" My Parent "

Sabtu, 21 Mei 2011

Do'a-do'a Pilihan (1)

1. Doa untuk Menarik Rizqi dari Setiap Penjuru
 

Artinya: "Wahai Allah limpahkanlah rahmat atas junjungan kita Nabi Muhammad Saw; sebanyak aneka rupa rizqi. Wahai Dzat Yang Maha Meluaskan rizqi kepada orang yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. Luaskan dan banyakanlah rizqiku dari segenap setiap penjuru dan perbendaharaan rizqi-Mu tanpa pemberian dari makhluk, berkat kemurahan-Mu jua. Dan limpahkanlah pula rahmat dan salam atas dan para sahabat beliau. "
Penjelasan : 
Doa ini dibaca setiap selesai melaksanakan shalat lima waktu minimal 7 kali. Khasiatnya, untuk menarik rizqi agar tetap mengalir pada kita.
2. Doa untuk Mendapatkan Rizqi yang Halal
 

Artinya: "Wahai Allah, wahai Dzat Yang Maha Kaya, wahai Dzat Yang Maha Terpuji, wahai Dzat Yang memulai, wahai Dzat Yang Mengembalikan, wahai Dzat Yang Maha Penyayang, wahai Dzat Yang Maha Mencintai. Cukupilah kami dengan kehalalan-Mu dari keharaman-Mu. Cukupilah kami dengan anugerah-Mu dari selain Engkau. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad Saw. keluarga dan sahabat beliau."
Penjelasan : 
Doa ini dibaca setiap selesai melaksanakan shalat jumat minimal 3 kali. Khasiatnya, Insya Allah akan dilimpahkan dari harta yang halal. Bahkan sebagian ulama berpendapat, barangsiapa mendawamkan (membiasakan) membaca doa ini setelah sahalat fardhu, maka Allah akan menjamin menjadikan padanya orang kaya di antara orang-orang kaya lainnya
3. Doa unluk memudahkan mata pencaharian
 

Artinya: "Dengan nama Allah, semoga Engkau menjaga diri kami, harta kami dan agama kami. Wahai Allah, ridhailah kami dari ketetapan-Mu dan berilah berkah kepada kami pada segala apa yang telah Engkau putuskan sehingga kami Tidak suka apa yang Engkau mempercepatkan apa yang Engkau akhirkan dan tidak pula menyukai mengakhirkan apa yang, Engkau cepatkan. "
Penjelasan: 
Doa ini dihaca ketika kita kesulitan mencari mata pencaharian. Insya Allah bila kita mendawamkannya, maka apa yang kita cari akan datang dengan tidak diduga sebelumnya
4. Doa akan masuk dan ketika berada ditempat yang anker
 

Artinya: "Apakah engkau mencari agama selain agama Allah ? Padahal semua yanga da di langit dan di bumi telah tunduk kepada-Nya, baik secara sukarela maupun secara paksa. Dan kepada-Nyalah mereka akan dikembalikan. "
Penjelasan: 
Ayat Al-Quran sekaligus doa ini dibaca ketika akan atau sedang berada ditempat yang menurut kita anker (tempat yang menyeramkan). Insya Allah kita akan terjaga dari syaithan-syithan atau makhluk-makhluk yang ada di tempat tersebut.
5. Doa ketika sakit dan merajah orang sakit
 

Artinya: "Tuhan segala manusia, hilangkanlah penyakit. Sembuhkanlah, Engkaulah penyembuh. Tak ada penawar selain dari penawar-Mu, penawar yang menghabiskan sakit dan penyakit. "
Penjelasan: 
Doa ini dibaca 3 kali, kemudian menyapukannya kepada badan orang sakit dengan tangan kanan, atau ketika kita menyapu badan orang sakit. Hal ini dilakukan Nabi Saw. ketika salah seorang keluarganya sakit. (HR. Al-Bukhârî dan Muslim).
 

Artinya: "Hilangkanlah penyakit wahai Tuhan segala manusia. Di tangan-Mu kesembuhan. Tak ada yang menghilangkan penyakit, selain dari pada-Mu sendiri."
Penjelasan: 
Doa ini merupakan salah satu doa yang dibaca Nabi Saw. untuk menangkal para istrinya yang sakit, yaitu dengan menyapu badannya.
 

Artinya: "Wahai Tuhanku, Tuhan segala manusia yang menghilangkan penyakit, sembuhkanlah, Engkau pe-nyembuh. Tak ada yang menyembuhkan selain dari Engkau, sembuh yang tidak meninggalkan sakit lagi. "
Penjelasan: 
Begitu juga doa ini dibaca Nabi Saw. untuk menangkal para isterinya yang sakit.
 

Artinya: "Ya Tuhanku sembuhkanlah ... (disebut nama orang yang sakit)..."
Penjelasan: 
Doa ini juga baik dibaca ketika kita mengunjungi orang sakit. Hal ini dilakukan Nabi Saw. ketika mengunjungi Sa'îd bin Abî Waqash ra.
 

Artinya: "Saya memohon kepada Allah yang Maha Besar, Tuhan yang mempunyai 'Arasy yang besar, akan menyembuhkan engkau. "
Penjelasan : 
Doa ini dibaca ketika kita berada disisi orang yang sakit. Nabi Saw. bersabda: "Barangsiapa mengunjungi orang sakit yang belum datang ajalnya, seraya membaca doa ini 7 kali disisinya orang sakit itu, maka Allah menyembuhkan penyakitnya. " (HR. Abû Dâud dan Al-Turmudzî)
 
Artinya: "Dengan nama Allah, saya jampikan engkau dari segala sesuatu yang menyakiti engkau, dari kejahatan segala jiwa atau mata pendengki. Tuhan menyembuhkan engkau Dengan nama Allah saya menjampikan engkau. "
Penjelasan:
Doa ini dibaca ketika kita sedang sakit. Hal ini pula yang dilakukan malaikat Jibril kepada Nabi Saw. ketika sedang sakit. Imam Muslim meriwayatkan, pada suatu waktu Jibril datang kepada Nabi Saw., dan bertanya kepada Nabi Saw.: "Ya Muhammad, apakah engkau merasa sakit? Nabi Saw. rnenjawab: benar. Maka jibril pun mengucapkan doa ini terhadap Nabi.
 

Artinya: "Dengan nama Allah Yang Maha pemurah lagi Maha penyayang. Saya lindungkan engkau dengan Allah yang Esa, yang di tuju oleh makhuk, yang tiada beranak dan tiada diperanakkan dan tak ada seseorang yang sebanding dengan Dia dari kejahatan yang engkau deritai."

Penjelasan:
Doa ini juga salah satu doa yang dibaca ketika kita mengunjungi orang sakit, atau ketika kita sedang sakit. Ibnu Sunnî meriwayatkan, pada suatu waktu Nabi mengunjungi Utsman bin Affan yang sedang sakit, kemudian beliau membaca ta'awudz ini terhadap Utsman, seraya berkata: "Ya Utsman, berlindung dirilah engkau dengan kalimat-kalimat ini."
 

Artinya: "Dengan nama Allah yang Maha pemurah lagi Maha Penyayang. Dengan nama Allah yang Maha Besar, kami berlindung dengan Allah dari kejahatan peluh yang mendidihkan darah dan dari kejahatan kepanasan neraka. "
 

Artinya: "Dengan menyebut nama Allah (tiga kali). Saya berlindung dengan kebesaran Allah dan kekuasaan-Nya dari kejahatan api yang aku derita dan aku khawatirkan (dibaca tujuh kali). "
Penjelasan: 
Doa ini dibaca ketika kita sedang sakit. Yaitu, tangan kita letakan pada badan yang sakit kemudlan memhaca doa ini.

 
Artinya: "Tidak ada Tuhan yang disembah melainkan Allah, Allah itu Maha besar. Tidak ada Tuhan melainkan Allah sendiri-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Tidak ada Tuhan melainkan Allah, bagi-Nyalah pemerintahan dan kerajaan, dan bagi-Nyalah segala puJi, Tidak ada Tuhan melainkan Allah. Tidak ada daya upaya dan tidak ada tenaga kekuatan melainkan dengan Allah. "
Penjelasan: 
Nabi bersabda: "Barangsiapa yang sakit dan mem-banyakan dzikir ini dalam sakitnya, kemudian mati, tiadalah ia dimakan oleh api neraka. "
 

Artinya: "Tuhanku, tolonglah aku terhadap kesukaran-kesukaran mati dan kemabukan-kemabukan mati. "
Penjelasan : 
Doa ini dibaca ketika sakit kita sudah akut, dan sudah tidak bisa lagi diobatinya.
Nabi melakukan hal ini, sebagaimana diriwayatkan At-Turmudzî dan Ibnu Majah. Yaitu, ketika Nabi Saw. sakit pada akhir umurnya, kemudian Nabi Saw. memasukan tangannya ke dalam gelas yang berisi air yang terletak disisinya; dan air itu beliau sapukan ke mukanya yang mulia seraya membaca doa ini. "

Kemudahan Di Bulan Shaum

Umat Islam menjalankan ibadah shaum ramadhan dengan dalil :
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.(Q.S. 2:183)
Syaikh Ahmad Mustafa Al Maragi menjelaskan dalam Tafsir Al Maragi, bahwasanya ayat ini mengandung tiga perkara : (1) Mengukuhkan wajibnya ibadah puasa ; (2) memberikan dorongan untuk melaksanakannya ; (3) dan menghibur siapa-siapa yang melaksanakan perintah tersebut.
Ibadah puasa adalah ibadah fisik dan mental yang berat. Namun demikian, menurut Syaikh Ahmad Mustafa Al Maragi, jika suatu perkara berat diwajibkan dan dilaksanakan bersama-sama oleh orang banyak, biasanya justru akan lebih bersemangat dan mempermudah dalam pelaksanaannya.
Shaum dengan demikian mengandung dan banyak ditentukan pula oleh faktor kebersamaan kelompok. Sebagai gambaran misalnya : saat seluruh anggota keluarga melaksanakan ibadahshaum, para individu di dalamnya cenderung merasa mudah dan merasa tenteram ketika menjalankan shaum. Tapi disaat hanya sebagian atau salah seorang saja yang melaksanakan shaumdalam keluarga, tentu akan lebih berat bagi person yang ber-shaum tersebut untuk melaksanakan ibadahnya secara optimal.
Disitulah terkandung hikmah- meskipun kasatnya shaum itu dilaksanakan secara individual, namun perintah Allah bagi seluruh orang beriman untuk melakukan shaum dalam waktu bersamaan, nyata memberikan dukungan psikologis tak kecil bagi setiap yang melaksanakannya.
***
Karena hanya Allah Yang Maha Mengetahui kemampuan hamba-Nya, Dia memberikan pula kemudahan bagi kaum mu'minin yang diseru-Nya dalam ayat-ayat yang memerintahkan shaum, berupa keringanan untuk buka shaum sebelum adzan mahgribtiba, bahkan keringanan untuk tidak melakukan shaum,sekalipun diwajibkan membayar fidyah.
Kaum yang diberi kemudahan itu terbagi menjadi dua golongan, yaitu : (1) Mereka yang boleh tidak shaum ramadhan namun wajib meng-qadha-nya di bulan-bulan setelahnya ; (2) dan mereka yang diberi kelonggaran untuk tidak melakukan shaum dan tak wajib meng-qadha, namun wajib membayar fidyah(memberi makanan kepada fakir miskin).
Baik golongan pertama dan kedua itu telah dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Al Baihaqi dari Mu'adz bin Jabal r.a. yang berkata : �Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas Nabi untuk berpuasa, maka Dia menurunkan ayat ( dalam Q.S.2 : 183-184), maka pada saat itu barangsiapa mau puasa dan barangsiapa mau memberi makan seorang miskin, keduanya diterima. Kemudian Allah menurunkan ayat lain ( Q.S. 2 : 185), maka ditetapkanlah kewajiban puasa bagi setiap orang yang mukim dan sehat dan diberi rukhsah ( keringanan) untuk orang yang sakit dan bermusafir, serta ditetapkan cukup memberi makan orang miskin bagi orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu shaum."
Golongan pertama yang diberi kemudahan itu adalah : (1) Orang sakit yang masih punya harapan sembuh ; (2) dan orang yang bepergian (musafir).
Menurut Ustadz Abu Rasyid, ulama fiqh negara bagian Sabah, Malaysia, musafir yang merasa kuat boleh meneruskan puasa dalam safar-nya, namun yang merasa lemah dan berat lebih baik berbuka, dan makruh memaksakan diri untuk puasa. Pendapat tersebut selain dilandasi oleh hadits dari Mu'adz bin Jabal r.a. di atas, ia juga diperkuat oleh hadits dari Sa'id Al-Khudry r.a. di mana sahabat Nabi SAW itu mengatakan : �Pada suatu hari kami pergi berperang beserta Rasulullah SAW di bulan ramadhan. Diantara kami ada yang shaum dan diantara kami ada yang berbuka . Yang puasa tidak mencela yang berbuka, dan yang berbuka tidak mencela yang tetap shaum. Mereka berpendapat bahwa siapa yang mendapati dirinya ada kekuatan lalu puasa, hal itu adalah baik dan barangsiapa yang mendapati dirinya lemah lalu berbuka,maka hal ini juga baik."(H.R. Ahmad dan Muslim)
Ustadz Abu Rasyid mengemukakan pula golongan kedua yang diberi kemudahan untuk tidak melaksanakan shaum dan tak wajib meng-qadha, namun wajib membayar fidyah. Golongan kedua yang beliau kemukakan adalah : (1) Orang yang usianya sangat lanjut dan sangat lemah ; (2) ibu menyusui yang khawatir akan kesehatan anaknya (H.R. Abu Dawud) ; (3) ibu mengandung yang mengkhawatirkan kesehatan diri (H.R. Baihaqi) ; (4) orang yang sakit menahun dan harapan sembuhnya kecil ; (5) orang yang sehari-hari pekerjaannya berat dan tak memungkinkan bila dikerjakan sambil shaum, lagi belum mendapat pekerjaan lain yang lebih ringan dan memungkinkan dirinya shaum.
***
Tiap mu'min wajib mensyukuri kemudahan yang dikaruniakan Allah itu, dengan melaksanakan shaum dan mengisi momenramadhan dengan ikhtiar dan ibadah sebaik mungkin. Kemudahan tersebut jangan lantas membuat diri kita ter-sugesti, menganggap diri masuk salah satu golongan yang diberikan kemudahan itu, padahal sesungguhnya keadaan fisik siap untuk melaksanakan puasa. Tentu saja, selain mengetahui berbagai kemudahan itu, hendaknya diri kita mampu mengukur dan terbiasa jujur dalam menilai diri, demi paripurna dan suksesnya ibadah shaum kita di bulan ramadhan kali ini.
Kemudahan yang Allah berikan itu pun memberi hikmah tersendiri kepada penulis. Kemuliaan tak harus identik dengan berpayah-payah. Kemuliaan bahkan bisa diraih melalui sebuah proses 'yang mudah', alamiah, sesuai pandangan insan dan kemampuan manusiawi. Tak berlebihan bila penulis menyimpulkan syari'at Islam sebagai bukan sekadar 'ilmu prihatin', melainkan lebih tepat disebut sebagai 'ilmu selamat', bila menengok berbagai kemudahan yang Allah berikan dalam rangkaian ibadah ramadhan ini.
Katakan Insya Allah

"Walaa taquulanna li syain innii faa�ilun dzaalika ghodan illa an yasyaa�allah" ;"Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi", kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah�" (Q.S : Al Kahfi : 23-24).
Dalam Tafsir Al Qur�an Al �Adzhim karya Ibnu Katsir Ad-Dimasqy, beliau menyebutkan bahwa asbabun nuzul dari ayat ini adalah terkait dengan kisah sebagai berikut :
Syahdan, suatu hari Rasulullah SAW ditanya oleh salah seorang sahabat tentang kisah ashabul kahfi. Diantara pertanyaannya adalah : berapa tahun ashabul kahfi berlindung dan menghabiskan masa tidurnya dalam gua al-kahfi ? Dan berapa jumlah anggota yang tergabung dalam ashabul kahfi ketika itu, lima orang dengan seekor anjingnya atau tujuh beserta anjingnya?
Rasulullah SAW saat itu tak sanggup memberi jawaban pasti. Lantas, beliau berkata kepada sahabat yang bertanya : "Jawabannya akan kuberikan besok. " Biasanya pada saat-saat seperti demikian, keesokannya turun wahyu sebagai jawaban.
Keesokan harinya, fajar telah menyingsing menyambut mentari terbit di ufuk timur. Sang surya terus menyemai panas diatas kepala sehingga dzuhur. Namun, wahyu dari Sang Khaliq tak kunjung turun memberikan jawab. Akhirnya sore semakin tinggi.Senjapun memerah mengantar kegelapan malam.
Berhari-hari Rasulullah SAW menantikan wahyu itu. Lewat lima belas hari turunlah wahyu. Wahyu sebagai jawaban disertai teguran dalam ayat : �Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu : � Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut) �Insya Allah.� ( Al Qur'an surat Al Kahfi : 23-24).
Sejak saat itu, Rasulullah SAW tak pernah alpa menyebut : "Insya Allah", setiap kali menjanjikan pada ummatnya untuk hal-hal yang akan beliau ucapkan dan lakukan. Sebagaimana sebuah hadits shahih dari Abdullah ibn �Amru berkata , Rasulullah SAW pernah berujar saat singgah di Thaif bersama para sahabatnya: "Innaa qaafiluuna ghodan Insya Allah" ; "Besok kita akan berangkat melanjutkan perjalanan, Insya Allah."(HR.Bukhari/Muslim).
Inilah sebuah petunjuk mulia dari Allah pada rasul-rasul-Nya. Bahwa kedudukan Muhammad sebagai rasul-Nya tidak lantas menjadikan dirinya dengan mudah memastikan kehendakNya. Adalah sebuah adab hamba kepada Tuhannya, jika dia sudah bertekad untuk mengerjakan suatu hal pada waktu mendatang, dia tetap menyandarkan segalanya pada kehendak Allah semata (masyi�atillah), Yang Maha Mengetahui semua yang ghaib, Yang Mengetahui apa yang tidak akan terjadi dan apa yang akan terjadi, dan Yang Mengetahui pula bagaimana sesuatu itu dapat terjadi. Wallahu A�lam bishawab.
Sejarah Pembinaan dan Penghimpunan Hadist

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bi Abdul Azis yakni tahun 99 Hijriyah datanglah angin segar yang mendukung kelestarian hadits, Maka pada tahun 100 H Khalifah Umar bin Abdul Azis memerintahkan kepada gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amer bin Hazm supaya membukukan hadits-hadits Nabi yang terdapat pada para penghafal.
A. PENULISAN HADIS
Para penulis sejarah Rasul, ulama hadis, dan umat Islam semuanya sependapat menetapkan bahwa AI-Quranul Karim memperoleh perhatian yang penuh dari Rasul dan para sahabatnya. Rasul mengharapkan para sahabatnya untuk menghapalkan AI-Quran dan menuliskannya di tempat-tempat tertentu, seperti keping-keping tulang, pelepah kurma, di batu-batu, dan sebagainya.
Ketika Rasulullah SAW. wafat, Al-Quran telah dihapalkan dengan sempurna oleh para sahabat. Selain itu, ayat-ayat suci AI-Quran seluruhnya telah lengkap ditulis, hanya saja belum terkumpul dalam bentuk sebuah mushaf. Adapun hadis atau sunnah dalam penulisannya ketika itu kurang memperoleh perhatian seperti halnya Al-Quran. Penulisan hadis dilakukan oleh beberapa sahabat secara tidak resmi, karena tidak diperintahkan oleh Rasul sebagaimana ia memerintahkan mereka untuk menulis AI-Quran. Diriwayatkan bahwa beberapa sahabat memiliki catatan hadis-hadis Rasulullah SAW. Mereka mencatat sebagian hadis-hadis yang pernah mereka dengar dari Rasulullah SA W.
Diantara sahabat-sahabat Rasulullah yang mempunyai catatan-catatan hadis Rasulullah adalah Abdullah bin Amr bin AS yang menulis, sahifah-sahifah yang dinamai As-Sadiqah. Sebagian sahabat menyatakan keberatannya terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh Abdullah itu Mereka beralasan bahwa Rasulullah telah bersabda.
Artinya: 
"Janganlah kamu tulis apa-apa yang kamu dengar dari aku selain Al- Quran. Dan barang siapa yang lelah menulis sesuatu dariku selain Al- Quran, hendaklah dihapuskan. " 
(HR. Muslim)
Dan mereka berkata kepadanya, "Kamu selalu menulis apa yang kamu dengar dari Nabi, padahal beliau kadang-kadang dalam keadaan marah, lalu beliau menuturkan sesuatu yang tidak dijadikan syariat umum." Mendengar ucapan mereka itu, Abdullah bertanya kepada Rasulullah SAW. mengenai hal tersebut. Rasulullah kemudian bersabda:
Artinya: 
"Tulislah apa yang kamu dengar dariku, demi Tuhan yang jiwaku di tangannya. tidak keluar dari mulutku. selain kebenaran ".
Menurut suatu riwayat, diterangkan bahwa Ali mempunyai sebuah sahifah dan Anas bin Malik mempunyai sebuah buku catatan. Abu Hurairah menyatakan: "Tidak ada dari seorang sahabat Nabi yang lebih banyak (lebih mengetahui) hadis Rasulullah daripadaku, selain Abdullah bin Amr bin As. Dia menuliskan apa yang dia dengar, sedangkan aku tidak menulisnya". Sebagian besar ulama berpendapat bahwa larangan menulis hadis dinasakh (dimansukh) dengan hadis yang memberi izin yang datang kemudian.
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa Rasulullah tidak menghalangi usaha para sahabat menulis hadis secara tidak resmi. Mereka memahami hadis Rasulullah SAW. di atas bahwa larangan Nabi menulis hadis adalah ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan akan mencampuradukan hadis dengan AI-Quran Sedangkan izin hanya diberikan kepada mereka yang tidak dikhawatirkan mencampuradukan hadis dengan Al-Quran. Oleh karena itu, setelah Al-Quran ditulis dengan sempurna dan telah lengkap pula turunannya, maka tidak ada Jarangan untuk menulis hadis. Tegasnya antara dua hadis Rasulullah di atas tidak ada pertentangan manakala kita memahami bahwa larangan itu hanya berlaku untuk orang-orang tertentu yang dikhawatirkan mencampurkan AI-Quran dengan hadis, dan mereka yang mempunyai ingatan/kuat hapalannya. Dan izin menulis hadis diberikan kepada mereka yang hanya menulis sunah untuk diri sendiri, dan mereka yang tidak kuat ingatan/hapalannya.
B. PENGHAPALAN HADIS
Para sahabat dalam menerima hadis dari Nabi SAW. berpegang pada kekuatan hapalannya, yakni menerimanya dengan jalan hapalan, bukan dengan jalan menulis hadis dalam buku. Sebab itu kebanyakan sahabat menerima hadis melalui mendengar dengan hati-hati apa yang disabdakan Nabi. Kemudian terekamlah lafal dan makna itu dalam sanubari mereka. Mereka dapat melihat langsung apa yang Nabi kerjakan. atau mendengar pula dari orang yang mendengarnya sendiri dari nabi, karena tidak semua dari mereka pada setiap waktu dapat mengikuti atau menghadiri majelis Nabi. Kemudian para sahabat menghapal setiap apa yang diperoleh dari sabda-sabdanya dan berupaya mengingat apa yang pernah Nabi lakukan, untuk selanjutnya disampaikan kepada orang lain secara hapalan pula.
Hanya beberapa orang sahabat saja yang mencatat hadis yang didengarnya dari Nabi SAW. Di antara sahabat yang paling banyak menghapal/meriwayatkan hadis ialah Abu Hurairah. Menurut keterangan Ibnu Jauzi bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah sejumlah 5.374 buah hadis. Kemudian para sahabat yang paling banyak hapalannya sesudah Abu Hurairah ialah:
  1. Abdullah bin Umar r.a. meriwayatkan 2.630 buah hadis.
  2. Anas bin Malik meriwayatkan 2.276 buah hadis.
  3. Aisyah meriwayatkan 2.210 buah hadis.
  4. Abdullah ibnu Abbas meriwayatkan 1.660 buah hadis.
  5. Jabir bin Abdullah meriwayatkan 1.540 buah hadis.
  6. Abu Said AI-Khudri meriwayatkan 1.170 buah hadis.
C. PENGHIMPUNAN HADIS
Pada abad pertama hijrah, yakni masa Rasulullah SAW., masa khulafaur Rasyidin dan sebagian besar masa bani umayyah, hingga akhir abad pertama hijrah, hadis-hadis itu berpindah-pindah dan disampaikan dari mulut ke mulut Masing-masing perawi pada waktu itu meriwayatkan hadis berdasarkan kekuatan hapalannya. Memang hapalan mereka terkenal kuat sehingga mampu mengeluarkan kembali hadis-hadis yang pernah direkam dalam ingatannya. Ide penghimpunan hadis Nabi secara tertulis untuk pertama kalinya dikemukakan oleh khalifah Umar bin Khattab (w. 23/H/644 M). Namun ide tersebut tidak dilaksanakan oleh Umar karena beliau khawatir bila umat Islam terganggu perhatiannya dalam mempelajari Al-Quran.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang dinobatkan akhir abad pertama hijrah, yakni tahun 99 hijrah datanglah angin segar yang mendukung kelestarian hadis. Umar bin Abdul Azis seorang khalifah dari Bani Umayyah terkenal adil dan wara', sehingga beliau dipandang sebagai khalifah Rasyidin yang kelima.
Beliau sangat waspada dan sadar, bahwa para perawi yang mengumpulkan hadis dalam ingatannya semakin sedikit jumlahnya, karena meninggal dunia. Beliau khawatir apabila tidak segera dikumpulkan dan dibukukan dalam buku-buku hadis dari para perawinya, mungkin hadis-hadis itu akan lenyap bersama lenyapnya para penghapalnya. Maka tergeraklah dalam hatinya untuk mengumpulkan hadis-hadis Nabi dari para penghapal yang masih hidup. Pada tahun 100 H. Khalifah Umar bin Abdul Azis memerintahkah kepada gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amer bin Hazm supaya membukukan hadis-hadis Nabi yang terdapat pada para penghafal.
Umar bin Abdul Azis menulis surat kepada Abu Bakar bin Hazm yang berbunyi:
Artinya: 
"Perhatikanlah apa yang dapat diperoleh dari hadis Rasul lalu tulislah. karena aku takut akan lenyap ilmu disebabkan meninggalnya ulama dan jangan diterima selain hadis Rasul SAW dan hendaklah disebarluaskan ilmu dan diadakan majelis-majelis ilmu supaya orang yang tidak mengetahuinya dapat mengetahuinya, maka sesungguhnya ilmu itu dirahasiakan. "
Selain kepada Gubernur Madinah, khalifah juga menulis surat kepada Gubernur lain agar mengusahakan pembukuan hadis. Khalifah juga secara khusus menulis surat kepada Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab Az-Zuhri. Kemudian Syihab Az-Zuhri mulai melaksanakan perinea khalifah tersebut. Dan Az-Zuhri itulah yang merupakan salah satu ulama yang pertama kali membukukan hadis.
Dari Syihab Az-Zuhri ini (15-124 H) kemudian dikembangkan oleh ulama-ulama berikutnya, yang di samping pembukuan hadis sekaligus dilakukan usaha menyeleksi hadis-hadis yang maqbul dan mardud dengan menggunakan metode sanad dan isnad.
Metode sanad dan isnad ialah metode yang digunakan untuk menguji sumber-sumber pembawa berita hadis (perawi) dengan mengetahui keadaan para perawi, riwayat hidupnya, kapan dan di mana ia hidup, kawan semasa, bagaimana daya tangkap dan ingatannya dan sebagainya. Ilmu tersebut dibahas dalam ilmu yang dinamakan ilmu hadis Dirayah, yang kemudian terkenal dengan ilmu Mustalahul hadis.
Setelah generasi Az-Zuhri, kemudian pembukuan hadis dilanjutkan oleh Ibn Juraij (w. 150 H), Ar-Rabi' bin Shabih (w. 160 H) dan masih banyak lagi ulama-ulama lainnya. Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa pembukuan hadis dimulai sejak akhir masa pemerintahan Bani Umayyah, tetapi belum begitu sempuma. Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, yaitu pada pertengahan abad II H. dilakukan upaya penyempunaan. Mulai. waktu itu kelihatan gerakan secara aktif untuk membukukan ilmu pengetahuan, termasuk pembukuan dan penulisan hadis-hadis Rasul SAW. Kitab-kitab yang terkenal pada waktu itu yang ada hingga sekarang sampai kepada kita, antara lain AI-Muwatha ' oleh imam Malik, AI Musnad oleh Imam Asy-Syafi'l (204) H. Pembukuan hadis itu kemudian dilanjutkan secara lebih teliti oleh Imam-lmam ahli hadis, seperti Bukhari, Muslim, Turmuzi, Nasai, Abu Daud, Ibnu Majah, dan lain-lain
Dari mereka itu, kita kenal Kutubus Sittah (kitab-kitab) enam yaitu: Sahih AI-Bukhari Sahih Muslim, Sunan An-Nasai dan At-Turmuzi. Tidak sedikit pada "masa berikutnya dari para ulama yang menaruh perhatian besar kepada Kutubus sittah tersebut beserta kitab Muwatta dengan cara mensyarahinya dan memberi catatan kaki, meringkas atau meneliti sanad dan matan-matannya.
D. TIMBULNYA PEMALSUAN HADIS DAN UPAYA PENYELAMATANNYA
Sejak terbunuhnya khalifah Usman bin Affan dan tampilnya Ali bin Abu Thalib serta Muawiyah yang masing-masing ingin memegang jabatan khalifah, maka umat Islam terpecah menjadi tiga golongan, yaitu syiah. khawarij, dan jumhur. Masing-masing kelompok mengaku berada dalam pihak yang benar dan menuduh pihak lainnya salah. Untuk membela pendirian masing-masing, maka mereka membuat hadis-hadis palsu. Mulai saat itulah timbulnya riwayat-riwayat hadis palsu. Orang-orang yang mula-mula membuat hadis palsu adalah dari golongan Syiah kemudian golongan khawarij dan jumhur, Tempat mula berkembangnya hadis palsu adalah daerah Irak tempat kamu syiah berpusat pada waktu itu.
Pada abad kedua, pemalsuan hadis bertambah luas dengan munculnya propaganda-propaganda politik untuk menumbangkan rezim Bani Umayyah. Sebagai imbangan, muncul pula dari pihak Muawiyyah ahli-ahli pemalsu hadis untuk membendung arus propaganda yang dilakukan oleh golongan oposisi. Selain itu, muncul juga golongan Zindiq, tukang kisah yang berupaya untuk menarik minat masyarakat agar mendengarkannya dengan membuat kisah-kisah palsu.
Menurut Imam Malik ada empat jenis orang yang hadisnya tidak boleh diambil darinya:
  1. Orang yang kurang akal.
  2. Orang yang mengikuti hawa nafsunya yang mengajak masyarakat untuk mengikuti hawa nafsunya.
  3. Orang yang berdusta dalam pembicaraannya walaupun dia tidak berdusta kepada Rasul.
  4. Orang yang tampaknya saleh dan beribadah apabila orang itu tidak mengetahui nilai-nilai hadis yang diriwayatkannya.
Untuk itu, kemudian sebagian ulama mempelajari dan meneliti keadaan perawi-perawi hadis yang dalam masa itu banyak terdapat perawi-perawi hadis yang lemah Diantara perawi-perawi tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui mana yang benar-benar dapat diterima periwayatannya dan mana yang tidak dapat diterima.
Selain itu juga diusahakan pemberantasan terhadap hadis-hadis palsu oleh para ulama, yaitu dengan cara menunjukan nama-nama dari oknum-oknum/ golongan-golongan yang memalsukan hais berikut hadis-hadis yang dibuatnya supaya umat islam tidak terpengaruh dan tersesat oleh perbuatan mereka. Untuk itu, para ulama menyusun kitab-kitab yang secara khusus menerangkan hadis-hadis palsu tersebut, yaitu antara lain :
  1. Kitab oleh Muhammad bin Thahir Ak-Maqdizi(w. tahun 507 H)
  2. Kitab oleh Al-Hasan bin Ibrahim Al-Hamdani
  3. Kitab oleh Ibnul Jauzi (w. tahun 597 H)
Di samping itu para ulama hadis membuat kaidah-kaidah atau patokan-patokan serta menetapkan ciri-ciri kongkret yang dapat menunjukkan bahwa suatu hadis itu palsu. Ciri-ciri yang menunjukkan bahwa hadis itu palsu antara lain:
  1. Susunan hadis itu baik lafaz maupun maknanya janggal, sehingga tidak pantas rasanya disabdakan oleh Nabi SAW., seperti hadis:
    Artinya:
    "Janganlah engkau memaki ayam jantan, karena dia teman karibku. "
  2. Isi maksud hadis tersebut bertentangan dengan akal, seperti hadis:
    Artinya: 
    "Buah terong itu menyembuhkan. Segala macam penyakit. "
  3. Isi/maksud itu bertentangan dengan nas Al-Quran dan atau hadis mutawatir, seperti hadis:
    Artinya:
    "Anak zina itu tidak akan masuk surga. "
  4. Hadis tersebut bertentangan dengan firman Allah SWT. :
    Artinya: 
    "Orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. " (QS. Fatir: 18)