" My Parent "
Tampilkan postingan dengan label Warisan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Warisan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 07 Juni 2013

Warisan

 
Warisan
 
Dan untuk masing-masing (laki-laki dan perempuan) Kami telah menetapkan para ahli waris atas apa yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan karib kerabatnya. Dan orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka,
Pengertian warisan, adalah berpindahnya hak dan kewajiban atas segala sesuatu baik harta maupun tanggungan dari orangyang telah meninggal dunia kepada keluarganya yang masih hidup. “Dan untuk masing-masing (laki-laki dan perempuan) Kami telah menetapkan para ahli waris atas apa yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan karib kerabatnya. Dan orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berikanlah kepada mereka bagiannya. Sungguh, Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu." (QS. 4/An-Nisa’: 33)

Yang disebut harta warisan, adalah sisa dari kekayaan si mati setelah dipotong untuk:

  1. menzakati harta yang ditinggalkan si mayat
  2. membiayai pengurusan mayat. Yakni mulai dari biaya pengobatan dan ambulans (jika meninggal dunia di rumah sakit), pembelian kain kafan, nisan, penggalian kubur, dan lain-lain sampai pemakamannya; Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Kafanilah olehmu mayat itu dengan dua kain ihromnya." (HR. Jama’ah ahli hadis)
  3. melunasi hutang-hutang si mayat, apabila ia memiliki hutang;
  4. memenuhi wasiat si mayat, jika ia berwasiat yang besarnya tidak lebih dari sepertiga dari harta yang ditinggalkannya. (pembagian harta pusaka itu) sesudah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya." (QS. 4/An-Nisa1: 11)
Yang berhak mendapat wasiat adalah selain ahli waris, karena ia sudah mendapat hak warisan. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah memberi kepada setiap orang yang berhak atas haknya. Oleh karena itu tidak ada wasiat bagi ahli waris". (HR. Lima ahli hadits, kecuali Abu Dawud. Hadits ini juga disahkan oleh Tirmidzi dari Amr bin Khorijah ra.)
Rukun Dan Dasar Kewarisan   
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya. Dan bagi wanita juga ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua, dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak sesuai ketentuan yang
Kamis, 19 April 2012
Rukun kewarisan ada tiga

A.    Al-Muwaris, ialah orang yang meninggal dunia.

B.     Ahli Waris, ialah orang yang akan mewarisi harta peninggalan si mati.

C.     Mauruts, adalah harta peninggalan si mati setelah dipotong biaya pengurusan mayit, melunasi hutangnya, dan melaksanakan wasiatnya yang tidak lebih dari sepertiga.

Dasar-dasar kewarisan menurut Hukum Islam (ashabul mirots), ada tiga:

Kekeluargaan (qorobah), adalah pertalian hubungan darah yang menjadi dasar utama pewarisan. "Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya. Dan bagi wanita juga ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua, dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan." (QS. 4/An-Nisa`: 7) "Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) menurut kitab Allah." (QS. 8/Al-Anfal: 75)

Pertalian darah ini dikelompokkan dalam tiga bagian:

=> ke atas (disebut ushul), ialah ibu-bapak, kakek-nenek, dan seterusnya;
=> ke bawah (disebutfuru`), ialah anak-cucu keturunan si mati; => ke samping (disebut hawasyi), ialah saudara, paman, bibi, keponakan dari si mati.
Ditinjau dari segi pembagiannya, ahli waris akibat pertalian darah ini dibagi menjadi tiga (3):
  • Ashhabul Furudinnasabiyyah, ialah golongan ahli-ahli waris yang mendapat bagian tertentu. Misal: 1/2 (setengah), 1/3 (sepertiga), dan lain-lainnya.
  • `Ashabah Nasabiyyah, ialah golongan ahli waris yang tidak mendapat bagian tertentu. Mereka mendapat sisa dari golongan pertama. Jika tidak ada golongan pertama, golongan kedua ini berhak atas seluruh harta warisan.
  • Dzawil Arham, ialah kerabat yang agak jauh dengan si mati.
Semenda (mushoharoh), karena perkawinan yang syah. Sehingga suami istri berhak untuk saling mewarisi, apabila salah satu di antara mereka meninggal dunia sewaktu perkawinannya masih utuh. Ketentuannya, sebagai berikut:

Apabila istri yang meninggal dan tidak memiliki anak, suami mewarisi separoh dari harta peninggalan istrinya. Jika punya anak memperoleh seperempatnya. "Dan bagimu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya." (QS. 4/An-Nisa`: 12).

Apabila suami yang meninggal dan tidak memiliki anak> istri mewarisi seperempat dari peninggalan suaminya. Jika punya anak memperoleh seperdelapannya. "Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Apabila kamu mempumyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (sesudah dipenuhi) wasiat yang kamu buat, atau (dan setelah dibayar) hutang-hutangmu." (QS. 4/An-Nisa`: 12).

Wala` adalah persaudaraan menurut hukum yang timbul karena membebaskan budak. Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Hubungan orang yang memerdekakan budak dengan budak yang bersangkutan seperti hubungan turunan dengan turunan, tidak dijual dan tidak diberikan." (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim). "Hak Wala` itu hanya bagi orang yang telah membebaskan budak. Wala` itu adalah suatu kerabat sebagai kerabat nasab yang tidak boleh dijual atau dihibahkan." (HR. Hakim).

Dengan demikian orang yang memiliki hak wala`, berhak mewarisi harta peninggalan budaknya. Ditegaskan oleh Muhammad Rosulullah saw. "Sesungguhnya hak itu (mewarisi) untuk orang yang memerdekakan." (Sepakat ahli hadis). Mereka itu disebut ahli waris golongan `Ushubah sababiyyah.

Hubungan agama. Apabila orang Islam yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris, maka harta peninggalannya diserahkan ke Baitul Mal untuk kepentingan umat Islam. Sabda Muhammad Rosulullah saw. ``Saya menjadi waris orang yang tidak mempunyai waris." (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Tentu saja, Nabi Muhammad Rosulullah saw. menerima harta pusaka tersebut bukan untuk kepentingan pribadi/keluarganya, melainkan untuk kepentingan umat Islam.

Atau sebagiannya diwasiatkan kepada orang sesama muslim.

"Orang-orang yang memiliki hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Demikian itu adalah tertulis di dalam Kitab Allah." (QS. 33/Al-Ahzab: 6) Yang dimaksud berbuat baik di sini adalah memberi wasjat yang tidak lebih dari sepertiga harta.

Jumlah Ahli Waris
Jumlah ahli waris secara keseluruhan ada 24 (dua puluh empat) orang yang terdiri dari lima belas orang laki-laki dan sepuluh orang wanita
Jumlah ahli waris secara keseluruhan ada 24 (dua puluh empat) orang yang terdiri dari lima belas orang laki-laki dan sepuluh orang wanita. Mereka ialah:

Pertama, 14 (lima belas) orang laki-laki:

  1. suami;
  2. anak laki-laki;
  3. cucu laki-laki dari anak laki-laki;
  4. bapak;
  5. kakek dari bapak
  6. saudara laki-laki seibu bapak
  7. saudara laki-laki sebapak
  8. saudara laki-laki seibu
  9. anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu bapak
  10. anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
  11. paman seibu bapak
  12. paman yang sebapak saja
  13. anak laki-laki dari paman yang seibu bapak
  14. anak laki-laki dari paman yang sebapak
Jika semua ahli waris itu ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya tiga saja, ialah: bapak, anak laki-laki, dan suami.

Kedua, 10 (sepuluh) orang wanita, yaitu:
  1. anak wanita
  2. anak wanita dari anak laki-laki
  3. ibu
  4. ibu dari bapak (nenek)
  5. ibu dari ibu (nenek)
  6. saudara wanita seibu bapak
  7. saudara wanita yang sebapak saja
  8. saudara wanita yang seibu saja
  9. istri
  10. wanita yang memerdekakan si mayat.
Jika kesepuluh wanita ahli waris itu ada semuanya, maka yang dapat mewarisi harta si mayat hanya lima orang saja, ialah: a) istri; b) anak wanita; c) cucu wanita dari anak laki-laki; d) ibu; dan e) saudara wanita yang seibu sebapak
Apabila semua ahli waris yang berjumlah 25 orang itu masih ada, maka yang tetap mendapat harta warisan yaitu istri atau suami, ibu dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan. Perlu diketahui bahwa anak yang dalam kandungan ibunya, juga berhak mendapatkan warisan. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah saw. "Apabila menangis (hidup) anak yang baru lahir, ia berhak mendapat pusaka." (HR. Abu Dawud).
 
Pembagian Warisan
 
Berapakah besar harta pusaka yang harus diterima oleh masing- masing ahli waris? "Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara- saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama...
Berapakah besar harta pusaka yang harus diterima oleh masing- masing ahli waris? "Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara- saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara wanita. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.’’ (QS. i/An-Nisa’: 176).

Yang dimaksudkan dalam ayat tersebut di atas, adalah bagian yang diperoleh anak perempuan sebanyak separoh dari bagian yang diperoleh anak laki-laki. Suatu misal, dalam sebuah keluarga terdapat seorang anak laki-laki dan dua orang anak wanita, maka pembagian warisannya dibagi empat. Dengan perincian, anak laki- laki tersebut menerima dua bagian (2/4) sedang dua anak perempuan itu masing-masing menerima 1 (satu) bagian (1/4).

Selanjutnya ketentuan pembagian harta warisan secara terperinci sebagai berikut:

Yang mendapat 1/2 (setengah) harta, ialah:

  1. Seorang anak wanita satu-satunya mendapatkan separoh harta. "... Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka ia memperoleh setengah harta (yang ditinggalkan)." (QS. 4/An-Nisa’: 11).
  2. Seorang cucu perempuan dari anak laki-laki, bila tidak ada anak perempuan. Hal ini menurut keterangan lima Ijma (kesepakatan para ulama).
  3. Saudara wanita seibu bapak, apabila satu-satunya. ".... jika seorang meninggal dunia dan dia tidak mempunyai anak tetapi. mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya." (QS. 4/An-Nisa’: 176).
  4. Suami, apabila istri yang meninggal dunia tidak memiliki anak. "Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak." (QS. 4/An-Nisa’: 12.).
Yang mendapat 1/4 (seperempat) harta, ialah:
  1. Suami, apabila istri yang meninggal dunia meninggalkan anak baik laki-laki maupun perempuan atau cucu dari anak laki-laki. "Jika mereka (istri-istrimu yang meninggal) mempunyai anak, maka kamu dapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan sesudah dibayar) hutangnya." (QS. 4/An-Nisa’: 12).
  2. Istri, apabila suami tidak meninggalkan anak. "Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan, jika kamu tidak mempunyai anak." (QS. 4/An-Nisa’: 12). Dengan demikian firman Allah tersebut juga menegaskan, bahwa jika istri si mati lebih dari satu, maka yang seperempat harus dibagi rata.
Yang mendapat 1/8 (seperdelapan) harta, ialah istri.

Dengan ketentuan apabila suami yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki. . .Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan, setelah (dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan sesudah dibayar) hutang- hutangmu."." (QS. 4/An-Nisa’: 12).

Yang mendapat 2/3 (dua pertiga), ialah:
  1. Dua anak wanita atau lebih dengan syarat jika tidak ada anak lelaki. "Jika anak semuanya anak perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan (bapak mereka).’’(QS. 4/An-Nisa’:11).
  2. Dua anak wanita atau lebih dari anak laki-laki (cucu wanita), bila tidak mempunyai anak perempuan. Hal ini diqiyaskan dengan anak perempuan, sebab hukum cucu (anak dari anak laki-laki) dalam beberapa perkara seperti hukum anak sejati.
  3. Saudara-saudara perempuan seibu bapak. . .Jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya duapertiga dari harta yang ditinggalkan."(QS. 4/An-Nisa’:176).
Yang mendapat 1/3 (sepertiga), ialah:
  1. Ibu, apabila yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dan tidak mempunyai saudara. "Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak, dan dia diwarisi oleh kedua ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga." (QS. 4/An-Nisa’:11).
  2. Dua orang saudara atau lebih yang seibu, baik lelaki maupun wanita. "Jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu setelah (dipenuhi) wasiat yang kamu buatnya atau (dan sesudah dibayar) hutangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli warisnya]." (QS. 4/An-Nisa’:12) Yang dimaksud "menyusahkan ahli waris" di sini adalah tindakan-tindakan seperti: (1) berwasiat lebih dari sepertiga harta peninggalan; (2) berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Tetapi sekalipun wasiatnya kurang dari sepertiga harta jika ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.

Yang mendapat 1/6 (seperenam), ialah:

  1. Ibu dan bapak, apabila si mayat mempunyai anak. "Dan untuk kedua ibu bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak."(QS. 4/An-Nisa’:11).
  2. Ibu, jika si mayit mempunyai beberapa saudara. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (QS. 4/An-Nisa’:11).
  3. Nenek (dari ibu atau dari bapak, jika ibu tidak ada). Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Sesungguhnya Nabi saw. telah menetapkan bagian nenek seperenam (1/6) harta."(HR. Zaid).
  4. Cucu wanita dari anak laki-laki baik seorang atau lebih. Tapi jika si mayit mempunyai beberapa anak wanita, maka cucu wanita tidak memperoleh warisan. "Nabi saw telah memberikan seperenam untuk seorang anak wanita dari anak laki-laki yang beserta seorang anak wanita."(HR. Bukhori).
  5. Kakek dari bapak juga mendapat seperenam (1/6), apabila beserta dengan anak cucu, sedang bapaknya tidak ada. Hal ini berdasarkan Ijma’ ulama.
  6. Seorang saudara yang seibu, baik laki-laki maupun wanita. "Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka masing-masing darkedua jenis saudara itu seperenam harta."(QS. 4/An-Nisa’:12).
  7. Saudara wanita sebapak saja, baik seorang atau lebih. Namun jika saudara seibu bapak dua atau lebih maka saudara bapak tidak mendapat warisan. Hal itu berdasarkan Ijma’ ulama.
 
Ahli Waris Yang Terhalang Haknya
Dalam pembagian warisan terdapat istilah hijab (penghalang), kjib (ahli waris terdekat dengan si mati atau yang menghalangi) dan mahjub (orang yang terhalang). Suatu misal, kakek tidak mendapatkan bagian warisan
Dalam pembagian warisan terdapat istilah hijab (penghalang), kjib (ahli waris terdekat dengan si mati atau yang menghalangi) dan mahjub (orang yang terhalang). Suatu misal, kakek tidak mendapatkan bagian warisan dari cucunya yang meninggal karena terhalang oleh anaknya selaku bapak si mati. Dalam hal ini kakek disebut mahjub dan bapak disebut hajib.

Ahli waris yang menjadi mahjub karena adanya hajib, yaitu:


  • nenek, tidak mendapat warisan karena terhalang oleh ibu. Sebab ibu lebih dekat dengan si mati. Demikian juga kakek tidak mendapat warisan selama masih ada bapak si mati.
  • saudara seibu, tidak mendapat warisan karena terhalang, oleh:
  1. anak, baik lelaki maupun wanita.
  2. cucu dari anak lelaki, baik lelaki maupun wanita.
  3. bapak
  4. kakek.

  • saudara sebapak, tidak mendapat warisan sebab terhalang:
  1. bapak.
  2. anak lelaki.
  3. cucu lelaki dari anak lelaki.
  4. saudara lelaki seibu bapak.

  • saudara seibu bapak, tidak mendapat warisan sebab terhalang oleh salah satu hajib:
  1. anak laki-laki.
  2. cucu laki-laki dari anak laki-laki.
  3. bapak.

Para ahli waris dapat kehilangan hak untuk mendapatkan warisan, apabila:

  1. hamba atau budak. Selama seorang berstatus budak, maka tidak mendapat warisan dari keluarganya yang meninggal. "Allah membuat perumpamaan seorang hamba sahaya di bawah kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya berbuat sesuatu, dan seorang yang Kami beri rezeki yang baik, lalu dia menginfakkan sebagian rezeki itu secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan. Samakah mereka itu?" (QS. 16/An-Nahl: 75).
  2. pembunuh. Dalam hal ini ahli waris yang membunuh Al-Muwaris’(si mati). Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Yang membunuh tidak mewarisi dari yang dibunuhnya." (HR. Nasai).
  3. murtad. Seseorang yang keluar dari agama Islam kehilangan hak untuk mewarisi harta keluarganya yang meninggal. Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Orang Islam tidak dapat mewarisi harta orang kafir dan orang kafir pun tidak dapat mewarisi harta orang muslim." (HR. Bukhori Muslim).