" My Parent "

Sabtu, 14 Mei 2011

Sejarah Hidup Muhammad SAW: Pembelaan Sang Paman



REPUBLIKA.CO.ID, Abu  Lahab, Abu Sufyan dan bangsawan-bangsawan Quraisy terkemuka lainnya, mulai merasakan bahwa ajaran Muhammad itu merupakan bahaya besar bagi kedudukan mereka. Mereka menyerang Rasulullah dengan cara mendiskreditkan dan mendustakan risalah kenabian beliau.

Langkah  pertama  yang  mereka  lakukan  dalam  hal  ini ialah membujuk penyair-penyair mereka; Abu Sufyan bin Al-Harits, Amr bin Ash dan Abdullah  bin Ziba'rah,  supaya mengejek dan menyerangnya. Penyair-penyair Muslim pun tampil membalas  serangan mereka tanpa harus dilayani oleh Nabi SAW.

Selain penyair-penyair itu, beberapa orang tampil pula meminta Muhammad menunjukkan beberapa mukjizat dapat membuktikan kerasulannya; mukjizat seperti pada Musa dan Isa. Kenapa bukit Shafa dan Marwa itu tidak disulapnya menjadi emas, dan  kitab  yang  dibicarakannya  itu dalam  bentuk  tertulis diturunkan dari langit? Dan kenapa Jibril yang banyak dibicarakan oleh Muhammad itu tidak  muncul di hadapan mereka? Kenapa dia tidak menghidupkan orang-orang yang sudah mati? Kenapa ia tidak memancarkan mata air yang lebih sedap dari air sumur Zamzam, padahal ia tahu betapa besar hajat penduduk negerinya itu akan air?

Debat mereka itu berkepanjangan. Turunlah wahyu yang menjawab debat mereka: “Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman." (QS Al-A’raaf: 188).

Ya, Muhammad SAW hanya mengingatkan dan membawa berita gembira. Bagaimana mereka akan menuntutnya dengan  hal-hal  yang  tak masuk  akal. Sedang dia tidak mengharapkan dari mereka kecuali yang masuk akal, bahkan yang diminta dan diharuskan oleh akal? Bagaimana pula mereka  masih  menuntutnya  dengan  beberapa mukjizat, padahal kitab yang diwahyukan kepadanya itu dan yang  menunjukkan jalan yang  benar itu adalah mukjizat dari segala mukjizat? Kenapa mereka masih menuntut supaya kerasulannya itu diperkuat dengan keanehan-keanehan yang tak masuk akal, yang sesudah itu nanti mereka pun akan ragu-ragu lagi?

Dan yang mereka katakan tuhan-tuhan itu, tidak lebih dari batu atau kayu yang disangga, atau berhala-berhala yang tidak dapat membawa  kebaikan ataupun  menolak bahaya. Sungguhpun  begitu  mereka  menyembahnya  juga, tanpa menuntut pembuktian sifat-sifat ketuhanannya.

Abu Talib, paman Rasul, belum lagi menganut Islam. Namun ia tetap sebagai pelindung  dan  penjaga  keponakannya  itu.  Ia  sudah menyatakan kesediaan akan  membelanya. Atas dasar itulah pemuka-pemuka Quraisy—dengan diketahui  oleh Abu Sufyan bin Harb—pergi menemui Abu Talib.

"Abu  Talib,"  kata  mereka,  "Kemenakanmu  itu  sudah  memaki berhala-berhala kita, mencela  agama  kita, dan menganggap sesat nenek-moyang kita. Sekarang kau harus hentikan dia. Kalau tidak, biarlah kami sendiri yang akan menghadapinya. Oleh karena engkau juga seperti kami, maka cukuplah engkau dari pihak kami yang menghadapinya."

Akan  tetapi  Abu  Talib  menjawab  mereka dengan baik sekali. Sementara itu Muhammad  juga  tetap  gigih  menjalankan  tugas dakwahnya dan mendapat pengikut bertambah banyak. Quraisy segera berkomplot menghadapi Muhammad. Sekali lagi mereka pergi menemui Abu Talib. Namun ia tetap menolak. Muhammad  SAW terus berdakwah, dan Quraisy juga terus berkomplot.

Untuk ketiga kalinya mereka mendatangi Abu Talib. "Abu  Talib," kata mereka,  "Engkau  sebagai  orang  yang terhormat, terpandang  di  kalangan  kami.  Kami  telah  minta supaya  menghentikan  kemenakanmu itu, tapi tidak juga kau lakukan. Kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenek-moyang  kita, dan mencela berhala-berhala kita. Sebelum kau suruh dia diam atau sama-sama kita  lawan dia hingga salah satu pihak nanti binasa."

Berat sekali bagi Abu  Talib untuk berpisah atau bermusuhan dengan masyarakatnya. Juga tak sampai hati ia menyerahkan atau membuat keponakannya itu kecewa.   Dimintanya Muhammad datang dan diceritakannya maksud seruan Quraisy. "Jagalah  aku,  begitu  juga  dirimu. Jangan aku dibebani hal-hal yang tak dapat kupikul," ujarnya.

"Paman, kata Rasulullah tegas, “Demi  Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan rembulan di tangan kiriku, dengan maksud agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan. Biar nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu di tanganku, atau aku binasa karenanya."

Gemetar orang tua ini mendengar jawaban Muhammad. Ternyata ia berdiri di hadapan kekuatan kudus dan kemauan yang begitu tinggi—di atas segala kemampuan tenaga hidup yang ada.

Sekian lamanya Abu Talib dalam keadaan  terpesona. Ia dilanda kebingungan akibat tekanan masyarakatnya dan sikap keponakannya itu. Tetapi kemudian ia berkata, "Anakku, katakanlah sekehendakmu. Aku tidak akan menyerahkan engkau walau bagaimanapun juga!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar