" My Parent "

Sabtu, 14 Mei 2011

Sejarah Hidup Muhammad SAW: Hijrah yang Pertama




REPUBLIKA.CO.ID,  Sikap dan   kata-kata keponakannya  itu oleh  Abu  Thalib disampaikan  kepada  Bani   Hasyim  dan Bani Muthalib. Dimintanya  supaya Muhammad dilindungi dari tindakan  Quraisy. Mereka semua menerima usul  ini,  kecuali  Abu  Lahab. Ia terang-terangan menyatakan  permusuhannya. Abu Lahab menggabungkan diri dengan pihak lawan.

Periode yang dilalui Muhammad SAW ini adalah periode paling dahsyat yang pernah dialami oleh sejarah umat manusia. Baik Muhammad atau mereka yang menjadi pengikutnya, bukanlah orang-orang yang menuntut harta kekayaan, kedudukan atau kekuasaan, melainkan orang-orang yang menuntut kebenaran.

Nabi Muhammad adalah orang yang mengharapkan bimbingan bagi mereka yang  mengalami  penderitaan, dan membebaskan  mereka  dari belenggu paganisme yang rendah, yang menyusup ke dalam jiwa manusia sampai ke lembah kehinaan yang sangat memalukan.

Demi tujuan rohani yang luhur itulah, Rasulullah mengalami siksaan. Penyair-penyair   memakinya, orang-orang Quraisy berkomplot hendak membunuhnya di Ka'bah. Rumahnya dilempari  batu,  keluarga dan pengikut-pengikutnya diancam. Namun itu semua malah membuat beliau makin tabah dan gigih meneruskan dakwah.

Pada suatu  hari Abu Jahal bertemu dengan Muhammad SAW, ia mengganggunya, memaki-makinya dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas. Namun Rasulullah tidak melayaninya. Ditinggalkannya Abu Jahal tanpa sepatah kata pun.

Hamzah, pamannya dan saudaranya sesusuan, yang masih berpegang pada kepercayaan Quraisy, adalah seorang  laki-laki  yang  kuat  dan  ditakuti. Ia  mempunyai kegemaran  berburu. Bila ia kembali dan berburu, terlebih dulu mengelilingi Ka'bah sebelum langsung pulang ke rumahnya.

Hari itulah ia mengetahui bahwa keponakannya mendapat gangguan Abu Jahal. Ia marah dan langsung pergi ke Ka’bah dan menemui Abu Jahal. Setelah dijumpainya, diangkatnya busurnya lalu dipukulkannya keras-keras di kepala Abu Jahal. Beberapa orang dan Bani Makhzum mencoba membela Abu Jahal. Namun tidak jadi. Mereka khawatir akan timbul bencana yang membahayakan.

Setelah itulah kemudian Hamzah menyatakan masuk Islam. Ia berjanji kepada Muhammad akan membelanya dan akan berkorban di jalan Allah sampai akhir hayatnya.

Pihak Quraisy merasa sesak  dada  melihat  Muhammad  dan kawan-kawannya makin hari makin kuat. Di samping itu, gangguan dan  siksaan  yang  dialamatkan  kepada  mereka,  tidak  dapat mengurangi iman mereka dan tidak dapat  menghalangi  mereka melakukan kewajiban agama.

Terpikir oleh Quraisy akan membebaskan diri dari Muhammad, dengan  cara seperti yang mereka bayangkan, memberikan segala keinginannya. Mereka rupanya lupa bahwa keagungan dakwah  Islam,  kemurnian esensi  ajaran  ruhaninya  yang  begitu tinggi, berada di atas segala pertentangan ambisi politik.

Utbah bin  Rabiah,  seorang bangsawan  Arab  terkemuka,  mencoba  membujuk  Quraisy ketika mereka bertemu dan mengatakan bahwa ia akan bicara dengan  Muhammad dan menawarkan hal-hal yang barangkali mau diterimanya. Mereka mau  memberikan apa saja kehendaknya, asal ia dapat dibungkam.

Ketika itulah Utbah bicara dengan Muhammad. "Anakku,"  katanya, "Seperti kau ketahui, dari segi keturunan, engkau mempunyai tempat di kalangan kami. Engkau telah membawa soal besar ke tengah-tengah masyarakatmu, sehingga mereka cerai-berai  karenanya.  Sekarang dengarkanlah, kami akan menawarkan beberapa hal,  kalau-kalau  sebagian  dapat kau terima. Kalau dalam hal ini yang kau inginkan  adalah  harta, kami pun siap mengumpulkan harta kami. Sehingga hartamu akan menjadi yang terbanyak di antara kami. Kalau kau menghendaki kedudukan, kami  angkat engkau di atas kami semua. Kami takkan memutuskan  suatu  perkara  tanpa  persetujuanmu. Kalau kedudukan  raja  yang  kau inginkan,  kami nobatkan kau sebagai raja kami."

Selesai ia bicara, Muhammad membacakan Surah As-Sajdah. Utbah terdiam mendengarkan kata-kata yang begitu indah itu. Dilihatnya sekarang yang berdiri di  hadapannya  itu  bukanlah seorang  laki-laki  yang  didorong  oleh  ambisi  harta, kedudukan  atau  kerajaan, juga  bukan  orang   yang   sakit, melainkan orang yang mau menunjukkan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan. Ia  mempertahankan sesuatu  dengan  cara  yang baik, dengan kata-kata penuh mukjizat.

Selesai  Muhammad SAW membacakan  itu, Utbah pergi kembali kepada Quraisy.  Apa  yang  dilihat  dan   didengarnya itu sangat memesonakan dirinya. Ia terpesona karena kebesaran orang itu. Penjelasannya sangat menarik sekali. Penjelasan Utbah ini tidak menyenangkan pihak Quraisy. Juga pendapatnya supaya Muhammad dibiarkan saja, tidak menggembirakan mereka.

Gangguan terhadap kaum Muslimin makin menjadi-jadi, sampai-sampai ada yang dibunuh, disiksa dan semacamnya.  Waktu itu Nabi SAW menyarankan  supaya  mereka berpencar-pencar. Ketika mereka bertanya kepadanya  kemana  mereka  akan  pergi, Rasulullah menasihati supaya mereka pergi ke Abisinia yang rakyatnya menganut agama Kristen. "Tempat itu  diperintah  seorang  raja dan tak ada orang yang dianiaya di situ. Itu bumi jujur, sampai nanti Allah membukakan jalan buat kita semua," kata Rasulullah.

Sebagian kaum Muslimin lalu berangkat ke Abisinia guna menghindari  fitnah  dan  tetap mempertahankan agama. Mereka berangkat dengan melakukan dua kali hijrah. Yang pertama terdiri dari sebelas orang pria dan empat wanita. Dengan sembunyi-sembunyi mereka keluar dari Makkah  mencari  perlindungan. Kemudian mereka mendapat tempat yang baik di bawah Najasyi, penguasa Abisinia.

Ketika kemudian tersiar berita bahwa kaum Muslimin di Makkah telah selamat dari  gangguan Quraisy, mereka pun lalu kembali pulang. Namun ternyata mereka mengalami kekerasan lagi dari Quraisy, melebihi yang sudah-sudah. Mereka pun kembali lagi ke Abisinia. Kali  ini  terdiri  dari  delapan puluh orang pria tanpa kaum istri  dan  anak-anak. Mereka  tinggal di Abisinia hingga Nabi SAW hijrah ke Yatsrib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar