" My Parent "

Minggu, 01 Mei 2011

Kolam Air Panas Sangkanhurip
                                                       ( Kabupaten Kuningan, Jawa Barat )



Di sisi selatan kota, ke arah Kabupaten Kuningan, terhampar desa asri berudara dingin dengan
sumber mata air panas melimpah. Namanya Sangkanhurip. Udara di desa ini mirip dengan
wilayah Puncak di Cianjur, Jawa Barat. Karena itu, sungguh sayang jika telah tiba di Cirebon
tidak menyempatkan mampir ke Sangkanhurip yang hanya memakan waktu sekitar 45 menit.
Anda dapat menikmati wisata air sekaligus merelaksasi tubuh dari kepenatan.
        
Sangkuhurip di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, merupakan salah satu desa wisata
yang tidak hanya mengandalkan panorama yang indah, tetapi juga air untuk kesehatan. Di desa
kecil di kaki Gunung Ciremai itulah mata air panas bermineral mengalir. Titik alirannya tak
begitu banyak, hanya di ruas-ruas tertentu. Tetapi justru itulah yang membuat Desa
Sangkanhurip menjadi istimewa.
  
Air dari Sangkanhurip berbeda dengan air mineral di beberapa titik mata air panas lain di
daerah pegunungan. Jika air pegunungan lain hanya mengandung belerang, air Sangkanhurip
mengandung berbagai mineral dan renik dalam air hangatnya. Menurut hasil penelitian, air
panas Sangkanhurip mempunyai kandungan seperti sulfat (SO4), silikon dioksida (SiO2), dan
klorida (Cl) dengan konsentrasi tinggi. Meskipun letaknya di dekat Gunung Ciremai, air itu
mengandung endapan marin, yang berarti air panas itu tak berhubungan dengan aktivitas
Ciremai.  
Kandungan mineral dan renik dari air itu dipercaya bermanfaat untuk menjaga kesehatan.
Karena itu, air panas bersuhu sekitar 40-50 derajat celsius yang keluar dari mata air di Desa
Sangkanhurip banyak dimanfaatkan warga dan pelancong untuk mandi, bahkan berendam.
Cilimus berada di perut Gunung Ciremai yang hijau dan dingin. Lembah dan bukitnya diselimuti
kabut di ketinggian antara 400 hingga 700 m dari permukaan laut. Desa ini juga merupakan
pintu gerbang bagi pendaki gunung yang ingin mendaki ke puncak Gunung Ciremai. Perjalanan
kemari melalui jalan mulus dengan rute berkelok-kelok melewati sawah yang luas kehijauan
diselingi rumah penduduk khas pedesaan Jawa Barat. Penduduknya ramah dan terbuka
terhadap pendatang yang menyambut ajakan ngobrol dengan logat sundanya yang kental.  
Desa Cilimus dan tetangganya desa Linggarjati adalah daerah yang tenang. Populasinya tidak
padat sekali, masih banyak hamparan sawah di sana sini. Sebagai wilayah yang kerap
didatangi pengunjung dari luar membuat penduduknya bersikap terbuka dan ramah. Wilayah ini
memang merupakan daerah tujuan wisata untuk wilayah Cirebon dan Kuningan.   
Karena merupakan tujuan wisata, tidak heran sangat gampang dijumpai hotel kelas menengah
atau kecil, dan losmen penginapan untuk pengunjung. Bahkan penduduknya banyak yang
membuka rumahnya untuk tempat menginap. Seperti tampak di jalan kecil menuju jalur
 1 / 2Kolam Air Panas Sangkanhurip
pendakian ke Gunung Ciremai, rumah-rumah penduduk di sana membuka rumahnya untuk
dijadikan posko istirahat pendaki yang akan naik atau baru turun dari puncak gunung. Selain
rumah penduduk yang bisa dipakai menginap, di sini ada beberapa hotel yang lumayan besar
untuk menginap sekeluarga. Diantaranya terletak di jalan utama Cilimus-Linggarjati (setelah
pasar) yakni Tirtasani, Grage Spa Hotel, dan Hotel Ayong.   
Nuansa dan beberapa teman pernah mampir ke dalam salah satu hotel dan mencoba
berendam di kolam air panas alami yang disediakan di dalam hotel. Hotel ini sangat bersih dan
terawat dengan apik, lengkap dengan satpam dan lapangan parkir yang luas. Mandi di kolam
merupakan salah satu daya tarik kenapa banyak pengunjung suka ke daerah ini. Banyak
fasilitas hotel menyediakan mata air panas alami tersebut. Namun jika tidak ingin menginap,
pengunjung bisa mencari beberapa tempat pemandian umum mata air panas yang juga
tersebar di desa ini. Ada baiknya jika membawa anak kecil kita pilih-pilih akan tidur di hotel
mana. Hotel yang dipakai untuk check in juga cukup banyak. Dan ini bisa memberi
pemandangan tidak sedap bagi anak kecil apabila berada dekat dengan lokasi tersebut.
Perjanjian Linggarjati 
MEMASUKI kawasan gedung bersejarah Linggarjati yang berada di Kampung Cipaku Desa
Linggarjati Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, kita akan suguhi pemandangan yang
cukup mengesankan. Sebab, selain bentuk bangunannya yang berarsitektur zaman baheula,
halaman di sekelilingnya pun cukup asri dengan berbagai macam pepohonan.  
Tak heran, tempat ini kerap didatangi para pengunjung dari luar daerah Kabupaten Kuningan
yang ingin menyaksikan langsung bangunan yang merupakan salah satu bangunan bersejarah
terbentuknya NKRI, dimana di tempat ini ditandatanganinya perjanjian yang di kenal sebagai


Perjanjian Linggarjati :


Begitu pula para wisatawan yang berasal dari Kabupaten Kuningan sendiri. Mereka kerap
datang pada hari-hari libur, hanya sekadar untuk bercengkrama dengan kerabat, rekan,
maupun kekasihnya. Bahkan, pada hari-hari besar halaman yang berada di sekitar tempat
tersebut selalu dipenuhi warga setempat untuk botram (makan bersama-sama).  
Ya, hawa sejuk di lokasi yang berada di bawah kaki Gunung Ciremai tersebut ikut menambah
keasrian tempat yang mempunyai lahan seluas 2,4 hektare dan bangunan seluas 800 meter
persegi tersebut. Jika kita masuk ke dalam bangunan itu sendiri, kita akan melihat tempat
dimana perwakilan antara Indonesia dengan Belanda melakukan perundingan hingga
melahirkan suatu perjanjian yang dikenal hingga kini sebagai Perjanjian Linggarjati. Dalam
perjanjian ini, pihak Belanda mengakui kedaulatan RI.  
Di dalam bangunan kita akan melihat beberapa furniture yang dipakai para perwakilan dari
Indonesia dan Belanda. Sebuah meja panjang masih tertata rapi. Di tempat ini para perwakilan
kedua negara bertemu. Kemudian, kita juga akan melihat beberapa tempat lainnya yang kerap
dipakai Presiden RI pada saat itu, Ir Soekarno, untuk beristirahat.  
Begitu pula dengan kamar tidur yang dipergunakan para perwakilan dari Indonesia dan
Belanda. Meski keasliannya tidak lagi 100 persen, namun furniture-furniture itu masih terawat
dengan baik. Menurut pengelola Museum Linggarjati, kondisi bangunan tersebut sempat
terlantar karena tidak terawat dengan baik. Bahkan, sebagian furniture yang ada saat ini
sempat tercecer di beberapa rumah warga. ”Beruntung, setelah tempat ini dijadikan sebagai
bangunan suaka, barang-barang yang menjadi saksi bisu perjanjian Linggarjati itu bisa
ditemukan kembali. Memang kondisinya tidak seratus persen asli, karena sudah dipermak
ulang,” katanya.       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar