Syi’ah tidak melaksanakan shalat Jum’at, sementara kaum Ahlus Sunnah melaksanakannya. Dalam hal berumah tangga, kaum Syi’ah menghalalkan nikah mut’ah (nikah kontrak jangka waktu tertentu), sementara Ahlus Sunnah mengharamkannya. Menurut paham Syi’ah, seseorang yang telah mut’ah sebanyak empat kali derajatnya sama dengan Nabi Muhammad saw. Dengan logika semacam ini, Ust. Anung menanyakan, bagaimana dengan orang yang telah mut’ah lebih dari empat kali? Mungkinkah derajatnya lebih tinggi dari Nabi Muhammad saw?
Lebih janggal lagi adalah keyakinan Syi’ah berkaitan dengan masalah penciptaan. Di dalam literatur Syi’ah disebutkan pada bab Tinah, yaitu asal penciptaan manusia, bahwa orang Syi’ah diciptakan dari tanah yang suci, dan ujungnya kemudian disebutkan akan masuk surga. Adapun selain Syi’ah, maka ia diciptakan dari tanah yang berasal dari neraka. Dosa sebesar apa pun yang dilakukan oleh orang Syi’ah nanti akan dipindahkan ke orang selain Syi’ah, dan kebaikan yang dilakukan oleh orang selain Syi’ah akan dipindahkan ke orang Syi’ah.
Kejanggalan keyakinan Syi’ah itu bahkan sampai pada masalah kain kafan. Orang Syi’ah sekrang ini sudah membuat kain kafan yang disebut “kafan Husain”. Pada kafan Husain itu dituliskan Imam Husain bin Ali. Di Jakarta kain kafan Husain ini dijual di kalangan Syi’ah dengan harga sekitar Rp250.000,00. Orang Syi’ah meyakini bahwa kalau meninggal dunia kemudian dikafani dengan kain kafan Husain, maka ketika dikubur tidak akan ditanyai oleh malaikat. Malaikat yang datang itu akan balik lagi karena melihat kain kafan Husain, dan orang yang ada di dalam kain kafan itu langsung masuk surga.
Satu hal yang perlu diwaspadai bagi kaum muslimin, menurut Ust. Anung, adalah adanya ajaran “taqiyah”. Yaitu, ajaran yang membolehkan penganut Syi’ah untuk berdusta dalam rangka menyelamatkan agamanya atau mengelabuhi musuh sehingga tidak ketahuan. Dengan ajaran ini, seorang da’i yang berpaham Syi’ah kelihatannya seperti da’i Ahlus Sunnah. Sehingga, banyak orang awam yang terkecoh dan lama-kelamaan digiring untuk mengikuti ajaran Syi’ah. Dengan cara seperti ini, jika kaum muslimin tidak waspada dan tidak mengerti, maka paham Syi’ah akan semakin banyak diikuti.
Kalau sekiranya kaum Syi’ah menjadi mayoritas dan mampu menguasai sebuah negara, apa bahayanya bagi Ahlus Sunnah? Menurut Ust. Anung, jika kaum Syi’ah sudah menguasai negara, maka yang pasti adalah kaum Ahlu Sunnah akan dibantai. Menurutnya, tidak ada tempat bagi Ahlus Sunnah jika kaum Syi’ah sudah berkuasa. Hal ini terjadi seperti di negara Iran yang dikuasai oleh Syi’ah. Di Ibu Kota Iran, Teheran, tidak satu pun masjid kaum Ahlus Sunnah boleh berdiri. Semua masjid yang dimiliki kaum Ahlus Sunnah harus dirobohkan. Para ulama Ahlus Sunnah dan pendukungnya juga tidak luput dari incaran kaum Syi’ah. Di Iran, tokoh-tokoh Ahlus Sunnah ditangkap, disiksa, dan dibunuh secara sadis.
Di Indonesia sebagian kalangan Syi’ah sudah tidak lagi menggunakan taqiyah, tetapi sudah berani menampakkan jatidirinya secara terang-terangan. Ini menunjukkan bahwa penganut Syi’ah di Indonesia sudah berani menunjukkan kekuatannya.
Sementara itu, pembicara kedua yaitu Ust. Hartono, di samping melengkapi adanya penyimpangan-penyimpangan paham Syi’ah, juga menyoroti tantangan-tantangan yang dihadapi para aktivis Islam dalam menghadapi kaum Syi’ah. 
Ust. Hartono melengkapi penjelasan Ust. Anung dengan mengutip dari buku karyanya yang berjudul Aliran dan Paham Sesat di Indonesia. Menurutnya, ada beberapa penyimpangan dan kesesatan Syi’ah, di antaranya:
1. Syi’ah memandang imam itu ma’sum (terbebas dari kesalahan atau dosa).
2. Syi’ah memandang bahwa menegakkan imamah atau kepemimpinan adalah rukun agama (masuk dalam rukun Islam).
3. Syi’ah menolak hadits yang tidak diriwayatkan oleh ahlul bait.
4. Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar r.a., Umar r.a., dan Utsman r.a.
5. Syi’ah menghalalkan nikah mut’ah (nikah kontrak) yang sudah diharamkan oleh Nabi Muhammad saw.
6. Syi’ah menggunakan senjata taqiyah, yaitu berbohong dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya untuk mengelabuhi.
7. Syi’ah percaya kepada ar-raj’ah, yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum kiamat.
8. Syi’ah meyakini imam ke-12 yang sekarang keberadaannya ghaib (tidak diketahui). Imam yang ghaib itu ketika keluar dari persembunyiannya akan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya.
Berbicara tentang masalah Syi’ah, menurut Ust. Hartono, sebetulnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa, yaitu pada tahun 1984, yang isinya menjelaskan tentang perbedaan Syi’ah dengan Ahlus Sunnah. Dalam fatwa tersebut secara gamblang disebutkan: “Paham Syi’ah sebagai salah satu paham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab Sunni, yaitu Ahlus Sunnah wal-Jama’ah yang dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia.“ Selain itu, Departemen Agama Republik Indonesia (Depag) pada tanggal 5 Desember 1985 juga telah menjelaskan tentang Syi’ah yang isinya menegaskan bahwa Syi’ah itu paham yang sesat dan menyesatkan.
Ust. Hartono menceritakan pengalamannya ditantang ber-mubahalah(berdo’a saling melaknat bagi yang berbohong) oleh seorang Syi’ah melalui telepon. Orang itu mengaku bernama Abdullah dari Ciputat.
Dia mengatakan, “Abu Bakar itu munafik.”
Ust. Hartono menjawab, “Munafik bahasa Indonesia yang artinya misalnya tadi pura-pura nggak mau makan, kemudian ternyata makan, atau munafik secara istilah agama?"
Dia jawab: "Secara istilah agama."
Ust. Hartono menyahut, “Tidak!"
Kemudian, terjadilah saling berbantahan, dan dia menantang Ust. Hartono untuk ber-mubahalah.
Ust. Hartono: "Mubahalah perlu bertemu."
Dia jawab: "Lewat telepon saja!"
Ust. Hartono: “Kalau lewat telepon, kamu menyatakan Abu Bakar munafik dalam arti istilah agama, dalam arti kafir?"
Dia jawab: "Ya!"
Ust. Hartono: “Bukan sekadar bahasa Indonesia yang begini!"
Dia jawab: "Bukan!" Kemudian dia katakan: "Kalau begitu Anda dulu untuk menyatakan mubahalah."
Ust. Hartono: "Lho, yang mengajak siapa? Anda yang mengajak, ya Anda dulu yang harus ber-mubahalah?" Akhirnya dia mau, terus bersahadat, dan ternyata sahadatnya ditambah dengan waasyhadu ana Ali waliyullah.
Ust. Hartono menyahut: "Tidak usah, sahadat kan sahadatain, dua kalimat sahadat, asyhadu ala ilahalillalloh waasyh hadu ana muhamadurosulullah, cukup!"
Dia jawab: "Nggak, keyakinan saya ini, ya saya harus begini." kemudian dia menyatakan bahwasannya Abu Bakar itu benar-benar munafik.
Ust. Hartono kemudian bersahadat, kemudian menyatakan bahwasanya benar-benar Abu Bakar Sidik itu tidak munafik. “Siapa yang berbohong dalam mubahalah ini, maka agar Allah laknat. Alhamdulillah, saya sudah tiga-empat tahun ini alhamdulillah tidak apa-apa, tetapi saya tidak tahu dia, apakah sudah mati atau bagaimana?”
Kata Ust. Hartono, hal ini membuktikan bahwa aqidah Syi’ah yang mengafirkan sahabat itu sudah sampai di Indonesia, bahkan sudah berani menantang ber-mubahalah.
Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh pemimpin di negeri kaum Syi’ah, Iran, yaitu Ahmadinejad. Dalam pidatonya yang disiarkan di televisi dua hari menjelang pemilu beberapa waktu lalu, Ahmadinejad mengumpat kepada dua sahabat Rasulullah saw., yaitu Talhah r.a. dan Zubair r.a. Ia menganggap bahwa kedua sahabat itu telah kafir dan kembali kepada kepercayaan jahiliah. Atas pernyataannya itu, maka kecaman datang dari berbagai belahan dunia. Padahal, kedua sahabat ini—Zubair dan Tolhah—termasuk kelompok sahabat yang sudah dijamin oleh Rasulullah saw. yang akan masuk surga.
Ahmadinejad memang politisi yang piawai di depan umum. Penampilannya yang tidak berdasi memperlihatkan kesederhanaan hidupnya. Dalam orasi-orasi politiknya sering memperlihatkan betapa beraninya dia terhadap negara adidaya Amerika Serikat (AS). Retorikanya menentang standar ganda kebijakan AS membuat masyarakat dunia—yang tidak mengetahui keadaan sebenarnya—terkagum-kagum. Tak heran jika media massa selalu membanggakan sosok yang satu ini. Padahal, dia berpaham Syi’ah yang telah terbukti menjelek-jelekkan sahabat Nabi saw.
Selanjutnya, Ust. Hartono memperlihatkan kepada hadirin satu buku terjemahan yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI). Buku itu berisi daftar para ulama Ahlus Sunnah di Iran yang disembelih dan masjid-masjid yang dirobohkan oleh orang-orang Syi’ah. Buku itu memperlihatkan betapa kejamnya orang-orang Syi’ah kepada Ahlus Sunnah.
Sejarah masa lalu juga telah menunjukkan bukti kekejaman kaum Syi’ah terhadap Ahlus Sunnah. Pada masa pemerintahan Abasiah, Al-Mu’tasim Billah, di Baghdad pada tahun 656 H, dua orang pejabat menteri yang berpaham Syi’ah—Ibnul ‘Alqami dan Nashirudin Ath-Thusi—membantu panglima Tar-Tar (pasukan mongol) untuk masuk dan menyerang kota Baghdad, sehingga tidak kurang dari 20.000 tentara Tar-Tar berhasil membantai ratusan ribu kaum muslimin bahkan tanpa tersisa, kecuali orang-orang Yahudi dan Nasrani. Selain itu, mereka juga membakar perpustakaan-perpustakaan yang ada hingga Sungai Dajlah, Sungai Tigris, dan Sungai Eufrat selama berhari-hari airnya menghitam. Akhirnya, kekhalifahan Al-Mu’tasim Billah hancur berkeping-keping.
Pengalaman sejarah yang kelam ini seharusnya menjadi pelajaran yang berharga bagi kaum muslimin Ahlus Sunnah. Tetapi, sayangnya pengalaman pahit itu seolah sudah dilupakan, setidaknya oleh beberapa tokoh terkemuka dari dua organisasi terbesar di Indonesia (NU dan Muhammadiyah) belakangan ini. Sikap tokoh-tokoh terkemuka tersebut sangat menguntungkan bagi pergerakan Syi’ah. Sehingga, bukannya berperan di baris depan untuk menghadang gerakan Syi’ah, malahan menjadi tameng bagi kaum Syi’ah untuk menghadapi penolakan dari kaum Ahlus Sunnah.
Pada tahun 1997 di masjid Istiqlal Jakarta diadakan seminar tentang Syi’ah. Seminar yang dibuka oleh KH Hasan Basri, ketua MUI saat itu, mendapatkan komentar miring dari Wakil Khatib Syuriah PBNU KH Said Agil Siraj. Ia pasang badan menghadapi serangan terhadap Syi’ah. Ia mengatakan saat menjadi pembicara dalam acara do’a kumel (do’a-nya orang Syi’ah), "Tak perlu ulama Syi’ah turun tangan, cukup saya dan Gus Dur dari NU, Cak Nur (Nurkholis Majid), MH Ainun Najib, Pak Amin Rais dari Muhamadiyah yang melakukan pembelaan.” Gus Dur juga melontarkan tanggapan yang keras. Ia menyebut seminar tadi kurang kerjaan. Gus Dur siap menggelar demonstrasi jika Syi’ah dilarang. Ketua PP Muhammadiyah Dinsyamsudin juga menolak usulan ormas-ormas Islam agar pemerintah melarang keberadaan paham Syi’ah di Indonesia. Hal yang sama dilakukan oleh Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi. Ia menyalahkan orang-orang NU di daerah, seperti di Pasuruan dan Bangil, yang memprotes keras keberadaan Syi’ah.
Sikap-sikap yang telah ditunjukkan oleh beberapa tokoh tersebut sangat jauh berbeda dengan yang telah ditunjukkan oleh para pendahulu mereka. Seharusnya para yunior itu meneladani sikap terpuji yang telah dilakukan oleh para seniornya. Dulu KH Irfan Zidni dari PBNU dan KH Dawam Anwar dari Wakil Khatib Syuriah NU sangat menentang Syi’ah. KH Dawam Anwar pernah menyatakan, ketika kita membaca sejarah, maka orang Syi’ah sampai dibakar oleh Ali bin Abi Thalib r.a. Mengapa sampai dibakar, karena orang Syi’ah mengatakan kepada Ali: “Anta-Anta”, artinya adalah “Engkau-Engkau”, maksudnya adalah bersifat Tuhan. Maka, mereka dihukum mati dengan cara dibakar.
Akibat dari sikap sebagian para tokoh terkemuka yang membela Syi’ah, maka Syi’ah dengan mudah dapat menerobos ke tempat-tempat yang strategis. Sekarang ini telah didirikan sebanyak 12 Iranian Counter di seluruh Indonesia. Irian Counter ini didirikan oleh Iran di perguruan-perguruan tinggi Islam. Sebagai contoh adalah Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Dan alhamdulillah, ternyata sudah dimusnakah oleh Allah waktu banjir Situ Gintung tahun 2009. Kejadian itu memusnahkan Iranian Counter di UMJ. Selain di perguruan tinggi Islam, Irian Counter juga telah didirikan di kantor pusat PBNU Kramat Raya di lantai lima. Menurut keterangan di situs resmi NU, di dalam Iranian Counter tersebut terdapat tidak kurang dari 500 buah buku dari Iran.
Strategi Syi’ah di dalam menghancurkan kaum Ahlus Sunnah di Indonesia juga terlihat semakin bervariasi. Hal itu terlihat setelah ditangkapnya para pendatang dari Iran yang menyelundupkan narkoba. Modus baru kaum Syi’ah seperti ini perlu diwaspadai oleh kaum muslimin. Dengan demikian, serangan orang-orang Syi’ah sekarang ini mengandung dua hal yang sangat membahayakan, yaitu serangan yang membahayakan aqidah berupa penyebaran ajaran Syi’ah, dan serangan yang membahayakan jiwa dan raga berupa penyelundupan narkoba. Jika kaum muslimin Ahlus Sunnah tidak siap siaga menghadapi serangan kaum Syi’ah, maka tunggulah saat yang menentukan itu tiba: kaum Syi’ah yang akan membantai kaum muslimin Ahlus Sunnah atau Ahlus Sunnah yang akan memberantas kesesatan kaum Syi’ah? (Sumber :Alislamu.com/Abu Annisa)

MENGENAL SYI’AH
A. Sejarah Awal
Syiah menurut etimologi Bahasa Arab mempunyai arti "Sekumpulan orang yang menyepakati suatui perkara, pengikut seseorang atau pendukung" (tahdzibu al-Lughah 3:61). Menurut terminology syariat, Syiah bermakna mereka yang berkedok dengan slogan kecintaan kepada Ali bin Abi Thalib beserta anak cucunya, bahwasannya Ali bin Abi Thalib lebih utama dari seluruh shahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucunya sepeninggal beliau (al-Fishal fil-milali wal-ahwa wal-nihal, Ibn Hazm 2:113).
Pada awal munculnya, tasyayu’ (dukungan) kepada Ali hanyalah merupakan gerakan politik. Penggunaan term Syi’ah dimasa Khalifah Ali ra berkonotasi setia dan membela, tidak ada akidah khusus sebagaimana pada Syiah saat ini. Pasca peristiwa tahkim atau arbitrase antara Ali dan Mu’awiyah, posisi Khalifah Ali semakin lemah dan sempit, terutama sekali sesudah penumpasan pasukan Ali terhadap kaum Khawarij di Nahrawan, telah mendorong mereka untuk membentuk pasukan berani mati yang terdiri dari : Abdurrahman bin Muljam untuk membunuh Ali di Kuffah, Hajaj bin Abdillah as-Sarimi untuk membunuh Muawiyah di Damaskus, dan Zadawih untuk membunuh Amr bin Ash di Mesir. Akan tetapi dua petugas yang disebut terakhir gagal mencapai maksudnya, dengan demikian posisi Muawiyah semakin kuat.
Kelahiran Syiah sebagai suatu aliran keagamaan yang bersipat pilitis secara utuh, dilihat dari aspek ajaran atau doktrin politiknya, yakni tentang legitimasi ke-khalifahan ada pada keturunan Ali dengan Fathimah, putrid Rasulullah saw. bermula sejak munculnya tuntutan penduduk Kuffah pendukung Ali, agar masalah ke-khalifahan dikembalikan kepada Ahlul-Bait. Yang dimaksud dengan Ahlul-Bait  oleh Syiah hanya dibatasi kepada Ali, Fathimah, Hasan, Husein dan keturunan Husein. Mereka tidak menganggap para istri Nabi saw, putra-putra Ali selain Hasan dan Husein, saudara-saudara perempuan Fathimah seperti Ruqayah, Ummu Kultsum dan Zainab, begitu pula keturunan Hasan bin Ali sebagai Ahlul-Bait. Dengan demikian lahirnya Syiah pada dasarnya bersamaan waktunya dengan pengangkatan Hasan bin Ali bin Abi Thalib sebagai Imam kaum Syiah. Pada masa ini posisi kaum Syiah semakin goyah karena derasnya fitnah, perselisihan dan perpecahan dikalangan mereka yang sengaja ditanamkan oleh golongan Syabaiyyah pengikut Abdullah bin Saba. Lemahnya kepemimpinan Hasan bin Ali menjadi factor yang mempersulit kaum Syiah. Usaha Hasan menumpas Syabaiyyah dan menentang pemerintahan Muawiyah, membuat banyak pendukung meninggalkannya dan berpaling kepada Muawiyah, sebagian bergabung dengan Syabaiyyah dan Khawarij. Akhirnya Hasan bin Ali memilih jalan damai dengan mengundurkan diri dari jabatan sebagai khalifah pada tahun 41H/661M. Sesudah Hasan bin Ali wafat diangkatlah saudaranya (yakni) Husein bi Ali sebagai Imam. Putera Ali kedua ini tampak memiliki semangat dan daya juang seperti bapaknya, namun saying ia harus tewas diujung pedang tentara Yazid bin Muawiyah di padang Karbala secara memilukan pada tanggal 1 Oktober 680 M.
Perubahan corak Syiah dari politik murni menjadi gerakan keagamaan antara lain dipengaruhi oleh kedengkian Yahudi dan Majusi (Persia) terhadap Islam. Karena Islam-lah yang telah menghancurkan dan mencabut akar-akar Yahudi dari jazirah Arab, negeri yang dianggap sangat penting bagi Yahudi, mereka telah lama menetap di Madinah dan Syan’a (Yaman) dan sebagian ujung-ujung jazirah Arab. Adapun Persia, mereka adalah bangsa kaya dan pernah berkuasa atas bangsa-bangsa lain termasuk bangsa Arab. Persia yang besar kerajaannya, kewibawannya tidak runtuh ditangan bangsa Romawi ataupun Mongol, tapi justru jatuh ditangan kaum muslimin yang berjumlah relative kecil dimasa kehkalifahan Umar Ibn al-Khathab ra.
Keinginan mengobarkan dendam lama nampak dari ucapan Imam Khomaeni : "…Sesungguhnya aku mengatakan dengan keberanian bahwa bangsa Iran (dulu Persia) dengan jumlah jutaan pada saat ini lebih utama dari pada bangsa Hijaz dimasa Rasulullah saw dan dari bangsa Kufah, Irak pada masa Amirul Mukminin Al-Husein bin Ali (Al-Washiyah Al-Ilahiyah hal.16).
Seorang orientalis Inggris Dr.Brown yang cukup lama tinggal di Iran untuk studi kesejarahan dalam Tarikh Adabiyat Iran jilid 1 hal 217 mengatakan : "… Diantara factor terpenting yang menyebabkan permusuhan penduduk Iran terhadap khalifah Ar-Rasyid kedua, Umar adalah karena dialah yang telah menaklukan Negara-negara non-Arab dan telah meruntuhkan kekuatan mereka. Hanya saja permusuhan mereka dibungkus dengan baju agama dan madzhab". Di bagian lain dia menjelaskan bahwa kebencian mereka kepada Umar bukan karena merampas hak-hak Ali dan Fathimah, melainkan karena dialah yang telah menaklukan Iran dan menumbangkan dinasti Sasaniyah. Kemudian dia menukil sebuah Syair lagu Persia : "Umar telah mematahkan punggung-punggung singa yang ganas dikandangnya dan telah mencabut keluarga Jamsyid (raja terbesar dari Persia), bukanlah pertentangan itu karena ia merampas hak Ali, tetapi dendam lama ketika ia menaklukan Persia. (ibid, jilid 4 hal 49)
Setelah bertemunya kepentingan Sabaiyyah dan Majusiyah, mereka menggunakan maker dengan mengeksploitasi terbunuhnya Ali bin Abi Thalib ra dan Husein bin Ali bin Abi Thalib, kemudian membubuinya dengan fatwa-fatwa yang dinisbatkan kepada Ali bin Abi Thalib dan keluarganya untuk kemudian membawa agama baru yang berdiri sendiri. Memiliki akidah dan syariah yang berbeda atau berpisah dari Islam, yang dibawa oleh As-Shadiq Al-Amin Muhammad saw. Maka dengan demikian tasyayu’ (dukungan) dibangun dan berdiri diatas ucapan-ucapan dan perbuatan para Imam. Jika ditentang dengan ucapan atau perbuatan Imam itu sendiri yang dimuat dalam kitab mereka, dengan ringan mereka menjawab "Itu kan Taqiyyah". Jika ditentang dengan Al-Quran, mereka menjawab "Al-Quran yang ada telah diubah dan diganti". Jika dibantah dengan Sunnah yang shahih, mereka dengan mencibir berkata "Itu riwayat dari orang-orang yang murtad". 
B. Abdullah bin Saba dan Syiah
Pencetus pertama dari Syiah (rafidhah) adalah seorang Yahudi dari Yaman (Shan’a) yang bernama Abdullah bin Saba al-Himyari atau Ibnu Sauda, yang menampakan ke-Islaman dimasa Khalifah Ustman bin Affan ra. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :"Asal usul faham ini dari munafiqin dan zanadiqah. Pencetusnya adalah Abdullah bin Saba al-Zindiq. Ia menampakan sikap ekstrim didalam memuliakan Ali, dengan satu slogan bahwa Ali yang berhak jadi Imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum" (Majmu’ al-Fatawa 4:435).
Para ulama Syiah mutaakhirin banyak yang menyanggah tentang keberadaan dan keterlibatan Ibnu Sauda ini. Salah satunya Sayyid Muhammad Ali Kasyif Al-Ghitha, ketika ditanya oleh Sayyid Husain al-Musawi tentang Abdullah bin Saba, ia menjawab : "Sesungguhnya Abdullah bin Saba adalah khurafat yang dibikin-bikin oleh golongan Umawiyah dan Abbasiyah karena kedengkian mereka kepada Ahlul-Bait yang suci" (Mengapa Saya Keluar dari Syiah :11).
Padahal kitab-kitab Syiah yang dianggap mu’tabar dengan jelas mengakui keberadaan dan peran Abdullah bin Saba. Diantaranya : 
1.      Al-Kassyi dalam kitab "Rijal"-nya hal 257 menceritakan dari Ibnu Sinan, dari Abu Abdillah berkata : "Kami ahlul-bait adalah orang-orang yang jujur, tetapi selalu ada pendusta yang berdusta atas nama kami. Maka runtuhlah kejujuran kami dimata manusia. Adalah Rasulullah saw manusia paling jujur ucapannya, dan adalah Musailamah Al-Kadzab telah berani berbuat dusta atasnya. Adalah Amirul Mukminin (Ali) orang yang paling jujur yang dibersihkan oleh Alloh sepeninggal Rasululllah saw. dan Abdullah bin Saba -semoga laknat Allah- telah berani berdusta. Dan adalah Abu Abdillah Al-Husain bin Ali telah diuji dengan al-Mukhtar (Ats-Tsaqafi)".
2.      Abu Musa, Al-Hassan bin Musa An-Nubakhti dalam kitabnya Firaq Al-Syiah hal 43-44 menjelaskan : Tatkala Ali as terbunuh, pendukungnya terpecah menjadi tiga kelompok. Kelompok yang berkata sesungguhnya Ali tidak terbunuh dan tidak akan terbunuh atau mati hingga ia menggiring bangsa Arab dengan tongkatnya dan memenuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana telah dipenuhi dengan kezdaliman dan kecurangan. Inilah kelompok pertama yang berfaham "Waqf Ghuluw" (berlebhan). Kelompok ini disebut "Sabaiyyah", pengikut Abdullah bin Saba, orang yang telah menampakkan penghinaan kepada Abu Bakar, Umar dan Utsman dan para shahabat, serta memaklumkan "bara’ah" (berlepas diri) dari mereka. Dia orang yang mengatakan bahwa Ali yang telah menyuruhnya berbuat demikian. Maka ia ditangkap oleh Ali. Setelah ditanya ia mengakuinya, maka Ali memerintahkan untuk membunuhnya. Tetapi orang-orang berteriak mengatakan : Ya Amiral Mukminin apakah engkau akan membunuh orang yang telah mengajak untuk mencintaimu dan Ahlul-Bait? Maka Ali mengusirnya ke Madain (ibu kota Persia/Iran). Sejumlah ahli ilmu shahabat Ali as mengisahkan bahwa Abdullah bin Saba asalnya Yahudi, lalu masuk Islam dan mendukung Ali. Dialah orang pertama yang menyiarkan kabar tentang kewajiban imamah Ali, yang memperlihatkan bara’ah dari musuh-musuhnya dan yang mengungkap lawan-lawannya. Dari sanalah orang diluar Syiah mengatakan bahwa asal usul Syiah diambil dari Yahudi. Tatkala Ibnu Saba di Madain mendengar wafatnya Ali, dia berkata kepada pembawa berita duka itu : "Kamu berdusta, seandainya engkau dating kepada kami dengan membawa otaknya dalam 70 kantong dan saksi adil sebanyak 70 orang tentu kami tetap yakin bahwa ia belum mati dan belum terbunuh, ia tidak akan mati sebelu menguasai bumi…"
3.      Sayyid Ni’matullah al-Jazairi berkata : "Abdullah bin Saba berkata kepada Ali as, Kamu adalah Tuhan yang Besar. Maka Ali mengasingkannya ke Madain." (Al-Anwar An-Nu’maniyah 2:234)
4.      Di dalam buku "Mengapa Saya Keluar dari Syiah" yang judul aslinya Lillahi Tsumma Li At-Tarikh, Sayyid Husain Al-Musawi menjelaskan bahwa lebih dari dua puluh referensi Syiah yang menyatakan eksistensi Abdullah bin Saba, seperti : Al-Gharat karya Ats-Tsaqafi, Rijal karya At-Thusi, Ar-Rijal karya Al-Hulli, Qamus Ar-Rijal karya Tasturi, Dairatul Ma’arif karya Al-Hariri, Al-Kuna wal-Alqab karya Abbas Al-Qumi, Hallul Iskal karya Ahmad bin Thusi, At-Tahrir karya Ath-Thawusi, dan sebagainya.
Diantara ajaran yang disebarkan oleh Abdullah bin Saba dalam rangka merusak akidah dan memecah belah umat :
a.      Bahwa Ali bin Abi Thalib ra telah menerima wasiat sebagai pengganti Rasulullah saw. (An-Nubakhti, Firaq asy-Syiah, hal.44).
b.      Bahwa Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan ra adalah orang-orang dzalim yang telah merampas hak khalifah Ali sepeninggal Nabi saw. Umat Islam yang telah ikut membai’atnya dinyatakan murtad (An-Nubakhti, op.cit, hal 44).
c.      Bahwa Ali bin Abi Thalib adalah pencipta semua makhluk dan pemberi rizki (Ibnu Badran, Tahdzib At-Tarikh ad-Dimasq, 7 :430).
d.      Bahwa Nabi Muhammad saw akan kembali lagi ke bumi sebelum hari kiamat, sebagaimana akan kembalinya Nabi Isa as (Ibnu Badran,op.cit. 7:428).
e.      Bahwa Ali ra tidak mati melainkan tetap hidup diangkasa, petir adalah suaranya ketika marah dan kilat adalah cemetinya (Ath-Thahir Ibnu Muhammad Al-Baghdadi, Al-Farq Baina Al-Firaq, hal 234)
f.       Bahwa Ruh al-Quds berinkarnasi kedalam diri Imam Syiah (Al-Bad’u wa At-Tarikh, juz 5, hal 129)
C. Hujatan Syiah Terhadap Rasulullah saw
Untuk menggambarkan penghinaan Syiah (Rafidhah) kepada Nabi saw bisa diperhatikan beberapa kutipan dari buku Gen Syiah, yang ditulis Mamduh Farhan Al-Buhairi : 61-63 sebagai berikut :
a.      Ash-Shaduq didalam kitabnya Al-Amal meriwayatkan bahwa Rasulullah saw berkata kepada Ali ra : Seandainya aku tidak menyampaikan apa yang aku perintah dengannya dari perkara wilayahmu (kepemimpinanmu), maka leburlah seluruh amalku(Tafsir Nur Ats-Tsaqalain, jilid I hal 654).  Sepertinya Allah swt mengutus Rasul-NYa yang mulia hanya untuk menyampaikan soal wilayah Ali, mereka telah mengecilkan kedudukan Rasulullah saw.
b.      An-Nu’manimeriwayatkan dari Imam Muhammad al-Baqir as, ia berkata : Ketika Imam Mahdi muncul ia didukung oleh para Malaikat, dan orang yang pertama kali membai’atnya adalah Muhammad saw dan Ali as. Syaikh At-Thusi meriwayatkan dari Imam Ar-Ridha as bahwa diantara tanda-tanda munculnya Al-Mahdi adalah dia akan muncul dalam keadaan telanjang didepan bulatan matahari. (Al-Kafi Al-Ushul, I:504)
c.      An-Nu’mani juga meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah saw mi’raj kelangit, beliau melihat Ali ra dan nak-anaknya telah sampai disana sebelum Nabi saw. Bahkan Nabi saw mengucapkan salam kepada mereka. Ketika Rasulullah saw ditanya : Dengan bahasa apakah Rabb anda berbicara dengan anda waktu mi’raj? Beliau menjawab : Dia berbicara kepadaku dengan bahasa Ali bin Abi Thalib, hingga aku bertanya : Engkaukah yang sedang berbicara kepadaku ataukah Ali? (Kasyf al-Ghummah I:106)
d.      Ar-Ridha berkata dalam menafsirkan (QS.al-Ahzab 37) : Sesungguhnya Rasulullah saw pergi menuju rumah Zaid bin Haritsah dalam urusan yang dia inginkan, lalu ia melihat istrinya sedang mandi, maka dia berkata kepadanya, maka ia (Nabi) berkata kepadanya : Maha Suci Alloh yang telah menciptakan kamu. (Ibnu Bawaih al-Qunni, Uyunu Akhbar Ar-Ridha, hal 113).
e.      Sayyid Ali Gharwi, salah seorang pembesar Syiah berkata : Sesungguhnya Nabi saw kemaluannya pasti akan masuk neraka, karena ia menyetubuhi beberapa wanita musyrik. Yang dimaksud wanita musyrik adalah Aisyah dan Hafshah (Mengapa Saya Keluar dari Syi’ah :27).
D. Hujatan Syiah Terhadap para Istri Nabi saw
Jika Nabi saw tidak selamat dari kejahatan dan hujatan mereka, begitu-pun para istri Nabi tidak lepas dari kejahatan mereka. Bahkan telah keluar fatwa kafirbagi ummahatul-mukminin, terutama Aisyah dan Hafshah (Bihar al-Anwar, XXII, hal 227-247). Diantara para istri Nabi yang paling dibenci mereka adalah Siti Aisyahra. Mereka merendahkan kehormatan istri yang paling dicintai Rasulullah saw tersebut dengan kedustaan-kedustaan yang nyata. Sebagai ilustrasi saya nukil beberapa riwayat sebagai berikut :
a.      Ali Ibrahim al-Qummi dalam tafsirnya Al-Qummi  2:192 ketika menerangkan sababu an-nuzul QS.al-Ahzab :28 mengatakan : Sebab turun ayat ini ketika Rasulullah saw pulang dari perang Khaibar, beliau membawa harta keluarga Abu al-Haqiq. Maka mereka (para istri Nabi) berkata : Berikanlah kepada kami apa yang engkau dapatkan itu. Beliau menjawab : Aku akan bagikan kepada kaum muslimin sesuai perintah Allah. Maka marahlah mereka, lalu berkata : Sepertinya engkau menganggap kalau seandainya engkau menceraikan kami, maka kami tidak akan menemukan para pria berkecukupan yang akan menikahi kami. Maka Allah menentramkan hati Nabi dan memerintahkan untuk meninggalkan mereka.
b.      Muhammad bin Mahmud bin Iyasy didalam tafsir al-Iyasy I:200, -dengan dusta- berkata bahwa Abu Abdillah Ja’far Ash-Shadiq pernah berkata : Tahukah kalian apakah Nabi saw meninggal dunia atau dibunuh? Sesungguhnya Allah swt telah berfirman : Apakah jika dia (Muhammad) mati atau dibunuh kalian akan murtad? (QS.Ali Imran 144) Beliau sebenarnya telah diberi racun sebelum meninggalnya. Sesungguhnya dua wanita itru (Aisyah dan Hafshah) telah meminumkan racun kepada beliau sebelum wafatnya. Maka kami menyatakan : Sesungguhnya kedua wanita itu dan kedua bapaknya (Abu Bakar dan Umar) adalah sejelek-jeleknya makhluk Allah.
c.      Dinukilkan secara dusta dalam kitab Ikhtiyar Ma’rifatur-Rijal karya At-Thusi hal 57-60 bahwa Abdullah bin Abbas ra (padahal mereka sangat membenci Ibnu Abbas) pernah berkata kepada Aisyah : Kamu tidak lain hanyalah seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan Rasulullah saw 
d.      Al-Bayadhi dalam kitabnya Shirathal Mustaqim 3 : 135 mengelari Aisyah ra dengan : Ummu asy-Syurur (Ibu kejelekan) dan Ummu Syaithan (biangnya syetan).
Padahal Ali bin Abi Thalib ra sewaktu perang Jamal berkata : Wahai kaum muslimin, dia (Aisyah) adalah seorang yang jujur, dan demi Allah dia seorang yang baik. Sesungguhnya tidak ada diantara kami dengan dia kecuali yang demikian itu. Dan ketahuilah dia dalah istri Nabi kalian didunia dan akhirat.(Tarikh Ath-Thabari 5 : 225).
E. Hujatan Syiah Kepada Ahlul-Bait
Kaum Syiah sering mendakwahkan diri sebagai pecinta ahlul-bait, tapi jika kita perhatikan beberapa riwayat berikut nampak jelas ungkapan cinta Ahlul-Bait itu hanya sebagai kedok untuk menutupi kebusukan ajarannya.
1.      dari Abu Abdillah as berkata : Seseorang wanita yang buruk rupa dating kepada Amirul Mukminin, sedang ia ketika itu ada dimimbar, maka wanita itu berkata : Ini adalah pembunuh kekasihnya, maka Ali melihat kepadanya dan berkata : Wahai Salfa, wahai wanita yang lancing, wahai orang yang keji, wahai yang mengingatkan, yang tidak haid seperti haidnya wanita lain, wahai orang yang pada kemaluannya terdapat sesuatu yang jelas menggantung. (Al-Majlisi, Bihar al-Anwar 41 : 293). Ini jelas penghinaan terhdapa Ali !!
2.      Dalam Tafsir Al-Qummi 2 : 2236 diriwayatkan ketika Fathimah menceritakan tentang Ali : Sesungguhnya para wanita Quraisy menceritakan kepadaku sesungguhnya dia (Ali) adalah seorang laki-laki gendut perutnya , panjang tangannya, besar persendiannya, blotot dua matanya, bahunya lunak seperti Unta, gigi yang berseri, tidak punya harta.
3.      Disebutkan oleh al-Ashfahany dari Abu Ishaq bahwa ia berkata : Aku dimasukkan oleh ayahku kedalam mesjid pada hari jum’at. Ia mengangkatku, maka aku melihat Ali berkhutbah diatas mimbar, dia adalah orang tua yang botak, menonjol dahinya, bidang dadanya, jenggotnya memenuhi dadanya, dan lemah penglihatannya. (Muqatil Ath-Thalibin hal 27)
4.      Al-Majlisi dalam Bihar Al-Anwar XII hal 213 meriwayatkan bahwa Rasulullah saw mendatangi Amirul Mukminin ketika ia tidur dimasjid dan berbantal tumpukan kerikil yang ia kumpulkan. Rasulullah membangunkannya dengan kakinya sambil berkata : Bangunlah wahai hewan Allah. Maka seorang shahabat bertanya : Wahai Rasulullah apakah sebagaian kita boleh menyebut sebagian yang lain dengan nama seperti itu? Beliau bersabda : Tidak, Demi Allah, nama tadi khusus untuknya.
5.      Sayyid Husain Al-Musawi menjelaskan bahwa imam yang paling banyak mendapat cacian, hinaan dan ejekan adalah dua imam, yaitu : Al-Baqir dan putranya Ja’far Ash-Shadiq serta anak keduanya. Telah dinisbahkan kepadanya sebagian besar permasalahan, seperti : Taqiyyah. Muth’ah, Homoseks, meminjamkan kemaluan, dan yang lainnya. Sedangkan keduanya sama sekali terbebas dari semuanya.
6.      Kekejian mereka nampak sekali dari penjelasan Sayyid Muhsin al-Amin : Husain membai’at dua puluh ribu penduduk Kufah, lalu mereka semua melanggar sumpah tersebut, mereka keluar untuk menentangnya, padahal bai’at masih terikat dileher-leher mereka, lalu mereka membunuhnya. (A’yanu Syi’ah I : 34)
F. Hujatan Kepada Para Shahabat.
Para Shahabat Nabi saw yang dipuji Alloh dalam QS.At-Taubah : 100 sebagai As-Sabiquna al-Awwalun, yakni orang-orang terdahulu yang pertama masuk Islam dari Muhajirin dan Anshar, Allah telah ridha pada mereka, dan Allah telah menjanjikan bagi mereka tempat kembalinya surga. Dimata kaum Rafidhah para shahabat Nabi saw itu adalah murtaddin yang busuk. Sebagai ilustrasi, saya nukilkan beberapa riwayat berikut :
1.      Al-Kulaini didalam kitabnya Furu’ul Kafi Kitab Ar-Raudhah hal 115 menyebutkan dari Abu Ja’far as : Semua manusia telah murtad sepeninggal Nabi saw kecuali tiga orang. Saya bertanya : Siapakah ketiga orang itu? Beliau menjawab : Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi.
2.      Muhammad Al-Baqir Al-Majlisi dalam kitabnya Haqqul Yakin : 533 menjelaskan bahwa Abu Hamzah At-Tamali menceritakan bahwa dia bertanya kepada Imam Zainal Abidin tentang Abu baker dan Umar. Maka Imam menjawab : Keduanya adalah kafir dan orang-orang yang membai’at keduanya juga kafir.
3.      Dihalaman 519 Al-Majlisi menyatakan : Akidah kami dalam hal kebencian adalah membenci empat berhala, yaitu : Abu Bakar, Umar, Utsman dan Mu’awiyah, dan empat wanita, yaitu : Aisyah, Hafshah, Hindun dan Ummul Hakam, serta seluruh orang yang mengikuti mereka. Mereka adalah sejelek-jeleknya makhluk Allah dimuka bumi. Tidaklah sempurna iman kepada Allah, rasul-Nya dan para Imam kecuali setelah membenci musuh-musuh tadi.
4.      Al-Mula Kazhim dalam Ajma’u al-Fadhaih : 157 dari Imam Zainal abiding : Barang siapa melaknat al-Jibti (Abu Bakar) dan ath-Thaghut (Umar) dengan sekali laknat, maka Allah mencatat 70 juta kebaikan dan dihapus sejuta dosa, Allah mengangkat derajatnya 70 juta derajat.
5.      Maqbul Ahmad menyebutkan dalam Bioghrafinya hal 551 : Yang dimaksud dengan Fahsya adalah sayid yang pertama yaitu Abu Bakar, dan Munkar adalah syaikh kedua, yaitu Umar, sedangkan Baghyi adalah orang yang ketiga yaitu Utsman. Dibagian lain ia menyebutkan : Yang dimaksud dengan Kufr adalah Abu Bakar, Fusuq adalah Umar dan Ishyan adalah Utsman.
6.      Orang-orang Syiah mempunyai sebuah doa yang mereka namai Do’a Shanamai Quraisy (Permohonan Untuk dua berhala quraisy, yakni Abu Bakar dan Umar). Do’a tersebut berbunyi : Ya Allah laknatilah kedua berhala Quraisy, kedua patung Quraisy, kedua pendusta Quraisy dan kedua putrinya. Keduanya telah menyalahi perintah-Mu, mencintai musuh-musuh-Mu, melupakan semua karunia-Mu, menelantarkan hukum-Mu, dan mengingkari bukti-bukti kebenaran-Mu. Ya Allah laknatlah keduanya dalam relung rahasiah-Mu dan dalam alam nyata-Mu, laknat yang banyak, terus-menerus, abadi selama-lamanya, tidak pernah berhenti dan tidak pernah putus, tidak pernah habis dan tidak pernah pupus, menerjang awalnya dan tidak kembali akhirnya, untuk mereka, pembantu mereka, penolong mereka, pecinta mereka, para mawali mereka, yang pasrah kepada mereka, yang cenderung kepada mereka, yang meninggikan mereka, yang meneladani ucapan mereka dan membenarkan hukum  mereka. Ya Allah siksalah mereka dengan siksa yang penduduk neraka-pun berlindung dari padanya, Amin ya Rabbal-Alamin. (Tuhfah al-Awam, Manshur Husain, hal 423 dan Bihar al-Anwar, Al-Majlisi, jilid 82 hal 260)
G. Pandangan Ahlul-Bait Kepada Syiah
Banyak kitab Syiah yang menjelaskan tentang kemarahan Ahlul Bait kepada para pengikutnya, sebagai contoh :
1.      Amirul Mukminin Ali ra berkata : Kalaulah aku bisa membedakan pengikutku, maka tidak akan aku dapatkan kecuali orang yang memisahkan diri. Kalaulah aku menguji mereka, maka tidak akan aku dapatkan kecuali orang-orang murtad. Kalaulah aku menyeleksi seribu orang dari mereka, maka tidak akan ada yang lolos seorangpun. (al-Kafi, kitab Ar-Raudhah 8 : 338)
2.      Imam Husein bin Ali dalam mendoakan pengikutnya berkata : Ya Allah, jika Engkau memberi ni’mat kepada mereka, maka cerai beraikanlah mereka sejadi-jadinya, jadikanlah mereka menempuh jalan yang berbeda-beda, janganlah Engkau ridhai kepemimpinan mereka untuk selamanya, karena mereka menyeru untuk menolong kami, kemudian mereka memusuhi kami dan membunuh kami. (al-Irsyad, Muhammad An-Nu’man Al-Mufid 2 : 10)
3.      Imam Hasan bin Ali berkata : Demi Allah, saya melihat Muawiyah lebih baik bagiku dari pada mereka, mereka mengaku sebagai pengikutku, namun mereka berusaha membunuhku dan merampas hartaku. Demi Allah untuk mengambil dari Muawiyah apa yang dapat melindungi darahku dan merasa aman ditengah-tengah keluargaku lebih baik dari pada mereka membunuhku, sehingga menjadi sia-sialah Ahlu Baitku. (Al-Ihtijaj, Ath-Thubrusi 2 : 10)
4.      Imam Zainal Abidin berkata kepada penduduk Kufah : Apakah kamu sekalian mengetahui bahwa kalian menulis kepada bapakku lalu kalian menipunya. Kalian memberi sumpah dan janji kepadanya atas kerelaan diri kalian sendiri, tapi kemudian kalian memeranginya dan toidak menolongnya. Dengan mata yang mana kalian melihat Rasulullah saw ketika beliau bersabda : Kalian memerangi keturunanku, merusak kehormatanku, maka kalian bukanlah ummatku. (al-Ihtijaj 2 : 29)
5.      Imam al-Baqir berkata : Kalaulah seluruh manusia adalah pengikut kami, tentu tiga perempat dari mereka adalah orang-orangyang diragukan, dan seperempatnya lagi adalah orang-orang bodoh. (Rijal Al-Kasysyi hal 79)
H. Kayakinan Syiah Terhadap Al-Quran
Kaum Syiah tidaklah meyakini akan jaminan Allah tentang keotentikan dan orisinalitas Al-Quran yang termaktub dalam QS.al-Hijr : 9, kerana mnurut keyakinan mereka Al-Quran yang ada sekarang bukan Al-Quran yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammmad saw. Ini terungkap antara lain :
1.      Muhammad bi Ya’qub bin Ishaq Al-Kulaini dalam kitabnya Al-Kafi fi Ushul, Kitab Fadhail-Quran 2 : 634 meriwayatkan dari Hisyam bin Salim dari Abu Abdillah as, dia berkata : Sesungguhnya al-Quran yang dibawa oleh Jibril as kepada Nabi Muhammad saw adalah 17.000 ayat. Padahal Al-Quran yang berada ditangan kita berjumlah 6236 ayat, berarti 2/3-nya telah hilang. Kemudian di Bab Al-Hujjah 1 : 239 dijelaskan bahwa bagi kaum Syiah memiliki kitab suci sendiri yang bernama "Mushaf Fatimah" yaitu sebuah mushaf didalamnya semisal Al-Quran yang tebalnya tiga kali lipat, dan tidak ada satu huruf-pun yang sama dengan Al-Quran.
2.      Ni’matullah Al-Jazairi berkata : Telah diriwayatkan dalam banyak hadits bahwa mereka telah memerintahkan para Syiah mereka untuk membaca Al-Quran yang ada ini dalam shalat dan lainnya serta mengamalkan hukumnya hingga munculnya Maulana Shahib az-Zaman lalu ia mengangkat Al-Quran ini dari tangan-tangan manusia menuju langit dan mengeluarkan Al-Quran yang disusun oleh Amirul Mukminin, maka dibaca dan diamalkan hukum-hukumnya.(al-Anwar an-Nu’maniyah 2 : 363)
3.      Mirza Husain bin Muhammad Taqiy an-Nuri Ath-Thubrusi, dalam kitabnya Fashlu al-Kitab fi Tahrif Kitab Rabbi al-Arbab hal 32 menyebutkan : Sesungguhnya Al-Quran yang ada pada kita bukanlah Al-Quran yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw, tapi telah dirubah, diganti, ditambahi dan dikurangi. Diantara contoh ayat-ayat yang ditahrif :
- ان الله اصطفى أدم ونوحا وال ابراهيم وال محمد على العالمين (ال عمران 33) فصل الخطاب : 264)
- ياايهاالذبن أمنوااتقواالله حق تقاته ولاتموتن الا وأنتم مسلمون لرسول الله والامام من بعده (ال عمران : 102) – فصل الخطاب : 267)
- ياايهاالذبن أمنواأطيعواالله وأطيعواالرسول وأولى الامر منكم من ال محمد صلواتالله عليهم (النساء : 59) فصل الخطاب : 274)
- وليستعفف الذين لايجدون نكاحا بالمتعة حتى بغذيهم الله من فضله (النور :33) فصل الخطاب : 315)
- ومن يعص الله ورسوله فى ولاية علي فاءن له نار جهنم خالدين فيها أبدا (الجن : 23)-فصل الخطاب : 240)
- ياايهاالنفس المطمئنة الى محمد ووصيه والائمة من بعده (27) ارجعي الى ربك راضية بولاية علي مرضية بالثواب(28) فادخلي في عبادي مع محمد وأهل بيته (29) وادخلي جنتي غيرمشوبة (30)-فصل الخطاب : 345) 
Dalam keyakinan Syiah, disamping ada yang disebut Mushaf Fathimah ada kitab-kitab samawi lain yang diturunkan kepada Nabi saw, tapi dikhususkan untuk Amirul Mukminin (Ali). Kitab-kitab tersebut antara lain :
1.      Al-Jami’ah : Dari Abu Bahir, dari Abu Abdillah, dia berkata : Saya Muhammad, saya memiliki Al-Jami’ah. Tidaklah mereka mengetahui pakah Al-Jami’ah itu? Dia berkata : Al-Jami’ah adalah lembaran yang tingginya tujuh puluh hasta Rasulullah saw, dia didiktekan dari ufuk, ditulis oleh Ali dengan tangan kanannya, didalamnya dituliskan tentang halal dan haram serta segala sesuatu yang dibutuhkan manusia hingga tentang diyat dalam cakaran … (al-Kafi, I/239, Bihar al-Anwar, 26/22)
2.      Shahifah An-Namus : Dari ar-Ridha as tentang hadits tanda-tanda Imam, dia berkata : Dia memiliki shahifah yang didalamnya terdapat nama-nama pengikut mereka hingga hari kiamat, juga shahifah yang didalamnya nama-nama musuh mereka hingga hari kiamat.(Bihar al-Anwar 25/117)
3.      Shahifah Al-Abithah : Dari Amirul Mukminin as, dia berkata : Demi Allah sesungguhnya aku memiliki shahifah yang banyak sekali yang merupakan bagian milik Rasulullah, dan Ahlul Baitnya. Diantara shahifah tersebut ada yang bernama Al-Abithah. Tidak ada yang dating kepada orang Arab terkemuka yang tidak memiliki sedikitpun bagian dalam agama Allah. (Bihar al-Anwar, 26/37)
4.      Masih ada lagi yang disebut : Shahifah Dzuabah as-Saif, Shahifah Ali, dan Al-Jufr.
I. Keyakinan Syiah Terhadap Al-Hadits
Syiah hanya menerima hadits-hadits Nabi saw yang diriwayatkan melalui jalur Ahlul-Bait. Mereka menolak hadits yang diriwayatkan shahabat selain Ali, karena mereka menilai para shahabat itu telah murtad/kafir. Menurut Syiah hadits bukan hanya yang dating dari Nabi saw, tetapi justru lebih banyak dari imam-imam mereka. Karena perkataan imam yang juga dinilai Ma’shum sama dengan perkataan Nabi saw, bahkan perkataan imam itu sama dengan firman Allah swt. Dalam Al-Kafi 2 : 271-272 diriwayatkan,  Abu Abdillah berkata : Haditsku berarti hadits ayahku, hadits ayahku berarti hadits kakekku, hadits kakekku berarti hadits Husein, hadits Husein berarti hadits Hasan, hadits Hasan berarti hadits Ali, hadits Ali berarti hadits Rasulullah saw, hadits Rasulullah saw berarti firman Allah swt. Karena Syiah berkeyakinan bahwa Imam itu ma’shum, sama dengan firman Allah, maka tidak perlu menyandarkan atau mengisnadkan ucapan Imam itu kepada Nabi saw. seorang tokoh Syiah Abdullah Fiyadh : Keyakinan bahwa Imam itu ma’shum, menjadikan semua hadits yang keluar dari mereka adalah shahih. Maka tidak diperlukan menyandarkan sanadnya kepada Rasulullah saw sebagaimana halnya dikalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. (Tarikh al-Imamiyah : 140)
Masalah rawi bagi Syiah tidak diperlukan criteria seperti dikalangan Ahlus Sunnah, yang penting rawi itu Syi’i/berpihak kepada Syiah.
Jumlah hadits dalam Syiah bertambah dan terus bertambah. Seperti diungkap Sayid Husain al-Musawi dalam bukunya Mengapa Saya Keluar dari Syiah(judul asli buku tersebut : Lillah Tsumma Lit-Tarikh) hal. 129-130 sebagai berikut :  Kitab Al-Kafi adalah referensi Syiah terbesar secara mutlak, dia adalah kitab yang diakui oleh Imam kedua belas yang ma’shum, yang tidak pernah salah dan keliru. Ketika Al-Kulaini menulis kitab Al-Kafi dia menyodorkannya kepada Imam kedua belas di Sardabih, Samuria. Imam kedua belas mengatakan : Al-Kafi telah cukup bagi para pengikut kami (Syiah). (lihat Mukaddimah Al-Kafi hal.25). Sayid Muhakkik Abbas Al-Qummi berkata : Al-Kafi adalah kitab Islam yang paling agung, dan karangan keimanan yang paling besar, tidak ada bakti bagi keimanan yang sebanding dengannya. Maulana Muhammad Amin Al-Istirbadi dalam kitab Muhki Fawaid, kami mendengar guru-guru dan ulama kami berkata bahwa tidak dikarang dalam Islam kitab yang sepadan dan sebanding dengan Al-Kafi.(Al-Kunni wa al-Inqab 3 : 98). Tetapi marilah baca bersama saya beberapa perkataan berikut ini : Al-Khawansari berkata :  Mereka berselisih tentang kitan Ar-Raudhah yang menghimpun beberapa bab, apakah dia salah satu kitab Al-Kafi yang merupakan karangan Al-Kulaini, ataukah tambahansesudahnya? (Ar-Raudhah Al-Jannat 6 : 1180). Syaikh yang terpercaya Sayid Husain bin Sayid Haidar Al-Karki Al-Amili yang wafat pada tahun 1076 : "Sesungguhnya kitab Al-Kafi terdiri dari lima puluh  kitab yang disertai dengan sanad-sanad dari setiap hadits yang bersambung dengan para Imam Alaihimus-salam (Raudhah Al-Jannah 6 : 114). Sementara Sayid Abu Ja’far Ath-Thusi yang wafat tahun 460 H berkata : "Sesungguhnya kitab al-Kafi mencakup tiga puluh kitab". (Al-Fahrasat hal 64). Tampak bagi kita dari perkataan-perkataan  diatas bahwa yang ditambahkan kepada Al-Kafi antara abad kelima hingga abad ke sebelas adalah sekitar dua puluh kitab, dan setiap kitab mencakup beberapa bab, atau prosentase penambahan yang terjadi pada Al-Kafi selama ini adalah 40 persen. Maka siapakah yang menambahkan sebanyak 20 kitab kedalam kitab Al-Kafi? Apakah mungkin dia seorang manusia yang shalih? Apakah dia seorang diri atau beberapa orang yang secara kontinyu selama berabad-abad melakukan perubahan, penggantian dan perombakan? Marilah kita mengambil yang lain, yang merupakan peringkat kedua setelah Al-Kafi. Dan kitab inipun merupakan kitab shahih yang empat, yaitu kita Tahdzib Al-Ahkam karangan Syaikh Ath-Thusi pendiri kota Najaf. Parafuqaha dan mujtahid kami menyebutkan bahwa kitab tersebut menghimpun 13.590 hadits, sementara Ath-Thusi sendiri yang merupakan penulis kitab tersebut mengatakan bahwa kitab Tahdzib Al-Ahkam menghimpun 5.000 hadits lebih atau tidak lebih dari 6.000 hadits. Maka siapakah yang menambahkan hadits kedalam kitab ini yang jumlahnya lebih besar dari pada jumlah hadits yang asli?
J. Sekte-Sekte Syiah
Menurut Al-Hasan bi Musa An-Nubakhti, salah seorang tokoh ulama Syiah yang hidup pada abad ke 3 H dalam kitabnya Firaq Asy-Syiah dijelaskan bahwa telah terjadi perbedaan dan perselisihan dikalangan Syiah sejak awal sejarah mereka, terutama dalam menentukan siapakah yang berhak menjadi Imam, sekalipun dalam klaim mereka Imamah adalah pokok keimanan mereka dan telah ditetapkan berdasar nash.
Menurut An-Nubakhti perselisihan itu antara lain : 
A)     Setelah wafatnya Rasulullah saw, Syiah terpecah menjadi 3 kelompok :
1.      Kelompok yang meyakini bahwa Ali adalah Imam yang harus ditaati dan bukan yang lainnya berdasarkan nash dari Nabi saw, beliau ma’shum, terjaga dari segala bentuk kesalahan, yang berwilayah dengannya akan selamat, dan yang memusuhinya adalah kafir dan sesat. Imamah ini terus diwarisi oleh keturunannya, sebagian kelompok ini disebut Al-Jarudiyah.
2.      Kelompok yang meyakini bahwa Ali memang paling berhak sesudah Rasulullah saw, karena keutamaannya, sekalipun demikian mereka membenarkan imamah khlaifah Abu Bakar dan Umar dikarenakan keridhaan serta bai’at Ali terhadap keduanya secara sadar tanpa paksaan. Inilah kelompok Al-Batriyah.
3.      Kelompok ini sama dengan kedua, hanya saja mereka berpendapat bahwa mentaati imam yang sudah ditetapkan itu hukumnya wajib, maka siapapun yang tidak mentaatinya dia kafir dan sesat. 
Pada masa ini, An-Nubakhti juga menyebutkan munculnya kelompok Khawarij dari kalangan Syiah Ali, mereka kemudian mengkafirkan Ali bin Abi Thalib karena melakukan Tahkim.
B)     Setelah Ali wafat, Syiah terpecah menjadi 3 kelompok :
1.      Kelompok yang berpendapat Ali tidak mati terbunuh, dan tidak akan mati sehingga ia berhasil memenuhi bumi dengan keadilan. Inilah kelompok Ghuluw (ekstrem) pertama. Kelompok ini disebut Syiah Sabaiyyah pimpinan Abdullah bin Saba.
2.      Kelompok yang berpendapat bahwa Ali memang wafat dan imam sesudahnya adalah putranya, Muhammad Al-Hanafiyah, sebab dia (bukan Hasan atau Husein) yang dipercaya membawa panji ayahnya Ali dalam peperangan di Basrah. Kelompok ini disebut Al-Kaisaniyyah. Mereka mengkafirkan siapapun yang melangkahi Ali dalam Imamah, juga mengkafirkan Ahlus-Shiffin, Ahlul-Jamal. Tokoh kelompok ini Al-Mukhtar bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi, ia mengaku bahwa Jibril pernah menurunkan wahyu kepadanya.
3.      Kelompok ketiga berkeyakinan bahwa Ali memang wafat, dan imam sesudahnya adalah puteranya, Al-Hasan. Ketika kemudian Al-Hasan menyerahkan khilafah kepada Muawiyah bin Abi Sufyan, mereka memindahkan imamah kepada Al-Husein. Sebagian mereka mencela Al-Hasan, bahkan Al-Jarrah bin Sinan al-Anshari pernah menuduhnya sebagai musyrik dan membacok pahanya dengan pedang. Tetapi sebagian Syiah berpendapat bahwa sesudah wafat Al-Hasan, yang berhak jadi imam adalah Al-Hasan bin Al-Hasan yang bergelar Ar-Ridha.
C)     Sesudah syahidnya Al-Husein ra dalam peristiwa Karbala, dimana beliau diundang oleh penduduk Kufah yang mengaku diri sebagai Syiahnya dan mereka mengaku mempunyai belasan ribu orang yang siap membela Husein. Tapi ternyata ketika Husein dikepung oleh pasukan Ubaidillah bi Ziyad di Karbala tak satupun orang yang tadinya mengundang beliau tampil membelanya, tapi justru cuci tangan, sehingga menyebabkan syahidnya Imam Husein. Seperti dikisahkan sejarawan Syiah, al-Mas’udi, Husein sebelum syahid bahkan sempat berdo’a : Ya Allah turunkanlah keputusan-Mu atas kami dan atas orang-orang yang telah mengundang kami, dengan dalih mereka akan mendukung kami, tapi kini ternyata mereka membunuhi kami. (Tarikh al-Mas’udi 2 : 71). Adapun yang ikut syahid bersama Al-Husein dalam peristiwa ini : Putera-putera Ali bin Abi Thalib yang bernama Abu Bakar, Utsman dan Abbas; Putera Al-Hasan bin Ali yakni Abu Bakar; dan putera Al-Husein bin Ali yakni Ali Al-Akbar bin Husein. Sehingga ketika jenazah Husein beserta keluarganya yang masih hidup dibawa ke Kufah dan ditangisi oleh penduduk Kufah, Ali Al-Asghar bin Husein Zainal Abidin berkomentar : Mereka menangisi kami, padahal mereka sendiri yang telah membunuhi kami. (Tarikh al-Ya’qubi 2 : 245; Al-Ihtijaj 2 : 291)
Pada periode sesudah wafatnya Al-Husein, Syiah terpecah lagi emnjadi beberapa golongan :
1.      Kelompok-kelompok yang mengakui bahwa sesudah wafatnya Husein, imamah berlanjut ke putera Ali yang lain, yaitu Muhammad Al-Hanafiyah. Mereka-pun terpecah, ada yang berkeyakinan bahwa Muhammad Al-Hanafiyah yang disebut oleh mereka sebagai Al-Mahdi tidak pernah meninggal. Sebagian menyatakan meninggal dan pelanjutnya adalah puteranya Abu Hasyim, kelompok ini disebut Al-Hasyimiyah. Setelah itu mereka pecah lagi, ada yang berkeyakinan bahwa Abu Hasyim berwasiat kepada Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib untuk menjadi imam. Kelompok ini disebut Syiah Ar-Rawandiyah.
2.      Kelompok yang mengakui bahwa sesudah wafatnya Husein, Imamah dilanjutkan oleh puteranya yang masih hidup, Ali al-Ashgar Zainal Abidin, dari ibunya bernama Jihansyah, puteri kaisar Persia Yazdajird bin Syahriyar.
3.      Kelompok yang meyakini bahwa setelah syahidnya Husein, Imamah telah selesai/terputus. Sebab menurut mereka yang disebut namanya oleh Rasulullah saw sebagai Ahlul-Bait beliau hanyalah tiga orang saja, yaitu Ali, Hasan dan Husein.
4.      Kelompok yang berkeyakinan bahwa sesudah wafatnya Husein, Imamah hanya bisa dilanjutkan oleh keturunan Hasan dan Husein. Siapapun diantara mereka yang mengklaim sebagai imam, maka mereka adalah imam yang wajib ditaati. Barangsiapa yang lalai melakukannya, maka ia kafir. Kelompok ini disebut As-Sarhubiyah.
D)     Sesudah wafatnya Ali Zainal Abidin, muncul kelompok Syiah antara lain :
1.      Az-Zaidiyah, pengikut Zaid bin Ali bin Husein yang meyakini bahwa sekalipun Ali bin Abi Thalib lebih utama dari Abu Bakar dan Umar, tetapi khilafah keduanya sah. Mereka juga berkeyakinan bahwa imamah dapat diraih oleh siapapun dari keturunan Nabi Muhammad saw apabila mereka memenuhi persyaratan dan bisa memperjuangkannya. Sepeninggal Zaid, kelompok ini dipimpin oleh putera-puteranya : Yahya dan Isa.
2.      Kelompok yang meyakini bahwa imamah sesudah Ali Zainal Abidin adalah puteranya, Muhammad Al-Baqir.
E)      Sesudah wafatnya Muhammad Al-Baqir, Syiah pecah lagi menjadi 3 kelompok:
1.      Kelompok yang mengakui imamahnya Muhammad bin Al-Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib sebagai Al-Qaim dan Al-Mahdi.
2.      Kelompok yang mengakui bahwa imamah sesudah wafatnya Muhammmad Al-Baqir adalah puteranya Ja’far Ash-Shadiq.
3.      Al-Mughiriyah, pengikut Al-Mughirah bin Said. Yang mengklaim mendapat wasiat dari Imam Al-Baqir untuk jadi imam sampai munculnya Al-Qaim.
F)      Sesudah wafatnya Ja’far Ash-Shadiq, Syiah pecah lagi menjadi 6 kelompok :
1.      Kelompok yang meyakini Imam Ja’far sebagai Al-Mahdi, disebut An-Nawusiyah.
2.      Kelomp[ok yang meyakini bahwa imamah sesudah Ja’far adalah puteranya yang bernama Ismail. Mereka juga meyakini Ismail tidak mati sehingga berhasil memimpin umat, dialah sang Al-Qaim. Kelompok ini disebut Ismailiyah.
3.      Kelompok yang meyakini bahwa imamah sesudah Ja’far adalah Muhammad bin Ismail bin Ja’far, cucu Ja’far. Menurut mereka wafatnya Ismail pada masa hidup sang ayah , Ja’far, menunjukkan bahwa imam sesudah Ja’far adalah putera Islamil, Muhammad. Menurut mereka sesudah periode Hasan dan Husein, imamah tidak lagi berputar dari kakak ke adik, tapi dari ayah ke anak. Karenanya imamah sesudah Ja’far tidak berpindah dari Ismail kepada saudaranya Abdullah dan Musa, melainkan kepada putera Ismail yakni Muhammad. Kelompok ini disebut Al-Mubarakiyah. Termasuk dalam al-Ismailiyah, pengikut Abil Khattab yang popular disebut Al-Khattabiyah atau As-Sab’iyah karena meyakini bahwa jumlah imam hanya tujuh saja. Kelompok ini dikenal juga dengan sebutan Al-Qaramithah.
4.      Kelompok yang mengakui bahwa imamah sesudah Ja’far adalah puteranya Muhammad bin Ja’far, kemudian anak keturunannya. Kelompok ini disebut As-Sumaithiyah dipimpin oleh Yahya bin Abi as-Sumaith.
5.      Kelompok yang meyakni bahwa imamah sesudah Ja’far adalah puteranya yang bernama Abdullah al-Afthah. Mereka berhujah dengan hadits yang disampaikan Ja’far bahwa imamah itu adanya pada anak tertua imam. Abdullah adalah putera tertua Ja’far dan telah memproklamirkan diri sebagai imam. Kelompok ini disebut Al-Afthiyah.
6.      Kelompok yang mengakui bahwa sesudah wafatnya Ja’far dan putera tertuanya yang lain Musa al-Kazhim, dan kemudian kepada nak keturunannya.
G)     Sesudah wafatnya Musa Al-Kazhim, Syiah terpecah lagi dalam beberapa kelompok, diantaranya yang meyakini bahwa imamah sesudah Musa Al-Kazhim adalah puteranya Ali Ar-Ridha. Mereka juga meyakini bahwa imamah berhenti sampai sini. Kelompok ini disebut Al-Wakifah.
H)     Sesudah wafatnya Ali Ar-Ridha, Syiah terpecah lagi dalam berbagai kelompok, diantaranya adalah yang meyakini bahwa sesudah Ali Ar-Ridha imamah berpindah ke puteranya, Muhammad bin Ali, yang baru berusia 7 tahun, sehingga menimbulkan perpecahan diantara pengikutnya. Setelah wafat Muhammad bin Ali, imamah dilanjutkan oleh Al-Hasan bin Ali Al-Askari.
I)        Sesudah wafatnya Al-Hasan bin Ali Al-Askari, Syiah terpecah-pecah lagi menjadi 14 kelompok. Diantaranya ada yang berpendapat bahwa Al-Hasan tidak wafat, sebab ia tidak boleh mati, karena ia belum punya anak yang tampil sebagai pengganti, bumi ini tidak boleh kosong dari imamah. Beliaulah Al-Qaim, beliau kini sedang ghaib. Ada juga yang berkeyakinan bahwa Al-Hasan memang wafat, tapi ia mempunyai satu-satunya putera bernama Muhammad yang ketika ayahnya wafat ia berusia 5 tahun. Ia disembunyikan oleh ayahnya karena ia takut akan Ja’far saudara Hasan, juga terhadap musuh-musuhnya. Dialah Al-Qaim dan Mahdi Al-Muntazar. Namun terjadi padanya Al-Ghaibah Sugra dan Al-Ghaibah Kubra. Inilah keyakinan Syiah Itsna "Asyariyah
Ulama Ahlus Sunnah Fakhruddin Ar-Razi dalam kitabnya Al-Muhashal hal 575 setelah memp[erhatikan fakta diatas berkomentar : "Ketahuilah bahwa adanya perbedaan sangat besar seperti itu, adalah merupakan satu bukti konkrit tentang tidak adanya wasiat teks penunjukan yang jelas dan berjumlah banyak (Nash jaliy mutawatir) tentang imam yang dua belas seperti yang mereka klaim itu".
Dr.Musa Al-Musawi salah seorang tokoh Syiah dalam bukunya Asy-Syiah wat Tashih, Ash-Shira Baina As-Syiah wat-Tasyayu’ menyebutkan bahwa sekalipun Imam Ali meyakini keutamaannya, beliau justru menegaskan keabsahan bai’at yang beliau beriokan terhadap para khalifah (Abu Bakar, Umar dan Utsman) serta pujian beliau terhadap mereka sebagaimana dilakukan umat Islam lainnya. Menurut Al-Musawi Imam Ali bahkan berpendapat tidak adanya teks penunjukan atas dirinya yang dating dari langit. Shahabat-shabat yang hidup semasa dengannya-pun berkeyakinan serupa. Mereka juga berkeyakinan tidak ada yang "mencuri" khilafah dari dirinya. Itu antara lain terbukti dari ungkapan imam Ali yang termaktub dalam Nahjul Balaghah yang menegaskan ungkapan Ali : "Sesungguhnya saya telah dibai’at oleh kelompok yang dahulu membai’at Abu Bakar, Umar, Utsman dengan materi bai’at yang sama pula, sesungguhnya syura itu ada pada al-Muhajirin dan al-Anshar. Apabila mereka bersepakat terhadap seseorang yang kemudian mereka angkat sebagai imam, mka yang demikian itukah yang diridhai Allah. Apabila sesudah itu ada yang tidak puas dengan memunculkan fitnah atau bid’ah, mereka mengajak kepada prinsip awal, tapi bila ia enggan maka mereka akan memeranginya, karena ia telah mengikuti jalan yang bukan jalannya kaum beriman".
K. Syi’ah Itsna ’Asyariyah (Rafidhah)
Dari sekian banyak sekte dalam Syiah, sekte inilah yang paling luas pengaruhnya dan paling banyak pengikutnya. Mayoritas mereka tinggal di Iran dan Irak. Sekte ini muncul pada abad ke-3 H, akan tetapi ada juga yang menyatakan bahwa sekte ini baru muncul sesudah wafatnya imam ke-11 Hasan al-Askari dan ghaibnya imam yang ke-12 Muhammad Al-Mahdi Al-Muntazar tahun 260 H. Sekte ini membatasi imamah itu hanya 12 orang :
1.      Ali bin Abi Thalib Al-Murtadha - *) Muhammad al-Hanafiyah
2.      Hasan bin Ali bin Abi Thalib Al-Mujataba - *)Al-Hasan bin Hasan bin Ali  *)Abdullah  *)Muhammad An-Nafzu Zakiyah                        
3.      Husein bin Ali bin Abi Thalib Asy-Syahid
4.      Ali bin Husein Zainal Abidin  As-Sajad - *Zaid bin Ali
5.      Muhammad  bin Ali al-Baqir
6.      Ja’far bin Muhammad Ash-Shadiq - *)Ismail bin Ja’far    *)Abdullah bin Al-Afthah  *)Ishaq  *)Muhammad                                                  
7.      Musa bin Ja’far al-Khadim
8.      Ali bin Musa Ar-Ridha
9.      Muhammad bin Ali Al- at-Taqi
10.  Ali bin Muhammad al-Hadi -  *)Ja’far      *)Muhammad                                               
11.  Al-Hasan Al-Askari
12.  Muhammad bin Hasan Al-Mahdi (?)
Dalam sekte ini masalah imamah menjadi pokok agama, sehingga dimasukkan ke dalam salah satu rukun iman mereka. Rukun imam mereka ada lima seperti dijelaskan oleh Muhammad Husein Ali Kasyiful Ghitha dalam bukunya Ahlusy-Syiah wa Ushuluha, yakni :
1.      At-Tauhid
2.      Al-"Adlu
3.      An-Nubuwwah
4.      Al-Imamah
5.      Al-Ma’ad
Masalah imamah juga merupakan pokok terpenting dalam rukun Islam mereka. Al-Kulaini dalam kitab Al-Kafi fil Ushul  2 : 18 meriwayatkan dari Zurarah dari Abu Ja’far as berkata : Islam dibangun diatas lima perkara : Shalat, Zakat, Haji, Shaum dan al-Wilayah (Imamah). Zurarah bertanya : Mana yang paling utama? Beliau menjawab : Al-Wilayah-lah yang paling utama.
Seseorang yang tidak meyakini imamah sebagaimana keyakinan Syiah Rafidhah, dia kafir dia sesat. Didalam Al-Amali hal 586 disebutkan bahwa Ibnu Abbas ra (?) berkata : Siapa yang mengingkari kepemimpinan A;li setelahku maka dia seperti orang yang mengingkari kenabian semasa hidupku. Dan barang siapa yang mengingkari kenabianku maka dia seperti orang yang mengingkari ketuhanan Allah azza wa Jalla.
Menurut Rafidhah, imam itu lebih tinggi kedudukannya dari para Nabi dan Malaikat, mereka juga ma’shum. Al-Khomeini dalam kitabnya Al-Hukumah Al-Islamiyah hal 52 berkata : Bahwasannya kedudukan Imam itu tidak bisa dicapai malaikat yang dekat dengan Allah, dan tidak bisa dicapai oleh para Nabi dan Rasul.
Dalam kitab Mizanul Hikmah 1 : 174, Muhammad Ar-Rayyi Asy-Syahri menyebutkan : Telah diketahui bahwa dia (Imam) adalah seorang yang ma’shum dari seluruh dosa, baik dosa kecil maupun besar, tidak tergelincir didalam berfatwa, tidak salah dalam menjawab, tidak lalai dan tidak lupa serta tidak lengah dengan satu perkara didunia.
Para Imam juga diyakini mengetahui perkara-perkara yang ghaib. Al-Majlisi dalam kitabnya Bihar al-Anwar 26 : 109 menulis sebuah Bab bahwa para imam itu tidak terhalangi untuk mengetahui perkara ghaib dilangit dan di bumi, di surga dan di neraka. Seluruh perbendaharaan langit dan bumi diperlihatkan kepada mereka. Mereka juga mengetahui apa yang sudah terjadi dan yang belum terjadi. Padahal dalam QS.An-Naml : ^5 ditegaskan : Katakanlah, tidak ada seorangpun dilangit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah.
Tentang imam kedua belas, Sayid Husain Al-Musawi (2006 : 133-142) menjelaskan : Al-Akh Fadhil Sayid Ahmad al-Katib telah menulis tema ini dan dia menjelaskan tentang Imam yang ke-12 yang tidak ada hakikatnya, tidak ada eksistensi dan wujud orangnya. Al-Akh tersebut telah menyajikan pembahasan yang memuaskan dalam tema ini, tapi saya berkata : Bagaimana ia dinyatakan ada, sedang kitab-kitab kami yang muktabar menyatakan bahwa Hasan al-Askari (Imam ke-11) meninggal dan tidak memiliki seorang anak laki-laki pun. Mereka menyelidiki para istri dan budak perempuannya ketika beliau wafat, namun mereka tidak mendapatkan seorangpun dari mereka yang hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki.  Lihatlah tentang ini kitab Al-Ghaibat, karangan Ath-thusi hal 74, Al-Irsyad lil-Mufid hal 354, A’lam al-Wari karangan Fadhal at-Thibrisi hal 380, Al-Maqalat wa-al-Firaq karangan Al-Asyary al-Qummi hal 102. Al-Akh Sayid Ahmad al-Katib telah meneliti masalah para wakil Imam ke-12, maka dia menetapkan bahwa mereka itu dari kelompok dajjal  yang mengaku sebagai wakil imam dalam rangka mengeruk harta manusia atas nama khumus, mendapatkan para wanita sebagai teman tidur atau mendapat tumpukan harta dari sumbangan yang mereka terima.
Apakah yang dilakukan oleh Imam ke-12 yang dikenal dengan nama Al-Qaim atau Al-Muntazar, ketika ia muncul :
1)      Menghunus pedang dan membunuhi orang Arab : Al-Majlisi meriwayatkan bahwa Al-Muntazar akan berjalan ditengah orang Arab seperti disebutkan dalam Al-Jufri Al-Ahmar, yaitu membunuhi mereka. (bihar Al-Anwar, 52/318). Tidak ada yang tersisa dengan orang Arab selain pembantaian. (Bihar Al-Anwar 52/349) . Hati-hatilah terhadap orang Arab, karena mereka memiliki kabar buruk, maka sesungguhnya tidak akan keluar seorangpun dari mereka bersama Al-Qaim (Bihar Al-Anwar, 52/333)
2)      Menghancurkan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi : Al-Majlisi meriwayatkan : Sesungguhnya Al-Qaim akan merobohkan Masjidil Haram dan Masjid nabawi sehingga rata dengan pondasinya. (Bihar al-Anwar 52/338). Al-Faidh al-Kasyani meriwayatkan : Wahai para penduduk Kufah, Allah azza wa jalla telah menghadiahkan kepada kamu sekalian keutamaan yang tidak dihadiahkan kepada seorangpun. Tempat shalat kamu adalah rumah Adam, rumah Nuh dan rumah Idris serta tempat shalatnya Nabi Ibrahim. Tidak akan pergi hari-hari sehingga hajar Aswad ditanam didalamnya. (Al-Wafi 1/215)
3)      Menegakkan Hukum Keluarga Daud : Dari Abu Abdillah : Jika Al-Qaim dari keluarga Muhammad muncul, dia akan berhukum dengan hukum Daud dan Sulaiman. (al-Ushul min al-Kafi 1/397). Al-Majlisi meriwayatkan bahwa Al-Qaim akan membawa ajaran baru, kitab yang baru dan hukum yang baru. (Bihar al-Anwar 52/354)
Al-Musawi memberikan komentar terhadap riwayat-riwayat ini : Mengapa Al-Qaim menghunuskan pedang kepada bangsa Arab? Bukankah Rasulullah saw, Amirul Mukminin dan keturunannya juga bangsa Arab? Bukankah Al-Qaim sendiri yang akan menghunuskan pedangnya adalah bangsa Arab? Bukankah orang Arab banyak yang beriman kepada Al-Qaim dan kemunculannya? Bagaimana mngkin Al-Qaim akan menghancurkan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, pada Al-Haram adalah qiblat sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran ….  Setelah melewati tahun-tahun yang panjang dalam mempelajari referensi-referensi induk, saya menangkap bahwa Al-Qaim adalah merupakan kiasan dari negeri Israel Raya, atau Al-Masih Al-Dajjal, karena Hasan al-Askari tidak mempunyai anak sebagaimana yang telah kami sebutkan dan kami tetapkan… Mengapa dia memberlakukan hukum Daud? Bukankah ini isyarat bagi dasar-dasar propaganda Yahudi? Ketika Negara Israel berdiri, hukum yang harus diberlakukan adalah hukum keluarga Daud. Negara Israel jika telah berdiri, maka salah satu rencananya adalah menghukum orang-orang Arab, khususnya kaum muslimin, dan kaum muslimin secara umum sebagainmana disebutkan dalam protocol mereka …. Obsesi dari Negara Israel adalah menghancurkan qiblat kaum muslimin dan meratakannya dengan tanah, kemudian menghancurkan Masjid Nabawi, kembali ke ngeri Yasrib dengan mengusir seluruh penduduknya. …. Sahabat-sahabat kami memilih bagi mereka sebanyak 12 imam, bilangan ini merepresentasikan keturunan Bani Israel. Mereka menamai diri mereka dengan madzhab Itsna Asyariyah dalam rangka mengharap berkah dari bilangan ini.Allohu A’lam.