" My Parent "

Jumat, 20 Mei 2011

Muhammad dalam Perspektif Al-Qur'an (Bag 2)

2. Manusia yang Berakhlak Mulia
Nabi Muhammad adalah seseorang yang Allah telah menumbuhkannya dalam perkembangan yang sehat, dan kedewasaan yang memikat, sarat akan kepribadian yang tangguh serta perangai mulia yang tiada tandingannya. Seluruh jejak langkahnya, tutur katanya, tindak tanduknya, dan sikap serta tingkah lakunya mencerminkan sebuah keagungan akhlak yang tiada dapat disepadankan dengan sosok atau tokoh siapapun juga.
Kejujurannya dalam bertutur lisan, menyebabkan masyarakat pada saat itu menjulukinya dengan gelar Al-Amin (yang terpercaya). Sebuah sebutan yang sangat sulit untuk disematkan pada seseorang di tengah gejolak perabadan yang sangat terbelakang dan kejahiliyahan yang merajalela. Hingga seorang Abu Lahab-pun, sebagai musuh umat Islam nomer wahid pada saat itu, harus mengakui keluhuran dan kejujuran akhlak seorang Muhammad s.a.w. Hanya faktor kedengkian dan gengsi yang membumbung tinggi yang menyulut sikap apriori pada diri seorang Abu Lahab, menyebabkan ia enggan mengikuti dakwah Muhammad s.a.w, seorang Nabi dan Rasul pembawa risalah pamungkas untuk seluruh alam.
Hal itulah yang membuat seorang Heraclus, raja Romawi saat itu, patah arang ketika ia bertanya kepada Abu Sufyan tentang Muhammad s.a.w. Suatu ketika Heraclus bertanya pada Abu Sufyan: “Apakah dia (Muhammad) pernah berkhianat?”, lalu Abu Sufyan menjawab: “Tidak, ia tidak pernah sekalipun berkhianat”. Sehingga tidak ada lagi sebuah siasat bagi penolak dakwah Rasulullah ketika itu kecuali dengan menyebarkan fitnah dan tuduhan palsu, seperti: Muhammad s.a.w adalah seorang tukang sihir, penyair dan pendongeng sejati, serta paranormal dan dukun ramal.
Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menangkis tuduhan-tuduhan palsu mereka, dan mengabarkan pada mereka akan hakikat yang sebenarnya:
Falaa uqsimu bimaa tubshiruun. Wa maa laa tubshiruun. Innahu laqawlun rasuulun kariim. Wamaa huwa biqawlin syaa’irin, qaliilan maa tu’minuun. Walaa biqawlin kaahinin qaliilan maa tadzakkaruun. Tanziilun min Rabbil ‘aalamiin”.
Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan apa yang tidak kamu lihat. Sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia. Dan Al Qur’an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam”(QS.Al-Haaqqah:38 – 43).
Wa maa ‘allamnaahusy-syi’ra wamaa yanbaghii lah. Inhuwa illa dzikrun waqur’aanun mubiin. Liyundzira mankaana hayyan wa yahiqqal qawlu ‘alal kaafiriin”
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya, Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir”(QS.Yaasin:69-70).
3. Nabi yang Umi
Nabi Muhammad s.a.w adalah seorang dari kaum yang ummi(ummiyyin). Umi yang dalam literatur Arab diartikan sebagai orang yang tidak menulis dan tidak membaca. (Akhlaq Ar-Rasul Al-KarimSyeikh Abdul Muhsin ibn Hamdil Abbad Al-Badr, Daarul Imam Ahmad, Kairo).

Sebagaimana yang terdapat dalam QS.Al-Jumu’ah: 2 :
Huwalladzii ba’atsa fil ummiyiina rasuulan minhum yatluuna ‘alaihim aayaatihi wayuzakkiihim wa yu’allimuhumul kitaaba wal hikmata wa inkaanu min qablu lafii dhalaalin mubiin”
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.
Sementara Nazmi Lukas, seorang Arab-Kristen Koptik, dalam karyanya “Muhammad fi Hayaatihi al-Khashshah” (Maktabah Gharib, Mesir, 1981), berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ummiyyin (kaum ummi) adalah umat-umat selain bani Israil. Bani Israil telah mengaku sebagai bangsa yang terpilih serta satu-satunya bangsa yang mendapat petunjuk dan anugerah kenabian, sedangkan bangsa lainnya umamiyyun atauummiyyun, yang tidak mendapatkan hidayah dan anugerah kenabian. Oleh karena itu, ayat ini (QS.Al-Jumu’ah: 2) turun untuk menegaskan rahmat yang diberikan Allah kepada bangsaummiyyun, yakni dengan diutusnya seorang rasul dari kalangan mereka, yang menyampaikan ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Dalam buku yang sama Nazmi Lukas mengatakan bahwa tidak setiap orang yang ummi adalah orang bodoh dan tidak setiap orang bodoh adalah ummi. Orang yang ummi adalah orang yang tidak dapat membaca dan menulis, sedangkan orang yang bodoh adalah orang yang tidak mengetahui sesuatu yang seharusnya ia ketahui. Tidak semua ilmu berkaitan dengan bacaan dan tulisan, dan tidak semua bacaan dan tulisan adalah ilmu yang menjadi tanda bodohnya seseorang yang tidak membaca dan menulis.
Setelah sebuah kenyataan tentang nabi Muhammad yang ummitertera dalam QS.Al-Jumu’ah: 2, Allah menurunkan firman QS.Al-Isra’:88:
Qul la inijtama’atil insu wal jinnu ‘ala an ya’tuu bimitsli haadzal Qur’aan laa ya’tuuna bimitslihi walaw kaana ba’dhuhum liba’dhin dzahiira”.
Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”.
Seiring dengan munculnya Muhammad s.a.w dengan sifat ini (ummi), mematahkan tuduhan-tuduhan palsu yang dilancarkan oleh kaum kafir atas apa yang telah diucapkan oleh Nabi Muhammad, berupa cerita-cerita dongeng nan fiktif, atau hikayat serta legenda yang imajinatif belaka. Sebagaimana firman Allah dalam QS.Al-Ankabut: 48

Wamaa kunta tatluu min qablihi min kitaabin walaa takhuttuhu biyamiinika idzan lartaabal mubthiluun”
Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Qur’an) sesuatu kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu)”.
Ayat ini menjadi bukti simbolis bahwa tuduhan-tuduhan orang-orang kafir pada saat itu bermotif sentimentil dan tendensius. Mereka akhirnya terjebak pada kebohongan yang mereka kobarkan sendiri. Bagaimana seorang Muhammad s.a.w bisa mengucapkan kabar dengan untaian kalimat yang indah nan memikat, sedangkan ia bukan seorang penyair, dan ia bukan pula seorang yang mampu membaca dan menulis? Maka terkuaklah kebatilan tipu daya mereka. Sedangkan kesejatian ayat-ayat Allah telah menjadi saksi dan mukjizat yang kokoh, yang mampu mematahkan claim-claim negatif kaum musyrikin terhadap diri Muhammad s.a.w, sosok nabi yang kehadirannya menjadi penyejuk bagi alam semesta. (bersambung...)
Hadits Pilihan
"Bahwa Rasulullah saw. wafat pada usia enam puluh tiga tahun"
HR. Aisyah
Muhammad dalam Perspektif Al-Quran (Bag 1)

Muhammad s.a.w lahir di tengah keluarga besar Bani Hasyim yang sangat terhormat di kota Makkah. Beliau lahir saat mentari terbit pada hari Senin, hari kesembilan dari bulan Rabi’ul Awwal, pada permulaan tahun Gajah. Dinamakan tahun Gajah, karena sejarah mencatat sebuah prahara yang cukup besar yang dipicu oleh pasukan Abrahah berkendarakan gajah yang menyerang kota Makkah yang hendak meluluhlantakkan bangunan Ka’bah di awal tahun itu. Peristiwa ini termaktub di dalam QS.Al-Fiil. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, Syeikh Shafiyyu Rahman Al-Mubarakfuri).
Sedangkan Ibnu Hisyam, dalam As-Sirah An-Nabawiyah, mengutip pendapat Ibnu Ishaq bahwa Muhammad s.a.w lahir pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal, tahun Gajah atau bertepatan pada tanggal 20 atau 22 April 571 M, sebagaimana ditetapkan oleh ilmuwan tersohor Muhammad Sulaiman Al-Mansurufauri Rahimahullah.
1. Nabi yang Terlahir Yatim
Sudah 1436 tahun berlalu suatu momen yang menghadirkan seorang anak manusia ke permukaan bumi, yang terlahir dalam keadaan yatim tak berayah, dan tak lama kemudian, kasih sayang ibu serta belaian lembut dan pelukan hangatnya harus berakhir di saat umurnya belum genap enam tahun. Dia-lah Muhammad s.a.w, yang tumbuh dewasa di bawah asuhan sang kakek tercinta Abdul Muthallib, yang kemudian sepeninggalnya, beralih dalam naungan Abu Thalib, sang paman yang bijaksana.
Muhammad s.a.w, yang tidak sempat mengenal ayahnya sendiri dan tak lama merasakan kebahagian bersama ibunya, tidak menyebabkannya frustasi dan kehilangan kendali. Ia tumbuh dewasa dengan sifat tawadhu’, berakhlak terpuji serta jauh dari sifat-sifat yang tercela, seperti takabbur, ujub, zalim dan sebagainya.
Keadaan itu terukir dalam untaian ayat Al-Qur’an dalam QS.Adh-Dhuha: 6 – 8 ;
Alam yajidka yatiiman fa aawaa. Wa wajadaka dhaalan fahadaa. Wa wajadaka ‘aailan fa aghnaa”.
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bimbang, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan”(QS.Adh-Dhuha: 6 – 8).
Kemudian hal itu semua menjadikan pribadi Muhammad s.a.w teguh pendirian, peduli terhadap sesama, dan berkasih sayang terhadap anak-anak yatim dan orang-orang miskin, serta senantiasa mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firmanNya:
Fa ammal yatiima falaa taqhar. Wa amma saaila falaa tanhar. Wa Amma bini’mati Robbika fahaddist”
Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur) (QS.Adh-Dhuha: 9 – 11).
Inilah sebuah tarbiyah Ilahiah (pendidikan dari Tuhan) yang Allah anugerahkan kepada Nabiyyur-Rahmah (sang nabi yang menebarkan rahmat), yang diungkapkanNya dalam kitab suci, sebagai peringatan bagi hamba-hambaNya yang beriman agar dapat membawa diri mereka ke sifat-sifat yang mulia dan sebagainya, sebagai wujud syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas taufikNya berupa hidayah setelah dhalalah(kesesatan), dan kekayaan yang memadai setelah kefakiran yang penuh derita, serta segala nikmat yang tak terhingga menaungi keberadaan mereka.
Inti sari dari makna ayat tersebut di atas: Janganlah bersikap kasar terhadap anak-anak yatim, sebab dahulu engkau adalah anak yatim, dan engkau tidak suka diperlakukan sewenang-wenang. Dan janganlah menghardik orang-orang fakir, karena dahulu engkau seorang yang fakir, dan engkau tak sudi dicela oleh orang lain. Dan tidak diragukan bahwa manusia yang selalu ingat akan nikmat Tuhannya, niscaya akan mengalami kemajuan yang berkesinambungan dalam kebaikan dan tercegah dari kejahatan lagi nasib buruk, bagi yang Allah kehendaki.

Macam � Macam Puasa Sunnah

Sebulan penuh Umat Islam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan lalu, dan hari yang fitri ( 1 Syawal 1427 Hijriah) pun telah kita lalui. Apalagi kita masih berada di bulan Syawal. Bahkan Rasulullah SAW pernah bersabda : "Barangsiapa berpuasa Ramadhan dan kemudian meneruskannya dengan 6 hari pada bulan Syawal, maka seolah-olah dia berpuasa sepanjang hidupnya." (Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nisaa'i dan Ibn Maajah).

Berpuasa 6 hari pada bulan Syawal setelah puasa wajib di bulan Ramadhan adalah merupakan puasa Sunnah Mustahabbah, bukan wajib. Namun puasa ini sangat disarankan kepada umat Muslim, karena kebaikan yang banyak yang ada padanya dan pahalanya yang amat besar. Barangsiapa berpuasa 6 hari pada bulan Syawwal (setelah berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan) akan dicatat baginya pahala seperti dia telah berpuasa selama satu tahun penuh, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits sahih.

Puasa tersebut menurut Imam Ahmad dapat dilakukan berturut-turut atau tidak berturut-turut dan tidak ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan menurut golongan Hanafi dan golongan Syafi'i, lebih utama melakukannya secara berturut-turut, yaitu setelah hari raya.

Puasa tanggal 9 Dzulhijjah (Arafah) bagi selain orang yang melaksanakan Haji. Dari Abu Qatadah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Puasa hari Arafah dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, yaitu satu tahun yang telah berlalu dan satu tahun yang akan datang." (HR Jamaah kecuali Bukhari dan Tirmidzi).

Dari Hafshah ra, dia berkata, "Ada empat hal yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah saw, yaitu puasa Asyura, puasa sepertiga bulan (yakni bulan Dzulhijjah), puasa tiga hari dari tiap bulan, dan salat dua rakaat sebelum Subuh." (HR Ahmad dan Nasa'i).

Dari Uqbah bin Amir ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Hari Arafah, hari Kurban dan hari-hari Tasyriq adalah hari raya umat Islam dan hari-hari tersebut adalah hari-hari makan dan minum." HR Khamsah (lima imam hadis) kecuali Ibnu Majah dan dinyatakan sahih oleh Tirmidzi.

Dari Ummu Fadhal, dia berkata, "Mereka merasa bimbang mengenai puasa Nabi saw di Arafah, lalu Nabi saw saya kirimi susu. Kemudian Nabi saw meminumnya, sedang ketika itu beliau berkhotbah di depan umat manusia di Arafah." (HR Bukhari dan Muslim).

Puasa Bulan Muharram dan Sangat Dianjurkan pada Tanggal 9 dan 10 (Tasu'a dan 'Asyura). Dari Abu Hurairah ra dia berkata, "Rasulullah saw ditanya, 'Salat apa yang lebih utama setelah salat fardhu?' Nabi menjawab, 'Salat di tengah malam'. Mereka bertanya lagi, 'Puasa apa yang lebih utama setelah puasa Ramadhan?' Nabi menjawab, 'Puasa pada bulan Allah yang kamu namakan Muharrom'." (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Daud).

Dari Muawiyah bin Abu Sufyan ra, dia berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, "Hari ini adalah hari 'Asyura dan kamu tidak diwajibkan berpuasa padanya. Sekarang, saya berpuasa, maka siapa yang mau, silahkan puasa dan siapa yang tidak mau, maka silahkan berbuka." (HR Bukhari dan Muslim).

Dari Aisyah ra, dia berkata, "Hari 'Asyura' adalah hari yang dipuasakan oleh orang-orang Quraisy di masa jahiliyah, Rasulullah juga biasa mempuasakannya. Dan tatkala datang di Madinah, beliau berpuasa pada hari itu dan menyuruh orang-orang untuk turut berpuasa. Maka, tatkala diwajibkan puasa Ramadhan beliau bersabda, 'Siapa yang ingin berpuasa, hendaklah ia berpuasa dan siapa yang ingin meninggalkannya, hendaklah ia berbuka'." (Muttafaq alaihi).

Dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, "Nabi saw datang ke Madinah lalu beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari 'Asyura', maka Nabi bertanya, 'Ada apa ini?' Mereka menjawab, hari 'Asyura' itu hari baik, hari Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa saw dan Bani Israel dari musuh mereka sehingga Musa as berpuasa pada hari itu. Kemudian, Nabi saw bersabda, 'Saya lebih berhak terhadap Musa daripada kamu', lalu Nabi saw berpuasa pada hari itu dan menganjurkan orang agar berpuasa pada hari itu. " (Muttafaq alaihi).

Dari Abu Musa al-Asy'ari ra, dia berkata, "Hari 'Asyura' itu diagungkan oleh orang Yahudi dan mereka menjadikan sebagai hari raya. Maka, Rasulullah saw bersabda,"Berpuasalah pada hari itu." (Muttafaq alaihi).

Dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, "Tatkala Rasulullah saw berpuasa pada hari 'Asyura' dan memerintahkan orang-orang agar berpuasa pada hari itu, mereka berkata, "Ya Rasulullah, ia adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani," maka Nabi saw bersabda, "Jika datang tahun depan, insya Allah kami berpuasa pada hari kesembilan (dari bulan Muharrom)." Ibnu Abbas ra berkata, "Maka belum lagi datang tahun depan, Rasulullah saw sudah wafat." (HR Muslim dan Abu Daud).

Para ulama menyebutkan bahwa puasa Asyura' itu ada tiga tingkat: tingkat pertama, berpuasa selama tiga hari yaitu hari kesembilan, kesepuluh dan kesebelas. Tingkat kedua, berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh. Tingkat ketiga, berpuasa hanya pada hari kesepuluh saja.

Berpuasa pada Sebagian Besar Bulan Sya'ban. Dari Aisyah ra berkata, "Saya tidak melihat Rasulullah saw melakukan puasa dalam waktu sebulan penuh, kecuali pada bulan Ramadhan dan tidak satu bulan pun yang Nabi saw banyak melakukan puasa di dalamnya daripada bulan Sya'ban." (HR Bukhari dan Muslim).

Dari Usamah bin Zaid ra berkata, Aku berkata, "Ya Rasulullah saw , tidak satu bulan yang Anda banyak melakukan puasa daripada bulan Sya'ban !" Nabi menjawab: "Bulan itu sering dilupakan orang, karena letaknya antara Rajab dan Ramadhan, sedang pada bulan itulah amal-amal manusia diangkat (dilaporkan) kepada Tuhan Rabbul 'Alamin. Maka, saya ingin amal saya dibawa naik selagi saya dalam berpuasa." (HR Nasa'i dan dinyatakan sahih oleh Ibnu Khuzaimah).

Berpuasa pada Hari Senin dan Kamis

Hal ini berdasarkan pada hadis Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw lebih sering berpuasa pada hari Senin dan Kamis, lalu orang-orang bertanya kepadanya mengenai sebab puasa tersebut, lalu Nabi saw menjawab, "Sesungguhnya amalan-amalan itu dipersembahkan pada setiap Senin dan Kamis, maka Allah berkenan mengampuni setiap muslim, kecuali dua orang yang bermusuhan, maka Allah berfirman, "Tangguhkanlah kedua orang (yang bermusuhan ) itu!" (HR Ahmad dengan sanad yang sahih).

Dalam sahih Muslim diriwayatkan bahwa Nabi saw ditanya orang mengenai berpuasa pada hari Senin, maka beliau bersabda, "Itu hari kelahiranku dan pada hari itu pula wahyu diturunkan kepadaku." (HR Muslim).

Berpuasa Tiga Hari Setiap Bulan

Dari Abu Dzarr al-Ghiffari ra berkata, "Kami diperintah Rasulullah saw untuk melakukan puasa tiga hari dari setiap bulan, yaitu hari-hari terang bulan, yakni tanggal 13, 14 dan 15, sembari Rasul saw bersabda, 'Puasa tersebut seperti puasa setahun (sepanjang masa)'." (HR Nasa'i dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).

Berpuasa Selang-seling (Seperti Puasa Daud)

Dari Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah saw telah bersabda, "Puasa yang paling disukai Allah adalah puasa Daud dan salat yang paling disukai Allah adalah salat Daud. Ia tidur seperdua (separuh) malam, bangun sepertiganya, lalu tidur seperenamnya, dan ia berpuasa satu hari lalu berbuka satu hari."
Do'a Dalam Al-Hadits (1)

Dalam kitab-kitab hadits banyak memuat doa-doa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW., dan diperintahkan bagi setiap muslim untuk melakukannya. Doa-doa tersebut diantaranya adalah:
1. Doa Mohon Ampunan Dosa 
 
Artinya: "Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan dan keterlaluanku dalam segala urusan, dan ampuni pula segala dosa yang Engkau lebih mengetahui daripada aku."

Artinya: "Ya Allah, ampunilah kesalahan-kesalahan, kesengajaan, kebodohan dan keterlaluanku, serta segala dosa yang terdapat pada diriku."
Penjelasan: 
Doa-doa di atas dibaca agar kita terhindar dari segala kesalahan dan perbuatan dosa. Al-Bukhârî dan Muslim dari Abû Mûsa Al-Asy'arî meriwayatkan, bahwa Nabi Saw. biasa membaca doa ini, walaupun ia terbebas dari dosa (ma'shum).
2. Doa Kebaikan Dunia Akhirat
 

Artinya: "Ya Allah, perbaikilah urusan agamaku yang menjadi pegangan bagi setiap urusanku. Perbaikilah duniaku yang di situlah urusan kehidupanku. Perbaikilah akhiratku yang ke sanalah aku akan kembali. Jadikanlah hidupku ini sebagai tambahan kesempatan untuk memperbanyak amal kebajikan, dan jadikanlah kematianku sebagai tempat peristirahatan dari setiap kejahatan."
Penjelasan: 
Doa ini baik sekali kita baca setiap saat, karena selain untuk kebaikan dunia dan akhirat, juga untuk memperkuat agama yang kita pegang. Doa ini pula yang biasa dibaca Nabi Saw. memohon kepada Allah Swt. agar diberi kekuatan beragama. Demikian dalam hadis riwayat lmam Muslim dam Al-Turmudzî, dari Abû Hurairah.
3. Doa Mohon Petunjuk Allah.

Artinya: "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu curahan rahmat dari sisi-Mu, yang dengannya hatiku mendapat petunjuk, terkumpul segala yang bercerai-berai dan terhimpun segala yang terpisah-pisah, tertolak segala fitnah atas diriku dan bertambah baik urusan agamaku, terpelihara segala sesuatu yang jauh dariku dan terangkat apa yang dekat denganku, disucikan segala perbuatanku dan dicerahkan wajahku, diberi ilham menuju petunjuk dan terpelihara diriku dari segala sesuatu yang jelek."
Penjelasan: 
Doa ini dibaca setiap pagi, lebih-lebih sebelum atau menjelang shalat shubuh sesudah shalat fajar. Insya Allah petunjuk Allah dan kebahagiaan hidup akan senantiasa menyertainya.
Dalam hadis riwayat Imam Thabrani dari Ibnu Abbas dijelaskan, bahwa doa ini pula yang senantiasa dilakukan Nabi Saw. setelah selesai melaksankan shalat sunat fajar sebelum shalat shubuh.
4. Doa Mohon Curahan Rahmat dan Ampunan

Artinya: "Ya Allah, aku telah banyak berbuat zhalim terhadap diriku sendiri, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau, maka curahkanlah ampunan dan belas kasih kepadaku dari sisi-Mu. Sungguh Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. "
Penjelasan: 
Doa mi dibaca setiap selesai mengerjakan shalat fardhu, bahkan baik juga dibaca pada setiap kesempatan. Demikian menurut Al-Nawâwî Al-Baghdadi.
5. Doa Sayyidul Istighfar

Artinya: "Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, yang tiada Tuhan yang pantas disembah melainkan Engkau.yang telah menciptakan diriku. Aku adalah hamba-Mu, dan aku berada dalam perintah dan perjanjian-Mu, yang dengan segala kemampuanku perintah-Mu aku laksanakan. Aku berlindung kepada-Mu dari segala kejelekan yang aku perbuat terhadap-Mu. Engkau telah mencurahkan nikmat-Mu kepadaku, sementara aku senantiasa berbuat dosa. Maka ampunilah dosa-dosaku. Sebab tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau. "
Penjelasan: 
Doa ini dibaca setiap pagi dan sore, baik juga dibaca setiap selesai shalat fardhu. 
Nabi Saw. menyebutnya Sayyidul Istighfar, puncak dari istighfar Nabi menjelaskan, barang siapa membaca doa ini setiap sore, dan apabila malam harinya ia meninggal, maka berhak masuk surga. Dan barangsiapa membaca doa ini setiap pagi hari, dan apabila siang harinya ia meninggal, maka berhak masuk surga. (HR. Bukhârî dan Muslim dari Syadad bin Aus).
6. Doa Keselamatan Lahir Batin

Artinya: "Ya Allah, berilah keselamatan pada badanku. Ya Allah, berilah keselamatan pada pendengaranku. Ya Allah, berilah keselamatan pada penglihatanku. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur. Tidak ada Tuhan yang pantas disembah kecuali Engkau.
Penjelasan : 
Doa ini dibaca setiap pagi dan sore hari sebanyak 3 kali. Insya Allah akan dianugerahkan keselamatan lahir batin. Ini juga yang dilakukan Nabi Saw., dan diikuti oleh Abî Barkah (ayah 'Abdurrahman). Demikian Imam Abu Dâud meriwayatkan.
7. Doa Lailatul Qadar

Artinya: "Ya Allah Engkau adalah Maha pemaaf Lagi Maha Mulia. Engkau mencintai ampunan, maka ampunilah dosa-dosaku. "
Penjelasan: 
Doa ini baik sekali dibaca pada malam lailatul Qadar, yaitu suatu malam yang ada pada bulan Ramadhan. Imam Turudzî dari 'Aisyah r.a. meriwayatkan, bahwa suatu ketika 'Aisyah menghadap Rasulullah Saw. dan berkata: "Ya Rasulullah, apabila aku menemukan lailatul qadar, bacaan apa yang harus aku baca?" Rasulullah menjawab:"Bacalah: Allâhumma Innaka 'Afuwwun Karim."
8. Doa Mohon Keteguhan Iman

Artinya: "Ya Allah yang memutarbalikan hati. Tetapkanlah hatiku pada jalan agama-Mu".
9. Doa Berlindung dari Kejelekan

Artinya: "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu segala kebajikan sebagaimana yang dimohon oleh nabi-Mu Muhamad. Dan aku berlindung kepada-Mu dari segala kejelekan sebagajmana yang nabi-Mu Muhamad mohon perlindungan. Engkaulah Yang Maha Pemberi Pertolongan, dan kepada-Mulah puncak segala pengharapan. Tiada daya upaya untuk meninggalkan ma'siat dan tiada kekuatan untuk melakukan ibadah kecuali atas pertolongan Allah."
Penjelasan: 
Doa ini merupakan doa dari keseluruhan doa yang diajarkan Nabi Saw. kepada Umamah.
10. Doa Teguh Pendirian.

Artinya: "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ketegaran dalam menghadapi segala permasalahan. Aku memohon dengan sangat kepada-Mu untuk berkenan memberikan curahan petunjuk, serta aku memohon kepada-Mu dapat mensyukuri nikmat dan rajin melakukan ibadah. Aku mernohon kepada-Mu lisan yang jujur dan hati yang lurus. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang Engkau ketahui, dan aku memohon kepada-Mu kebaikan yang Engkau ketahui, serta aku memohon kepada-Mu curahan ampunan dari segala dosa yang Engkau ketahui. Sebab hanya Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang ghaib."
Penjelasan : 
Doa ini yang diajarkan Nabi Saw. kepada para sahabatnya untuk keteguhan hati dan pendirian, baik untuk dibaca.
Agar kita selamat dari rintangan dan halangan serta teguh dalam pendirian kita.

Nabi Sangat Menganjurkan Kebersihan

Sejak lama Islam telah mengajarkan tentang kebersihan. Kebersihan sangat terlihat ketika kita sedang mendirikan ibadah shalat mulai dari jasad kita (badan), pakaian, dan tempatnya pun harus suci (bersih) dari najis. Oleh karena itu tidak akan diterima shalatnya seorang muslim sehingga badannya bersih, pakaiannya bersih dan tempat yang dipakai pun dalam keadaan bersih. Ini belum termasuk kebersihan yang diwajibkan terhadap seluruh badan atau pada anggota badan. Kebersihan yang wajib ini dalam Islam dilakukan dengan mandi dan wudhu'.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: 

"Kebersihan itu dapat mengajak orang kepada iman. Sedang iman itu akan bersama pemiliknya ke surga." (Riwayat Thabarani) dalam hadits yang lain disebutkan "Menjadi bersihlah kamu, karena sesungguhnya Islam itu bersih." (Riwayat Ibnu Hibban)

Nabi sangat menekankan tentang masalah kebersihan pakaian, badan, rumah, jalan-jalan, kebersihan gigi, tangan dan kepala.

Pernah ada seorang laki-laki datang kepada Nabi, rambut dan jenggotnya morat-marit tidak terurus, kemudian Nabi mengisyaratkan, seolah-olah memerintah supaya rambutnya itu diperbaiki, maka orang tersebut kemudian memperbaikinya, dan setelah itu dia kembali lagi menghadap Nabi.
Nabi bersabda:

"Bukankah ini lebih baik daripada dia datang sedang rambut kepalanya morat-marit seperti syaitan?" (Riwayat Malik)

Dan pernah juga Nabi melihat seorang laki-laki yang kepalanya kotor sekali.

Nabi bersabda:

"Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang dengan itu dia dapat meluruskan rambutnya?"

Pernah juga Nabi melihat seorang yang pakaiannya kotor sekali, maka apa kata Nabi: 

"Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang dapat dipakai mencuci pakaiannya?" (Riwayat Abu Daud)

Dan pernah ada seorang laki-laki datang kepada Nabi, pakaiannya sangat menjijikkan, maka tanya Nabi kepadanya:

"Apakah kamu mempunyai uang?" Orang tersebut menjawab: "Ya! saya punya" Nabi bertanya lagi. "Dari mana uang itu?" Orang itupun kemudian menjawab: "Dari setiap harta yang Allah berikan kepadaku." Maka kata Nabi: "Kalau Allah memberimu harta, maka sungguh Dia (lebih senang) menyaksikan bekas nikmatNya yang diberikan kepadamu dan bekas kedermawananNya itu." (Riwayat Nasa'i)

Masalah kebersihan ini lebih ditekankan lagi pada hari-hari berkumpul, misalnya: Pada hari Jum'at dan Hari raya. Dalam hal ini Nabi pun pernah bersabda:

"Sebaiknyalah salah seorang di antara kamu --jika ada rezeki-- memakai dua pakaian untuk hari Jum'at, selain pakaian kerja." (Riwayat Abu Daud)

Sumber: DR. Yusuf Qardhawi