" My Parent "
Tampilkan postingan dengan label Sejarah hidup Muhammad ( Para Muslim Pelopor ). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah hidup Muhammad ( Para Muslim Pelopor ). Tampilkan semua postingan

Sabtu, 14 Mei 2011

Sejarah Hidup Muhammad SAW: Para Muslim Pelopor



REPUBLIKA.CO.ID, Ali  adalah  anak  pertama yang menerima Islam. Kemudian Zaid bin Haritsah, bekas budak Nabi. Dengan demikian Islam masih terbatas hanya dalam lingkungan  keluarga  Rasulullah:  beliau sendiri, isterinya, keponakannya  dan  bekas  budaknya. 

Pada waktu itu, Abu Bakar bin Abi Quhafah dari kabilah Taim adalah teman akrab Nabi SAW. Abu Bakar senang sekali kepadanya, karena sudah diketahuinya Muhammad sebagai orang  yang  bersih,  jujur  dan dapat  dipercaya.  Oleh  karena  itu, Abu Bakar adalah orang dewasa pertama yang diajaknya menyembah Allah   Yang Esa dan meninggalkan penyembahan  berhala.

Abu Bakar kemudian mengajak Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Sa'ad bin  Abi  Waqqash dan  Zubair bin Awwam untuk memeluk  Islam.  Kemudian menyusul pula Abu Ubaidah bin Jarrah, dan banyak lagi yang lain dari  penduduk Makkah. Mereka, Assabiqunal Awwalun, (para Muslim pelopor) selanjutnya menerima ajaran-ajaran agama Islam dari Nabi sendiri.
 
Mengetahui  adanya  permusuhan  yang  begitu bengis dari pihak Quraisy terhadap segala sesuatu yang melanggar paganisme, maka kaum Muslimin masih sembunyi-sembunyi. Apabila akan melakukan  shalat,  mereka  pergi  ke  celah-celah gunung  di  Makkah. Keadaan ini berjalan selama tiga tahun, sementara Islam kian meluas di kalangan penduduk Makkah. Wahyu  yang  datang  kepada Nabi  Muhammad selama itu makin memperkuat keimanan kaum Muslimin.

Sebenarnya, yang kian menambah pesatnya perkembangan dakwah Islam adalah teladan baik yang diberikan Rasulullah. Beliau adalah sosok yang penuh bakti dan kasih sayang, sangat  rendah  hati  dan  tegas. Tutur katanya  lemah-lembut  dan  selalu berlaku adil; hak setiap orang masing-masing ditunaikan. 

Saudagar-saudagar dan kaum bangsawan Makkah yang sudah mengenal arti kesucian, menyadari arti kebenaran, pengampunan dan rahmat; beriman kepada ajaran Muhammad SAW. Semua kaum yang  lemah, sengsara dan tidak berpunya, beriman kepadanya. Ajaran Islam tersebar di Makkah, orang berbondong-bondong memeluk agama ini, pria dan wanita.

Tiga  tahun  kemudian  sesudah  kerasulannya,  perintah  Allah datang  supaya beliau mengumumkan ajaran yang masih disembunyikan itu, perintah  Allah  supaya  disampaikan. Ketika  itu  wahyu datang: "Dan berilah peringatan kepada keluarga-keluargamu yang dekat. Limpahkanlah kasih sayang  kepada  orang-orang  beriman  yang mengikuti kau. Kalaupun mereka tidak mau juga mengikuti kau, katakanlah, 'Aku lepas tangan dari segala perbuatan kamu." (QS Asy-Syuara'a: 214-216).

"Sampaikanlah apa yang sudah diperintahkan kepadamu, dan tidak usah kau hiraukan orang-orang musyrik itu." (QS Al-Hijr: 94).

Rasulullah pun mengundang makan keluarga-keluarga itu ke rumahnya, dicobanya untuk bicara dan mengajak mereka kepada Allah. Tetapi Abu Talib, pamannya, menghentikan pembicaraan itu. Ia mengajak orang-orang pergi meninggalkan tempat. Keesokan harinya, Rasulullah mengundang mereka kembali.
Selesai  makan, Nabi SAW berkata kepada mereka, "Aku tidak melihat ada seorang manusia di kalangan Arab ini dapat membawakan  sesuatu ke  tengah-tengah  mereka  lebih baik dari yang kubawakan kepada kamu sekalian ini. Kubawakan  kepada  kamu  dunia  dan akhirat yang terbaik. Tuhan telah menyuruh aku mengajak kamu sekalian. Siapa di antara kamu ini yang mau mendukungku dalam hal ini?"

Mereka semua menolak, dan sudah bersiap-siap akan meninggalkannya. Namun tiba-tiba Ali—yang kala itu masik kanak-kanak—bangkit berdiri. "Wahai Rasulullah,  saya akan membantumu,"  katanya.  "Saya adalah lawan siapa saja yang kau tentang."

Bani Hasyim tersenyum, dan ada pula yang tertawa terbahak-bahak.  Mata  mereka  berpindah-pindah dari Abu Talib kepada anaknya. Kemudian mereka  semua  pergi  meninggalkannya dengan ejekan.

Setelah itu, Rasulullah mengalihkan seruannya dari keluarga-keluarga yang dekat kepada seluruh penduduk Makkah. Suatu hari beliau naik ke bukit Shafa dan berseru, "Hai masyarakat Quraisy."

Mereka lalu datang berduyun-duyun sambil bertanya-tanya, "Ada apa?"

"Bagaimana pendapatmu sekalian kalau kuberitahukan bahwa pada  permukaan  bukit  ini ada pasukan berkuda. Percayakah kamu?"

"Ya," jawab mereka. "Engkau tidak  pernah  disangsikan.  Belum pernah kami melihat engkau berdusta."

"Aku mengingatkan kamu sekalian, sebelum menghadapi siksa yang sungguh berat," kata Rasulullah. "Wahai Bani Abdul Muthalib, Bani Abdi Manaf, Bani  Zuhrah,  Bani  Taim,  Bani Makhzum dan Bani Asad, Allah memerintahkan aku memberi peringatan kepada keluarga-keluargaku terdekat. Baik untuk kehidupan dunia atau akhirat. Tak ada sesuatu bahagian atau keuntungan  yang  dapat kuberikan  kepada  kamu,  selain  mengatakan, "Tidak ada tuhan selain Allah."

Abu Lahab, pamannya sendiri, kemudian berdiri sambil berteriak, "Celaka kau hari ini!  Untuk  inikah  kau  kumpulkan kami?"

Nabi SAW  tak  mampu berkata-kata.  Dilihatnya pamannya itu. Tetapi kemudian sesudah itu datang wahyu Allah: "Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan celakalah ia.  Tak ada gunanya kekayaan dan usahanya itu. Api yang menjilat-jilat akan menggulungnya..." (QS Al-Masad: 1-4).

Kemarahan Abu Lahab dan sikap permusuhan kalangan Quraisy yang lain tidak  dapat merintangi tersebarnya dakwah Islam di kalangan penduduk Makkah. Setiap hari niscaya akan ada saja orang yang berislam—menyerahkan diri kepada Allah.