" My Parent "

Jumat, 06 Mei 2011

               Lafadz-lafadz Shalawat dan Penjelasannya (2)

 
Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad sebanyak jumlah orang yang bershalawat kepadanya,limpahkanlah shalawat kepada Muhammad sebanyak jumlah orang yang tidak bershalawat kepadanya, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad sebagaimana shalawat yang Engkau perintahkan kepadanya, lim-pahkanlah shalawat kepada Muhammad sebagaimana Engkau suka agar dibacakan shalawat atasnya, dan lim-pahkanlah pula shalawat kepada Muahammd sebagaimana seharusnya shalawat atasnya."
Shalawat di atas dinamakan Al-Shalât al-'Adâdiyyah.
 

Artinya: "Ya Allah, limpakanlah shalawat atas Nabi kami, Muhammad, selama orang-orang yang ingat menyebut-Mu dan orang-orang yang lalai melupakan untuk menyebut-Mu "
Penjelasan: 
Shalawat ini dan shalawat sebelumnya (no.17) adalah dua sighat shalawat dari Imam Al-Syâfi'i r.a. 
Berkaitan dengan shalawat pertama (no.17) telah dice-ritakan di dalam syarah atas kitab Dalâ'il, bahwa Imam Al-Syâfi'i pernah bermimpi bertemu seseorang, lalu dikatakan kepadanya, "Apa yang telah diperbuat Allah atas diri Anda?" 
Imam Al-Syâfi'i menjawab, Allah telah mengampuni diriku." "Dengan amal apa?" orang itu bertanya lagi. 
"Dengan lima kalimat yang aku pergunakan untuk memberi shalawat kepada Nabi Saw.," Jawab Imam Al-Syafi'i. 
"Bagaimana bunyinya?" 
Lantas beliau mengucapkan shalawat tersebut di atas. 
Sedangkan berkaitan dengan shalawat kedua (no.18 ), Al- Mazânî bertutur sebagai berikut: 
Saya bermimpi melihat Imam Al-Syâfi'i. Lalu saya bertanya pada beliau, "Apa yang telah diperbuat Allah terhadap diri Anda?" 
Beliau menjawab, Allah telah mengampuni diriku berkat shalawat yang aku cantumkan di dalam kitab Al-Risâlah, yaitu: Allâhumma shalli 'alâ Muhammadin kullama dza-karaka al-Dzâkirûna wa Shalli 'alâ Muhammadin kullamâ ghafala 'an dzikrik al-Ghâfilûna." 
Sementara itu, Imam Al-Ghazali di dalam kitab Al-Ihyâ' menuturkan hal berkut:
Abu Al-Hasan Al-Syâfi'i menuturkan, "Saya telah bermimpi melihat Rasulullah Saw., lalu saya bertanya, "Ya Rasulullah, dengan apa Al-Syâfi'i diberi pahala dari sebab ucapannya dalam kitab Al-Risâlah: Washallallâhu 'alâ muhammaddin kullamâ dzakara al-Dzdâkirûn waghafala 'an dzikrik al-ghâfilûn?' Rasulullah meniawab: 'la tidak ditahan untuk dihisab."'
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas cahaya di antara segala cahaya, rahsia di antara segala rahasia, pe-nawar duka, dan pembuka pintu kemudahan, yakni Say-yidina Muhammad, manusia pilihan, juga kepada ke-luarganya yang suci dan sahabatnya yang baik, sebanyak jumlah kenikmatan Allah dan karunia-Nya."
Penjelasan: 
Shalawat ini bersumber dari Sayyid Ahmad Al-Badawi r.a., Sayyid Ahmad Ruslan mengomentari shalawat ini, "Sha-lawat ini sangat mujarab untuk menunaikan hajat, mengusir kesusahan, menolak bencana, dan memperoleh ca-haya; bahkan sangat manjur untuk segala keperluan."
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam atas Muhammad, Nabi yang ummi; juga kepada keluarga dan para sahabatnya, sebanyak jumlah apa Yang Engkau ketahui, seindah apa Yang Engkau ketahui, dan sepenuh apa Yang Engkau ketahui."
Penjelasan: 
Shalawat ini bersumber dari Sayyid Syamsuddin Muham-mad Al-Hanafi r.a. (Sultan Hanafi). la termasuk salah seorang keturunan Abu Bakar Al-Shiddiq r.a. la telah menjabat kedudukan sebagai kutub para wali (quthb awliya) selama 46 tahun 3 bulan dan beberapa hari. Selama masa jabatannya itu, ia merupakanquthb ghawts mufrad jam'i
Banyak sekali cerita-cerita berkenaan dengan riwayat hidup dan karamahnya: Di antaranya ia tidak pernah ber-diri satu kali pun bila menyambut kedatangan para raja. Bahkan, jika ada salah searang di antara raja-raja itu datang kepadanya, raja tersebut merendahkan diri di hadapannya, duduk dengan sopan tanpa menaleh ke kiri dan ke kanan selama berada di hadapan beliau.
 

Artinya: "Ya Allah limpahkan shalawat, salam, dan berkah, kepada Muhammad-- cahaya zat dan rahasia yang berjalan di malam hari--di dalam seluruh asma dan sifat."
Penjelasan: 
Shalawat di atas bersumber dari Sayyidina Abu Al-Hasan Al-Syadzili r.a. ia berbanding dengan seratusribu shalawat lainnya. Ada yang mengatakan bahwa shalawat ini berguna untuk melepaskan kesulitan.
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam, dan berkah atas Sayyidina Muuammad--pembuka hal-hal yang terkunci; penutup perkara-perkara yang sudah berlalu; penolong kebenaran dengan kebenaran; dan penunjuk jalan kepada jalan-Mu yang lurus. Semoga Allah senan-tiasa melimpahkan shalawat kepadanya, juga kepada keluarga dan para sahabatnya, sesuai dengan derajat dan kedudukannya yang tinggi."
Penjelasan: 
Shalawat di atas berasal dari Sayyid Abu Al-Mukarim Syaikh Muhammad Syamsuddin bin Abi Al-Hasan Al-Bakri r.a. 
Di antara khasiat shalawat ini adalah, bahwa bagi siapa saja yang membacanya, walaupun hanya satu kali seumur hidupnya, ia tidak akan masuk neraka. Sebagian ulama Maroko mengatakan, bahwa shalawat ini turun ke atasnya dalam satu sahifah dari Allah. Ada pula yang mengatakan bahwa, satu kali shalawat ini menyamai sepuluh ribu-bahkan ada yang menyatakan pula enamratus ribu--shalawat lainnya.
Barangsiapa yang men-dawam-kan (membiasakan secara rutin) membacanya selama empat puluh hari, Allah akan mengampuninya dari segala dosanya. Barangsiapa yang membacanya sebanyak seribu kali pada malam Kamis, Jumat atau Senin, ia akan berkumpul dengan Nabi Saw. Akan tetapi, sebelumnya hendaklah ia melakukan salat sunnah empat rakaat: Pada rakaat pertama ia membaca Surah Al-Fâtihah dan Al-Qadr. Pada rakaat kedua sesudah Al-Fâtihah ia membaca Surah Al-Zalzalah. Pada rakaat ketiga sesudah Al-Fâtihah ia membaca Surah Al-Kafirun. Pada rakaat keempat sesudah Al-Fâtihah ia membaca Surah Al-Mu'awwidzatayn (surah Al-Falaq dan Al-Nâs). Hendaklah ia membakar kemenyan Arab ketika membaca shalawat tersebut.
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, sebanyak apa yang ada di dalam pe-ngetahuan Allah, dengan shalawat yang kekal seba-gaimana kekalnya kerajaan Allah."
Penjelasan:
Sayyid Ahmad Al-Sakhâwî, dengan menukil dari ulama lainnya mengatakan bahwa shalawat tersebut di atas me-nyamai 600,000 shalawat lainnya. Shalawat ini dikenal dengan sebutan, "Shalawat Kebahagiaan". 
Sedangkan Syaikh Dahlan memberikan komentamya, "Shalawat ini merupakan sighat shalawat yang sempurna. Orang yang membacanya secara rutin tiap-tiap hari Jumat sebanyak seribu kali akan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat."
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam, dan berkah, kepada sayyidina Muhamamd dan keluarganya; sebanyak kesempurnaan Allah dan segala yang sesuai dengan sesuai dengan kesempurnaan-Nya itu."
Penjelasan: 
Shalawat ini dikenal di kalangan ahli tarekat sebagai shalawat "Kamaliyah". Mereka telah memilih shalawat tersebut sebagai wirid karena pahalanya yang tidak terhingga.
Ada yang menyatakan bahwa shalawat ini menyamai pahala 14.000 shalawat lainnya.
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam, dan berkah kepada penghulu kami, Muhammad-Nabi yang ummi, yang terkasih, yang tinggi kedudukannya, dan yang besar wibawanya; juga kepada keluarga dan para sahabatnya."
Penjelasan: 
Tentang shalawat ini, ada yang mengatakan bahwa Nabi Saw. bershalawat atas dirinya dengan shalawat tersebut.
 
Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidina Muuhammad dan keluarga Sayyidina Muhammad, di dalam setiap kejapan mata dan tarikan napas, serta sebanyak jumlah ilmu yang Engkau miliki."
Penjelasan: 
Shalawat ini diterima oleh Maulana Syaikh Al-Hindi dari Nabi Saw. Di antara keistimewaannya adalah: jika Anda membacanya secara rutin, Anda akan memperoleh ilmu dan rahasia langsung dari Nabi Saw.
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan kesejahteraan yang paripurna kepada junjunan kami, Muhammad, yang dengan perantaraan beliau itu dilepaskan semua ikatan, dilenyapkan segala kesusahan, di-tunaikan segenap kebutuhan, diperoleh segala keinginan, dicapai akhir yang baik, dan diberi minum dari awan berkat wajahnya yang mulia, juga kepada keluarga dan para sahabatnya, dalam setiap kejapan mata dan tarikan napas, sebanyak jumlah pengetahuan yang Engkau miliki."
Penjelasan: 
Shalawat ini lebih dikenal dengan sebutan "shalawat Tafrijiyah". Tentang shalawat ini, Imam Al-Qurthubi me-nuturkan bahwa, barangangsiapa yang membacanya secara rutin setiap hari sebanyak 41 kali atau 100 kali atau lebih, Allah akan melenyapkan kecemasan dan kesusahan-nya, menghilangkan kesulitan dan penyakitnya, memudah-kan urusannya, menerangi hatinya, meninggikan kedudukannya, memperbaiki keadaannya, meluaskan rezeki-nya, dan membukakan baginya segala pintu kebaikan, dan lain-lain.
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad-hamba dan Rasul-Mu serta Nabi yang ummi; atas keluarga Muhammad dan para isterinya, ibu kaum Mukmin, serta atas keturunan dan keluarganya-sebagai-mana Engkau telah melimpahkan shalawat itu kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Di alam raya ini se-sungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia. 
Ya Allah berkatilah Muhammad--hamba dan rasul-Mu serta Nabi yang ummi; jugakeluarga dan para isterinya, ibu kaum Mukmin serta keturunan dan Ahli Baitnya-- se-bagaimana Engkautelah memberkati Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Di alam raya ini sesungnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia."
Penjelasan: 
Shalawat ini bersumber dari hadis yang sahih.
 
 
Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat, berkah, dan rahmat-Mu kepada Muuhammad-hamba, Nabi, dan utusan-Mu; Nabi yang ummi, penghulu para rasul, imam orang-orang yang bertakwa, dan penutup para Nabi; Imam kebaikan dan panglima kebaikan, serta rasul rahmat, juga kepada isteri-isterinya, ibu kaum beriman, dan kepada keturunan dan Ahli Baitnya; kepada keluarga dan para sahabatnya, para penolong dan para pe-ngikutnya, serta umat dan para pencintanya-sebagaimana Engkau telah melimpahkan shalawat, berkah, rahmat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Di alam raya ini sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. 
Limpahkanlah pula shalawat, berkah, dan rahmat atas kami bersama mereka, dengan shalauwat-Mu yang paling utama dan berkah-Mu yang paling suci; selama orang-orang yang ingat menyebut nama-Mu dan orang-orang yang lalai melupakan-Mu; sebanyak jumlah yang genap dan yang ganjil; sebanyak jumlah kalimat-Mu yang sem-purna dan diberkahi; dan sebanyak jumlah makhluk-Mu, keridhaan diri-Mu, perhiasan arsy-Mu, dan tintakalimat-Mu--shalawat yang kekal sekekal diri-Mu. 
Ya Allah, bangkitkanlah dia pada Hari Kiamat kelak pada derajat kedudukan yang terpuji, yang diinginkan oleh orang-orang dulu maupun orang-orang setelahnya; tem-patkanlah dia pada tempat yang dekat dengan-Mu pada Hari Kiamat; perkenankanlah syafaatnya yang besar; angkatlah derajatnya yang tinggi; dan berikanlah ke-padanya semua permintaannya di akhirat dan di dunia, sebagaimana yang telah Engkau berikan kepada Ibrahim dan Musa. 
Ya Allah, jadikanlah kecintaannya di dalam kalangan mereka yang disucikan, kasih-sayangnya di kalangan mereka yang didekatkan, dan sebutannya di dalam ka-langan mereka yang ditinggikan. Berikanlah pahala yang setimpal kepadanya dari kami sesuai dengan haknya, dengan sebaik-baik pahala yang Engkau berikan kepada para Nabi dan umatnya. Berikanlah kebaikan kepada semua nabi. Shalawat dari Allah dan kaum Mukmin senantiasa terlimpah kepada Muhammad, Nabi yang ummi. Salam sejahtera tercurah atasmu, duhai Baginda Nabi, serta rahmat Allah, berkah-Nya, ampunan-Nya, dan keridhaan-Nya. 
Ya Allah, sampaikanlah salam kami kepadanya, balaslah salam kami olehnya, tetapkanlah pada umat dan ke-turunannya amal perbuatan yang akan menyenangkan hatinya. Duhai Tuhan semesta alam."
Penjelasan: 
Shalawat ini adalah shalawat yang dikumpulkan oleh Al-Hâfizh Al-Sakhâwî di dalam kitab Al-Qawl al-Badî'. Disebutkan pula oleh Ibn Al-Hajar di dalam Al-Durr al-Mandhûdh bahwa ia menghim pun segala lafal yang diriwayatkan.
 

Artinya: "Ya Allah limpahkanlah shalawat dan salam atas junjunann kami Muhammad, Nabi yang ummi; juga kepada keluarga dan para sahabatnya, selama orang-orang yang ingat menyebut-Mu dan orang-orang yang lalai melupakan-Mu sebanyak apa yang diliputi oleh ilmu Allah, dituliskan oleh qalam Allah, diterapkan dalam hukum Allah, dan seluas ilmu Allah; sebanyak jumlah segala sesuatu, berlipat gandanya segala sesuatu, dan sepenuh segala sesuatu; serta sebanyak makhluk Allah, perhiasan arsy Allah, keridhaan Allah, tinta kalimat Allah; seerta semua yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan semua yang ada di dalam ilmu Allah dengan shalawat yang menghabiskan seluruh bilangan dan meliputi seluruh batasan; juga dengan shalawat yang berkesinambungan dengan kekalnya kerajaan Allah dan abadi dengan keabadian Allah."
Penjelasan: 
Shalawat ini disebutkan oleh Syaikh Al-Dayrabi di dalam Mujarrabat-nya. Ia termasuk sighat yang sangat bagus sekali untuk memberi shalawat kepada Nabi Saw. 
Ada yang berpendapat bahwa orang yang membacanya secara rutin selama sepuluh malam, tiap-tiap malam sebanyak seratus kali, pada saat hendak berbaring tidur di tempat tidurnya, sambil menghadap kiblat dan dalam keadaan suci yang sempurna, akan bermimpi melihat Nabi Saw.
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad, serta keluarga dan para sahabatnya, sebanyak jumlah huruf yang digariskan oleh qalam."
Penjelasan:
Shalawat ini disebutkan oleh pengarang kitab Bughyah al-Mustarsidîn, Mufti Hadramaut, Sayyid Syarif 'Abdurrahman bin Muhammad Ba'alawi. 
Di antara faedah shalawat ini disebutkan diungkapkan oleh Quthb Al-Baddad. la mengatakan bahwa yang menjadikan seseorang meninggal dunia dalam keadaan baik (khusnul khâtimah) adalah jika tiap-tiap selesai mengerjakan salat maghrib ia mengucapkan, "Astaghfirullâh alladzî lâ ilâha illâ huwa al-hayy al-qayyûm, alladzî lâ yamûtu wa atûbu ilayh, rabbigh-firlî," kemudian diikuti oleh pembacaan shalawat di atas. Barangsiapa yang membaca kalimat-kalimat di atas sebelum berbicara tentang yang lainnya, niscaya ia akan meninggal dalam keadaan beriman.
 
Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada junjunan kami, Muhammad-hamba, Nabi, dan Rasul-Mu, Nabi yang ummi; juga kepada keluarga Muhammad, dengan shalawat yang menjadikan kerelaan bagi kami dan penunaian bagi haknya. Berikanlah ke-padanya wasilah dan maqam yang terpuji yang telah Engkau janjikan. Balaslah ia dari kami dengan balasan yang sepantasnya; dan balaslah ia dengan balasan yang paling baik daripada balasan yang telah Engkau berikan kepada seorang nabi dari umatnya. Limpahkanlah pula shalawat-Mu atas semua saudara-saudaranya dari go-longan para nabi, shiddiqun, syuhada, dan orang-orang salih. 
Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad di kalangan umat terdahulu, dan limpahkanlah shalawat kepada Muhammad sampai Hari Kiamat. 
Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada ruh Muhammad di dalam alam ruh, limpahkanlah shalawat kepada jasadnya di dalam alam jasad, dan limpahkanlah kepada kuburnya di dalam alam kubur, jadikanlah semulia-mulia shalawat-Mu, setinggi-tinggi berkah-Mu, selembut-lembut kasih sayang-Mu dan ridha-Mu kepada Muhammad-hamba, Nabi, dan Rasul-Mu, serta berikanlah kesejahteraan yang banyak kepadanya."
Penjelasan:
Shalawat tersebut di atas dikemukakan oleh lmam Al-'Ârif Syihabuddin Ahmad Al-Suhrawardi di dalam kitabnya, 'Awârif al-Ma'ârif; telah pula dikemukakan oleh Syaikh Nabhay di dalam kitabnya, Afdhal al-Shalawâti 'an-Sayyidi al-Sâdâti, yang di dalamnya diterangkan banyak sekali faedah untuk masing-masing bagian darinya. 
Diriwayatkan dari Al-Faqih Al-Shâlih 'Umar bin Sa'id bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Barangsiapa yang mengucapkan shalawat tersebut setiap hari 33 kali, Allah akan membukakan baginya (pintu) antara kuburnya dan kuburku."
 

Artinya: "Shalawat Allah, malaikat-Nya, para nabi-Nya, dan seluruh makhluk-Nya, semoga senantiasa tercurah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, atasnya serta atas mereka tercurah salam, rahmat, dan berkah Allah."
Penjelasan: 
Shalawat di atas bersumber dari Imam 'Alî bin Abî Thalib k.w., kemudian diwartakan oleh Abû Mûsâ Al-Madînî r.a.
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada orang yang ruhnya menjadi mihrab arwah, malaikat, dan seluruh alam. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada orang yang menjadi imam para nabi dan seluruh alam. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada orang yang menjadi pemimpin penduduk surga, yaitu hamba-hamba Allah yang beriman."
Penjelasan: 
Shalawat ini adalah shalawat Sayyidah Fathimah Al-Zahra'. Pengarang kitab Al-Ibrîz, Sayyid 'Abdul 'Azîz Al-Dabbâgh, telah banyak membicarakan shalawat ini di dalam kitabnya tersebut. Yang ingin mengetahui tentang shalawat ini secara lebih luas dapat meneliti kitab tersebut.
 

Artinya: "Ya Allah, Tuhan yang selalu memberikan karunia kepada manusia Tuhan yang selalu membukakan tangan-Nya lebar-lebar dengan pemberian; Tuhan yang mempunyai pemberian-pemberian yang mulia limpah-kanlah shalawat atas Muhmmad, sebaik-baik manusia, dengan penghormatan; ampunilah pula kami, duhai Tuhan Yang Maha Tinggi di sore ini."
Penjelasan: 
Shalawat ini bersumber dari sahabat 'Abdullah bin Abbas r.a. Dan dikemukakan oleh Abû Mûsâ Al-Madînî r.a.
 
Artinya: "Ya Allah limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan atas keluarganya, sahabat-sahabatnya, anak-anaknya, isteri-isterinya, keturunannya, Ahli Baitnya, para penolongnya, para pengikutnya, para pencintanya, dan umatnya; dan jadikanlah kami bersama mereka semua duhai Tuhan Yang paling penyayang di antara semua penyayang."
Penjelasan: 
Shalawat ini dikemukakan di dalam kitab Al-Syifâ' dari Hasan Al-Bashri. Beliau berkata, "Barangsiapa yang ingin minum dari piala dengan minuman telaga Rasulullah Saw., hendaklah ia membaca shalawat itu."
 
Artinya: "Semoga Allah melimpahkan shalawat kepada Sayyidina Muhammad, selama orang-orang yang ingat menyebut nama-Nya dan selama orang-orang yang lalai melupakan-Nya, Semoga Dia melimpahkan shalawat ke-padanya di kalangan orang-orang terdahulu dan setelahnya, dengan shalawat yang paling utama, paling banyak, dan paling baik daripada shalawat yang dilim-pahkan-Nya kepada salah seorang dari ummatnya dengan shalawatnya kepadanya. Salam sejahtera atasnya, teriring rahmat Allah dan berkah-Nya. Semoga Allah membalasnya dari kami dengan balasan yang lebih baik daripada balasan-nya kepada rasul dari orang-orang yang diutus kepadanya. Sebab, dia telah melepaskan kami dari ke-binasaan, dan menjadikan kami sebaik-baik ummat yang dikeluarkan bagi manusia, beragama dengan agamanya yang telah diridhai dan dipilih oleh para malaikat-Nya dan orang-orang yang telah diberi-Nya nikmat di antara makhluk-Nya. Oleh karena itu, tidaklah kami mendapat nikmat -baik yang nyata maupun yang tersembunyi, yang kami peroleh dengannya dalam urusan agama dan dunia, dan diangkatkannya keburukan dari kami di dalam keduanya atau di dalam salah satu dari keduanya- melainkan Muhammad Saw.-lah yang menjadi sebabnya; yang memimpin kepada kebaikannya; yang menunjukkan kepada tuntunannya; yang membebaskan dari kebinasaan dan tempat-tempat jahat, yang mengingatkan, sebab-sebab yang mendatangkan kebinasaan; yang tegak me-laksanakan nasihat, tuntunan, dan peringatan darinya. Semoga shalawat dan salam Allah selalu tercurah kepada Sayyidina Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Dia telah mencurahkan shalawat kepada Ibrahim dan ke-luarganya, serta sebagaimana Dia telah mehmpahkan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim; Sesungguhnya Dia Maha terpuji lagi Maha muha."

Penjelasan: 
Shalawat di atas bersumber dari Imam Al-Syâfi'i r.a. Dan mempunyai penyempurnaan di dalam Al-Risâlah oleh Imam Al-Syâfi'i. Shalawat ini banyak sekali faedahnya, terutama bila dibaca sesudah membacaa Shalawat Nurul Qiyâmah, Yaitu shalawat nomor 16.
 

Artinya: " Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam atas pemimpin para pemimpin dan tujuan dari semua keinginan, Muhammad, kekasih-Mu yang dimuliakan; juga atas keluarga dan para sahabatnya".
Penjelasan: 
Shalawat ini bersumber dari Sayyidi Abu Thahir bin Sayyid 'Alî Wafâ'.
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muhammad, yang dengannya kegelapan menjadi terang. Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muham-mad, yang diutus dengan rahmat bagi setiap umat. Ya Allah limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muhammad, yang dipilih untuk memimpin risalah sebelum diciptakan Lawh dan Qalam. Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muhammad, yang disifati dengan akhlak dan perangai yang utama. Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muhammad. yang dikhususkan dengan kalimat yang menyuruh dan hikmah tertentu. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, yang tidak dilanggar kehorrmtan di majelisnya, dan tidak dibiarkan orang yang menganiayanya. Ya Allah, limpah-kanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, yang bisa berjalan dinaungi oleh awan kemana dia menuju. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad yang dipuji oleh Tuhan kemuliaan dimasa lalu. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, yang dilimpahi shalawat oleh Allah di dalam Kitab-Nya yang sempurna dan kita diperintahkan-Nya supaya ber-shalawat kepadanya. Semoga Shalawat Allah selalu dicurahkan kepadanya; kepada keluarganya, sahabat-sa-habatnya, isteri-isterinya--selama hujan turun dengan 
deras dan selama orang-orang berdosa mendapat uluran kemurahan. Semoga Allah melimpahkan kepadanya salam sejahtera, kehormatan, dan kemuliaan."
Penjelasan: 
Shalawat di atas bersumber dari Sayyid Al-Faklhani, pengarang kitab Al-Fajr Al-Munîr fî Al-Shalâh 'ala Al-Basyîr Al-Nadzîr.
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada junjunan kami Muhammad, juga kepada ke-luargaya, saahabat-sahabatnya sebanyak jumlah, apa-apa yang diliputi oleh ilmu-Mu, digariskan oleh qalam-Mu, dan ditetapkan dalam hukum-Mu terhadap makhluk-Mu; Curahkanlah kelembutan-Mu di dalam seluruh urusan kami dan kaum muslimin."
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, keluarganya sahabatnya-dengan, dan para shalawat yang melebihi shalawat-shalawat yang diucapkan oleh orang-orang yang bershalawat dari sejak permulaan masa sampai akhirnya; seperti keutamaan Allah atas makhluk-Nya, sepenuh neraca dan penghabisan ilmu."
Penjelasan: 
Shalawat ini dan shalawat sebelumnya (no.40) ada di dalam kitab Masâlik al-Hunafâ. Tentang shalawat ini, Imam Al-Ghazali, mengutip perkataan Al-Qastalani, mengatakan, "Kedua shalawat ini dibaca bersama shalawat no.32 supaya mendapatkan keutamaan yang tidak terhingga."
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad, sebanyak jumlah huruf-huruf di dalam Al-Quran; limpahkanlah shalawat dan salam, kepada Muhammad, sebanyak jumlah tiap-tiap huruf yang dilipatgandakan sejuta; dan limpahkanlah sha-lawat dan salam kepada sayyidina Muhammad, sebanyak jumlah tiap-tiap seribu yang dilipatgandakan."
 

Artinya: "Ya Allah, limpahkan shalawat kepada Sayyidina Muhammad, dengan shalawat yang bertemu dengan cahayanya. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, dengan shalawat yang bergandengan dengan sebutan dan yang disebutnya. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, dengan shalawat yang menerangi kuburnya dengan seterang-terangnya. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, dengan shalawlat yang melapangkan dadanya dan menyebabkan kegembiraannya. Limpahkanlah pula shalawat kepada semua saudaranya dari golongan para nabi dan wali, dengan shalawat sebanyak jumlah cahaya dan kemunculannya."
Penjelasan: 
Shalawat ini dan shalawat sebelumnya (No.42) dikemukakan oleh Al-Qastalani di dalam kitab Masâlik al-Hunafâ'. Beliau menghimpun sepuluh shalawat yang tidak dinisbahkan kepada seorangpun.

Kebiasaan Mencatat

Sebuah pepatah bijak mengatakan, ingatan yang kuat masih kalah dengan tulisan yang buram di atas kertas. Ini mengandung makna, bahwa dari catatan-catatan yang kita buat, ada banyak hal yang bisa kita simpan. Dan, sebagaimana sejarah yang tertulis di dinding-dinding gua, kita pun akhirnya bisa belajar kisah-kisah lama dari catatan sejarah tersebut.
Karena itu, kebiasaan mencatat, meski terkesan sepele, namun punya banyak manfaat. Saat ide datang, kita bisa langsung merekamnya dalam kata-kata yang tercatat. Saat berdiskusi dengan banyak pendapat, kita akan bisa memperoleh manfaat dengan mencatat banyak masukan yang didapat. Sehingga, setiap catatan yang kita buat, akan mampu menjadi bahan yang bisa kita olah sesuai bidang yang kita garap.
Tentu, jangan dilupakan satu hal, segera ubah catatan itu jadi catatan yang "hidup". Yakni, dengan menjadikan setiap hal positif yang ada dalam catatan menjadi tindakan nyata. Sehingga, setiap ide akan jadi aksi yang membawa kebaikan, dan setiap hasil diskusi akan jadi solusi nyata.

Selasa, 03 Mei 2011

Minggu, 01 Mei 2011

Kolam Air Panas Sangkanhurip
                                                       ( Kabupaten Kuningan, Jawa Barat )

Rabu, 27 April 2011

               


              10 Tips Agar Anak Hobi Membaca

10 Tips Agar Anak Hobi Membaca
ANAK cenderung memilih kegiatan yang menyenangkan dan menggembirakan dibandingkan membaca, padahal membaca adalah kegiatan yang dapat menambah wawasan dan ilmu pada anak nantinya. Tetapi jika Anda dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan menggembirakan maka mereka akan bersemangat untuk memulai kegiatan tersebut.
Penulis buku anak terkenal, Peter Corey, menyarankan salah satu kunci sukses agar suasana kegiatan membaca dapat menyenangkan adalah bacalah bersama-sama dengan anak Anda. Membaca bersama si kecil adalah kegiatan yang positif dan edukatif, karena kegiatan tersebut dapat meningkatkan minat baca anak Anda.
Seperti yang dikutip dari femalefirst, Peter Corey juga memberikan tips lainnya untuk Anda meningkatkan minat baca untuk Anak Anda, yaitu:
1. Kegiatan membaca bersama lebih efektif bila dilakukan 10-15 menit setiap harinya. Bila Anda tidak menemukan waktu yang tepat selama satu hari penuh, maka manfaatkanlah waktu sebelum tidur untuk membaca bersama buah hati Anda. 
2. Membaca merupakan kegiatan yang menyenangkan, jadi hindari memaksakan anak untuk membaca saat si kecil lelah dikarenakan banyak kegiatan. Biarkan ia memiliki inisiatif untuk memulai membaca. 
3. Setelah kegiatan membaca selesai, sebaiknya gunakan waktu untuk si kecil memberikan pendapat, kesan, ide tentang cerita tersebut dan dengarkan apa yang diutarakannya kemudian diskusikan. Dengan begitu Anda dapat mengetahui apakah ia mengerti isi buku yang ia baca. 
4. Gunakanlah fasilitas yang mendukung cerita, seperti nikmati setiap gambar pada buku cerita tersebut. Anak akan lebih mudah mendapatkan pemahaman dengan bantuan gambar. 
5. Selalu memilih cerita yang sederhana, lucu dan menarik untuk anak. Bila perlu pilihlah buku cerita yang menjadi tema kesukaannya. 
6. Tema cerita buku anak-anak sangat beragam. Jadi belilah buku tersebut di toko buku bagian khusus anak agar dapat menemukan tema cerita yang menarik. 
7. Sederhanakanlah penggunaan kata-kata yang Anda ucapkan. Hindari membacakan kalimat yang panjang dan sulit dimengeri anak. Bila anak Anda tidak paham dengan alur cerita, maka gunakan bahasa sehari-hari yang lebih mudah dimengerti. 
8. Jangan ragu untuk menilai buku dari sampul dan siapa penulisnya. Ini dapat menolong Anda untuk memutuskan apakah buku tersebut layak Anda beli. 
9. Jangan khawatir jika anak Anda ingin membaca buku yang sama setiap saat. Anak-anak biasanya menikmati kegiatan pengulangan karena dapat membantu mereka untuk lebih memahami cerita. 
10. Berikanlah pujian kepada anak Anda yang telah berusaha untuk membaca. Biarkan ia tahu apa kesalahannya saat membaca. Dengan begitu, ia akan semakin sempurna dalam membaca. (eya/eya)

Sumber: wolipop.com


Maklumat untuk Umat Islam: Kenapa Ahmadiyah Harus Dibubarkan?

foto: arrahmah.comfoto: arrahmah.com

Kaum muslimin rahimakumullah,
Assalamu’alaikum wr. wb.
Ahmadiyah adalah ajaran nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad (MGA) pada tahun 1889 di Qadian India.  MGA mengaku dirinya nabi, imam mahdi, Nabi Isa, bahkan Allah.  Dengan pengakuan tersebut bisa dipastikan menurut ajaran Islam, MGA adalah nabi palsu dan pembohong (al Kaddzab) sebagaimana nabi palsu di zaman Rasulullah SAW. bernama Musailamah Al Kaddzab!  Kebohongan itu lebih jelas lagi pada “wahyu” palsu yang dikeluarkan MGA dalam kitab Tadzkiroh halaman 51,  berbunyi: “Ya Ahmad, yatimmu ismuka walaa yatimmu ismi” yang artinya, “Hai Ahmad, namamu sempurna sedangkan nama-Ku (Allah) tak  sempurna”.
Fatwa MUI tahun 2005 menyatakan Ahmadiyah itu di luar Islam, sesat dan menyesatkan. Maka orang Islam yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam). Fatwa MUI terhadap Ahmadiyah itu, selain didasarkan kepada Al Quran yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah penutup para nabi (QS. Al Ahzab 40) dan hadits Nabi SAW yang menyatakan bahwa tak ada nabi setelah Beliau SAW (HR. Al Bukhari). Kesesatan Ahmadiyah juga didasari pertimbangan keputusan Organisasi Konferensi Islam (OKI) nomor 4 (4/2) dalam Muktamar II di Jeddah, Arab Saudi, pada 10-16 Rabi’ al-Tsani 1406H./22-28 Desember 1985 M, tentang aliran Qodiyaniyah.  Keputusan OKI  itu, antara lain, menyatakan bahwa aliran Ahmadiyah yang mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi sesudah Nabi Muhammad dan menerima wahyu, adalah murtad dan keluar dari Islam.  Mereka telah mengingkari ajaran Islam yang qath’i dan disepakati seluruh ulama Islam, bahwa Muhammad SAW adalah nabi dan rasul terakhir.

Ahmadiyah di dalam AD/ART organisasinya mengatakan bahwa tujuan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) adalah menyebarkan Islam menurut ajaran MGA.  Maka berdasarkan Fatwa MUI 2005 dan Muktamar OKI 1985, Ahmadiyah Indonesia telah menyebarkan ajaran Ahmadiyah yang statusnya di luar Islam dengan klaim sebagai ajaran Islam, alias menyebarkan ajaran yang bersifat memalsukan ajaran Islam.

Pernyataan para pemimpin JAI di media massa pasca-kasus Cikeusik, Pandeglang, baru-baru ini, membuktikan bahwa mereka merasa benar dengan ajaran MGA. Dengan demikian nyatalah bahwa  kelompok Jemaat Ahmadiyah Indonesia ini telah memalsukan ajaran Islam, yang berarti bahwa telah sekian lama mereka melanggar UU No 1/PNPS/1965, Pasal 1, yang berbunyi:

Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

Bilamana dibiarkan seperti sekarang maka kelompok Ahmadiyah secara sistematis akan menyebarkan kebohongan di antara umat Islam, yakni tentang kenabian MGA.  Pembiaran ini selama ini telah menyebabkan terjadinya bentrokan antara kelompok  pengikut agama palsu Ahmadiyah dengan umat Islam yang marah akibat agamanya yang asli telah dipalsukan oleh kelompok agama palsu Ahmadiyah di Kuningan, Bogor, dan Pandeglang. Apalagi kelompok Ahmadiyah semakin agresif karena mereka merasa dibiarkan saja oleh pemerintah, bahkan dilindungi dari “gangguan” umat Islam, serta mendapat dukungan dari Setara Institute dan kelompok-kelompok LSM liberal antek asing yang hidup dari sumbangan dana luar negeri. Bentrokan-bentrokan yang lebih besar bukan tak  mungkin akan terjadi lagi.

Untuk mencegah terjadinya bentrokan di tengah masyarakat dan demi tegaknya hukum, maka  kami menuntut pemerintahan Presiden SBY untuk segera mengeluarkan Keppres Pelarangan dan Pembubaran Ahmadiyah. Kami juga menuntut agar para pemimpinnya ditangkap dan diadili, sedang para anggota  jemaah Ahmadiyah dibina dan dikembalikan kepada ajaran Islam yang benar (ruju’ ilal haqq) sesuai Al Quran dan As Sunnah, dan berdasarkan UU No 1/PNPS/ 1965 pasal 2 dan 3. Bila presiden tetap ENGGAN MEMBUBARKAN AHMADIYAH, berarti dia akan berhadapan dengan Allah dan Rasul-Nya, dan juga berarti dia tak melaksanakan UU No1/PNPS/1965. Artinya, Presiden SBY telah  melanggar sumpah jabatannya yang membuatnya layak dimakzulkan!

Semoga Allah SWT memberikan perlindungan dan keselamatan untuk seluruh umat Islam, para ulama dan pejabatnya yang takut kepada Allah SWT. Dan semoga keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti hidayah Allah SWT.

Wabillahit taufiq wal hidayah Wassalamu’alaikum wr. wb.
Feminisme dalam Ibadah (Studi Singkat Kasus Aminah Wadud)

Kasus ini sebetulnya sudah agak usang dibenak kita. Namun yang hendak dibedah dalam rubrik ini bukan dari apek berita yang gampang kadaluwarsa. Melainkan sebuah studi kasus hingga tetap menarik disimak dan menemukan relevansinya dalam konteks kekinian. Yang jelas hikmah dibalik peristiwa tersebut, kita merasa umat Islam sejak memasuki masa taqlid, hingga kini, yang diidentifikasikan sebagai masa kebangkitan Islam (al-Shahwah al-Islamiyah) masih belum mampu merumuskan skala prioritas (fiqh awlawiyat) sebagai peta pergerakan. Dalam banyak kasus, kita lebih suka bikin sensasi daripada membuat gerakan yang punya dampak sosial positif. Akibatnya, kadang hal-hal penting bagi kepentingan masa depan, seperti isu pendidikan, kemiskinan, atau lingkungan hidup merasa bukan bagian dari ajaran Islam.

Syahdan, Jum"at (18/3/2005), adalah hari "bersejarah" bagi umat Islam. Bagaimana tidak? Setelah kurang lebih 14 abad yang lalu, semenjak Islam lahir, baru kali ini ada seorang wanita tampil menjadi khatib, sekaligus imam shalat jum"at. Dia adalah Dr Amina Wadud, profesor Studi Islam di Virginia Commonwealth University.

Kontan saja, momen langka dan kontroversial ini memancing polemik keras dan
beragam tanggapan. Satu sama lain saling bertentangan secara diametral, antara yang menolak dan yang meneguhkan. Beberapa media cetak di Timur Tengah menjadikannya sebagai headline berita selama berhari-hari. Bahkan, beberapa diantaranya menyediakan rubrik khusus. Di Dunia Arab, Mesir khususnya, kasus ini menjadi perdebatan hangat dari mulai masyarakat awam hingga ulama kelas dunia. Sebut saja, Prof. Dr. Sayyed Thanthawi (Grand Syeikh al-Azhar), Syeikh Yusuf Qardhawi, hingga para ulama-pemikir lainnya, ikut-ikutan memperbincangkan.

Dalam tulisan ini, sekurang-kurangnya ada dua demensi yang akan kita telaah sebagai studi kasus: Pertama, dimensi hukum (Fiqh): sahkah shalat jum"atnya Dr. Amina Wadud berikut jamaah-nya?. Kedua, dan ini yang terpenting dilihat dari dimensi sosial: sejauh mana daya efektivitas momen ini dalam pemberdayaan sumber daya wanita? 

Dimensi Hukum

Terlepas dari adanya perbedaan sikap para ulama mengenai status boleh tidaknya seorang wanita menjadi imam shalat bagi makmum laki-laki (yang akan dibahas), kita berpikir, pada akhirnya shalat jum"at Dr. Amina Wadud, cs, dalam perspektif fiqh, tetap dihukumi tidak sah (wallahu ‘alam). Kenapa? Karena perbuatannya tetap tidak menemukan celah justifikasi hukum, legal-formal. Dalam hal ibadah, kaidah yang berlaku adalah: al-ashlu fi al-ibadah al-hurmah illa ma dalla al-dalil "ala ibahatihi (bahwa hukum asal dalam lingkup ibadah adalah ikut pada apa yang telah digariskan). Atau dalam bahasa lain: al-ittiba" fi al-din, wal ibtid"a fi al-dunya (dalam urusan ibadah, kita hanya ikut pada apa yang diperintah Allah, sedang untuk masalah duniawi, menyangkut hubungan sosial/mu"amalah, kita berlomba-lomba untuk terus berkarya, berkreasi). Kaidah ini amat bijak dan sangat sarat dengan nuansa perikemanusiaan. Allah tidak menghendaki hambanya menambah beban berat dalam hal ibadah, apalagi sampai menyusahkan diri sendiri, cukup melaksanakan apa-apa yang telah digariskan. 

Membaca praktek ritual jum"at yang dilaksanakan Amina Dawud, minimal ada tiga problem hukum (fiqh) yang perlu dipersoalkan. Pertama, apakah boleh seorang wanita menjadi imam bagi makmum laki-laki? Kedua, bolehkah seorang wanita menjadi khatib jum"at? Ketiga, adakah dalil, atau pendapat fuqaha yang memperbolehkan shalat jum"at ala Dr. Amina Wadud, dimana wanita bercampur satu baris (shaf) dengan laki-laki, apalagi beberapa diantaranya tak berkerudung.

Di bawah ini, kita akan coba mengurai secara ringkas jawaban ketiga pertanyaan tersebut: Untuk soal pertama: Dalam masalah ini ulama berbeda pendapat. Mayoritas
ulama, termasuk mazhab empat (Malikiyah, Hanafiyah, Syafi"iyyah, Hanbaliyah) mengatakan tidak boleh seorang wanita menjadi imam untuk makmum laki-laki. Bahkan dalam mazhab mazhab Maliki ada pendapat yang mengatakan, seorang wanita mutlak tidak boleh menjadi imam shalat, baik makmumnya laki-laki, maupun wanita. 

Sementara minoritas kalangan ulama yang diwakili Imam al-Thabari, Abu Tsaur, dan al-Muzani menyatakan bahwa seorang wanita boleh dan sah menjadi imam shalat secara mutlak, baik makmumnya laki-laki, maupun wanita. Mereka bersandar pada hadits Ummi Waraqah -riwayat Abi Dawud dan al-Daraqutni- di mana Nabi mengizinkan Ummi Waraqah menjadi imam shalat bagi keluarganya. Padahal, dalam keluarganya ada yang berjenis kelamin laki-laki.
 
Namun dalil dari kalangan minoritas ini ‘dimentahkan’ oleh mayoritas ulama, bahwa kasus Ummi Waraqah terjadi dalam konteks shalat sunnah, bukan shalat fardhu, atau khusus untuk mengimami keluarganya yang berjenis kelamin wanita saja. Kemungkinan lain, benar bahwa Ummi Waraqah diizinkan menjadi imam untuk laki-laki, akan tetapi kasus ini lebih sebagai khususiyah dari Nabi yang berlaku hanya untuk Ummi Waraqah. Jadi tidak bisa diqiyaskan, bahwa wanita lain pun boleh menjadi imam shalat bagi laki-laki. Secara ringkas, boleh tidaknya wanita menjadi imam bagi makmum laki-laki adalah khilaf. Pada titik nadir ini, apa yang dilakukan Amina Wadud, yakni pada tataran konteks wacana wanita jadi imam, sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Justru yang baru di sini adalah ranah aplikasinya hukum setelah sekian abad lamanya belum pernah terjadi dalam sejarah panjang Islam. (Ibn Rusyd dengan sangat baik mendokumentasikan perdebatan ini di Bidâyah al-Mujtahid wa Nihayâh al-Maqashid, cet. Dar al-Manar, jilid 1, hal. 125) - (lihat juga pendapat Imam Syafi"i dalam al-Umm, cet. Dar al-Fikr, Beirut,1990, jilid 1, hal 191). Soal kedua, tentang bolehkah seorang wanita menjadi khatib jum"at? Sejauh bacaan saya, tidak satu ulama pun yang memperbolehkan. Hal ini sempat diperkuat juga oleh Mufti Mesir: Syeikh "Ali Jum"ah (Sawt al-Azhar, 25/3/2005). Dan karena problem inilah saya kemudian berkesimpulan shalat Jum"atnya Dr. Amina Wadud, cs, ‘bermasalah’.

Soal yang terakhir, dari berbagai penelusuran beberapa sumber, tampaknya praktek shalat yang dilakukan oleh Amina Wadud, di mana shaf shalat antara laki-laki dan wanita dicampur, selain menyisakan kesan provokatif, juga nampak problematis dalam kacamata hukum; haruskah wacana kesetaraam gender diseret ke ruang ibadah? Apa manfa"atnya?

Dimensi Sosial

Selain menuai reaksi keras, apa kira-kira ‘sesuatu’ yang didapatkan oleh Dr. Aminah Wadud jika melihat kemaslahatan atau skala prioritas di level sosial? Melihat reaksi keras orang-orang yang menentang Dr. Aminah Wadud, saya melihat, bahwa reaksi orang-orang yang kontra, tidak murni karena merasa Dr. Amina telah mendobrak otorianisme dan hegemoni Fiqh yang telah mapan semenjak 14 abad lalu. Ada sisi lain yang perlu dipertimbangkan, sisi implementasi di lapangan. Pada sisi ini, saya menilai Dr. Amina telah bertindak tidak bijak. Coba pembaca perhatikan. Dari tayangan beberapa media, tampak ada beberapa hal kontroversial yang tidak pernah dilakukan dalam ritual shalat jum"at selama 14 abad lalu, siang itu, secara sekaligus dipraktekan dengan vulgar dan provokatif. Misalnya:

1. Imam dan Khatibnya seorang wanita
2. Yang adzannya juga seorang wanita, tanpa berjilbab lagi
3. Shof (barisan) shalat antara laki-laki dan wanita campur
4. Dilakukan di sebuah Gereja

Akhirnya, bagi yang kontra, mari kasus di atas kita jadikan media intropeksi diri, jangan-jangan kegiatan mereka hanyalah reaksi dan protes sosial atas adanya semacam diskriminasi terhadap ruang gerak wanita dipanggung publik. Yang pasti Islam sangat menghargai kaum wanita dan mendukung untuk maju terus dalam berbagai aspek.

Senin, 25 April 2011

                           Arti Shalawat


SHALAWAT bentuk jamak dari kata salla atau salat yang berarti: doa, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah.
Arti bershalawat dapat dilihat dari pelakunya. Jika shalawat itu datangnya dari Allah Swt. berarti memberi rahmat kepada makhluk. Shalawat dari malaikat berarti memberikan ampunan. Sedangkan shalawat dari orang-orang mukmin berarti suatu doa agar Allah Swt. memberi rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad Saw. dan keluarganya.
Shalawat juga berarti doa, baik untuk diri sendiri, orang banyak atau kepentingan bersama. Sedangkan shalawat sebagai ibadah ialah pernyataan hamba atas ketundukannya kepada Allah Swt., serta mengharapkan pahala dari-Nya, sebagaimana yang dijanjikan Nabi Muhammad Saw., bahwa orang yang bershalawat kepadanya akan mendapat pahala yang besar, baik shalawat itu dalam bentuk tulisan maupun lisan (ucapan).
Hukum Bershalawat
Para ulama berbeda pendapat tentang perintah yang dikandung oleh ayat "Shallû 'Alayhi wa Sallimû Taslîmân = bershalawatlah kamu untuknya dan bersalamlah kamu kepadanya," apakah untuk sunnat apakah untuk wajib.
Kemudian apakah shalawat itu fardlu 'ain ataukah fardlu kifayah. Kemudian apakah membaca shalawat itu setiap kita mendengar orang menyebut namanya ataukah tidak.
Asy-Syâfi'i berpendapat bahwa bershalawat di dalam duduk akhir di dalam sembahyang, hukumnya fardlu. Jumhur ulama berpendapat bahwa shalawat itu adalah sunnat.
Kata Al-Syakhâwî : "Pendapat yang kami pegangi ialah wajibnya kita membaca shalawat dalam duduk yang akhir dan cukup sekali saja dibacakan di dalam suatu majelis yang di dalam majelis itu berulang kali disebutkan nama Rasul.

Al-Hâfizh Ibn Hajar Al-Asqalânî telah menjelaskan tentang madzhab-madzhab atau pendapat-pendapat ulama mengenai hukum bershalawat dalam kitabnya "Fath al-Bârî", sebagaimana di bawah ini.
Para ulama yang kenamaan, mempunyai sepuluh macam madzhab (pendirian) dalam masalah bershalawat kepada Nabi Saw.:
Pertama, madzhab Ibnu Jarîr Al-Thabarî. Beliau berpendapat, bahwa bershalawat kepada Nabi, adalah suatu pekerjaan yang disukai saja.
Kedua, madzhab Ibnu Qashshar. Beliau berpen-dapat, bahwa bershalawat kepada Nabi suatu ibadat yang diwajibkan. Hanya tidak ditentukan qadar banyaknya. Jadi apabila seseorang telah bershalawat, biarpun sekali saja. Terlepaslah ia dari kewajiban.
Ketiga, madzhab Abû Bakar Al-Râzî dan Ibnu Hazmin. Beliau-beliau ini berpendapat, bahwa bershalawat itu wajib dalam seumur hidup hanya sekali. Baik dilakukan dalam sembahyang, maupun di luarnya. Sama hukumnya dengan mengucapkan kalimat tauhid. Selain dari ucapan yang sekali itu hukumnya sunnat.
Keempat, madzhab Al-Imâm Al-Syâfi'i. Imam yang besar ini berpendapat, bahwa shalawat itu wajib dibacakan dalam tasyahhud yang akhir, yaitu antara tasyahhud dengan salam.
Kelima, madzhab Al-Imâm Asy-Sya'bî dan Ishâq. Beliau-beliau ini berpendapat, bahwa shalawat itu wajib hukumnya dalam kedua tasyahud, awal dan akhir.
Keenam, madzhab Abû Ja'far Al-Baqîr. Beliau ini berpendapat, bahwa shalawat itu wajib dibaca di dalam sembahyang. Cuma beliau tidak menentukan tempatnya. Jadi, boleh di dalam tasyahhud awal dan boleh pula di dalam tasyahhud akhir.
Ketujuh, madzhab Abû Bakar Ibnu Bakir. Beliau ini berpendapat, bahwa shalawat itu wajib kita membacanya walaupun tidak ditentukan bilangannya.
Kedelapan, madzhab Al-Thahawî dan segolongan ulama Hanafiyah. Al-Thahawî berpendapat bershalawat itu diwajibkan pada tiap-tiap kita mendengar orang menyebut nama Muhammad. Paham ini di ikuti oleh Al-Hulaimî dan oleh segolongan ulama Syâfi'iyyah.
Kesembilan, madzhab Al-Zamakhsyarî. Al-Zamakhsyarî berpendapat, bahwa shalawat itu dimustikan pada tiap-tiap majelis. Apabila kita duduk dalam suatu majelis, wajiblah atas kita membaca Shalawat kepada Nabi, satu kali.
Kesepuluh, madzhab yang dihikayatkan oleh Al-Zamkhsyarî dari sebagian ulama Madzhab ini berpendapat bahwa bershalawat itu diwajibkan pada tiap-tiap kita mendoa.

Untuk mengetahui manakah paham yang harus dipegangi dalam soal ini, baiklah kita perhatikan apa yang telah diuraikan oleh Al-Imâm Ibn Al-Qayyim dalam kitabnya Jalâul Afhâm, katanya : "Telah bermufakat semua ulama Islam atas wajib bershalawat kepada Nabi, walaupun mereka berselisih tentang wajibnya di dalam sembahyang. Segolongan ulama tidak mewajibkan bershalawat di dalam sembahyang. Di antaranya ialah, Al-Thahawî, Al-Qâdhî al-'Iyâd dan Al-Khaththabî. Demikianlah pendapat para fuqaha selain dari Al-Syâfi'i."
Dengan uraian yang panjang Al-Imâm Ibn Al-Qayyim membantah paham yang tidak mewajibkan shalawat kepada Nabi Saw. di dalam sembahyang dan menguatkan paham Al-Syâfi'i yang mewajibkannya.
Al-Imâm Ibn Al-Qayyim berkata: "Tidaklah jauh dari kebenaran apabila kita menetapkan bahwa shalawat kepada Nabi itu wajib juga dalam tasyahhud yang pertama. Cuma hendaklah shalawat dalam tasyahhud yang pertama, diringkaskan. Yakni dibaca yang pendek.
Maka apabila kita renungkan faham-faham yang telah tersebut itu, nyatalah bahwa bershalawat kepada Nabi itu disuruh, dituntut, istimewa dalam sembahyang dan ketika mendengar orang menyebut nama Nabi Muhammad Saw.

Berkata Al-Faqîh Ibn Hajar Al-Haitamî dalam Al-Zawâjir: "Tidak bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. ketika orang menyebut namanya, adalah merupakan dosa besar yang keenampuluh."
 

Artinya: "Apakah tidak lebih baik saya khabarkan ke-padamu tentang orang yang dipandang sebagai manusia yang sekikir-kikirnya? Menjawab sahabat : Baik benar, ya Rasulullah. Maka Nabi-pun bersabda : Orang yang disebut namaku dihadapannya, maka ia tidak bershalawat ke-padaku, itulah manusia yang sekikir-kikirnya." (HR. Al-Turmudzû dari 'Ali).
Kemudian hadis Nabi yang lain
 

Artinya: "Kaum mana saja yang duduk dalam suatu majelis dan melamakan duduknya dalam majelis itu, kemudian mereka bubar dengan tidak menyebut nama Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi, niscaya mereka menghadapi kekurangan dari Allah. Jika Allah meng-hendaki, Allah akan mengadzab mereka dan jika Allah menghendaki, Allah akan memberi ampunan kepada mereka. " (HR Al-Turmudzî).

                  Dasar Hukum dan Dalil-dalil Shalawat


Dibawah ini adalah dalil-dalil tentang shalawat baik dari Al-Quran maupun Al-Hadis Nabi Saw., serta para ulama
AL-QUR'AN
Surat Al-Ahzâb ayat 43:
 

Artinya: "Dia-lah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohon ampunan untukmu) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya yang terang".
Surah Al-Ahzâb ayat 56:
 

Artinya: "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya".
Maksud Allah bershalawat kepada Nabi Saw. adalah dengan memberi rahmat-Nya; bershalawat malaikat kepada Nabi Saw. dengan memintakan ampunan; sedangkan bershalawatnya orang-orang mu'min kepada Nabi Saw. dengan berdoa supaya diberi rahmat seperti dengan per-kataan "Allâhumma Shalli 'alâ Muhammad"
Adapun salam kepada Nabi Saw. adalah dengan mengucapkan "Assalâmu Alayka Ayyuh al-Nabiyy."
Al-Hadits
 

Artinya: "Bershalawatlah kamu kepadaku, karena sha-lawatmu itu menjadi zakat (penghening jiwa pembersih dosa) untukmu." (HR. IbnMurdaweh)
 
Artinya: "Saya mendengar Nabi Saw. Bersabda janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan, dan janganlah kamu menjadikan kuburanku sebagai per-sidangan hari raya. Bershalawatlah kepadaku, karena shalawatmu sampai kepadaku dimana saja kamu berada." (HR. Al-Nasâ'i, Abû Dâud dan dishahihkan oleh Al-Nawâwî).
Diterangkan oleh Abû Dzar Al-Harawî, bahwa perintah shalawat ini terjadi pada tahun kedua Hijriyah. Ada yang berkata pada malam Isra' dan ada pula yang berkata dalam bulan Sya'ban. Dan oleh karena itulah bulan Sya'ban dinamai dengan "Syahrush Shalâti" karena dalam bulan itulah turunnya ayat 56, Surah ke-33 Al-Ahzâb.