" My Parent "

Senin, 25 April 2011

Ilmu Dalam Klasifikasi Al-Ghazali

Berdasarkan sumber atau cara mendapatkannya, maka ilmu dalam kitab Ar-Risalatul Laduniyyah karya Imam Al-Ghazali, terbagi dalam dua pengertian, yaitu : Al-Ulum Al Maktasabahdan Al-Ulum Al Ghaibi Laduni. Pada pengertian pertama, ilmu diperoleh dengan cara membaca, menulis, serta melakukan pengkajian terhadap suatu hal. Pada pengertian kedua, ilmu diperoleh atas kehendak Allah Azza Wa Jalla, yang berkenan menyimpan suatu ilmu atau pengetahuan dalam hati setiap manusia yang dikehendaki-Nya.
Derajat ketinggian ilmu dalam pengertian Al-Ulum Al Maktasabah tergantung pada sekuat apa usaha lahiriah seorang pencari ilmu dalam membaca, menulis dan mengkaji berbagai fenomena dalam kehidupan. Mengenai perkara ikhtiar mencari ilmu, Rasulullah SAW bersabda bahwasanya :..menuntut ilmu adalah fardlu bagi setiap muslim. Dalam hadits lainnya yang termasyhur, beliau telah menganjurkan untuk menuntut ilmu:... walaupun harus sampai ke negeri cina.
Parameter ketinggian ilmu dari konsep Al-Ulum Al Ghaibi Laduni, ditentukan oleh optimalitas usaha lahiriah dalam pengertian sebelumnya, serta seberapa kuat seseorang mengamalkan ilmu dan pengetahuan yang ia miliki. Dengan pengamalan ilmu, maka seorang manusia tidak akan mengalami kesenjangan antara apa yang diketahuinya dengan apa yang telah dilakukannya. Diharapkan, melalui proses tersebut seorang manusia mendapatkan hakikat dan hikmah yang insya Allah tak ternilai harganya.
Buah dari Al-Ulum Al Maktasabah adalah pengetahuan mengenai kebenaran dan kebathilan, sehingga seorang alim dapat membedakan mana sesuatu yang haq dan mana sesuatu yang bathil. Kebiasaan seorang alim mengamalkan pengetahuannya yang haq, akan membawa dirinya ke arah pencerahan dan pembebasan dari segala hal yang bersifat mudarat dan mengandung kemaksiatan. Semakin sering seorang alim mengamalkan pengetahuannya yang haq, semakin banyak ia memperoleh hikmah dari pengetahuannya. Melalui mutiara-mutiara hikmah itulah, Allah Azza Wa Jalla mengaruniakan ilmuladuniyyah, sehingga seorang alim mampu menyingkapkan rahasia keutamaan yang terkandung dalam pengamalan ibadah-ibadah syari. Peristiwa mukasyafah, yaitu tersingkapnya hakikat dari amalan-amalan syari, menghantarkan seorang alim pada derajat ihsan. Dalam haditsnya, Rasulullah SAW telah menjelaskan bahwa ihsan itu adalah :...kamu beribadah kepada Allah, seakan-akan kamu dapat melihatnya. Dan jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya kamu dapat merasakan bahwasanya Alloh tengah menatapmu.
Dua pengertian dari kitab yang ditulis oleh Imam Al-Ghazali tersebut, tidak bermaksud untuk menilai pengertian mana yang paling tinggi diantara dua klasifikasi tersebut. Dengan dua pengertian tersebut, seorang alim diharapkan mampu mengenali tahap-tahap apa yang harus ditempuh dalam menjalani proses keilmuan. Jika pengertian pertama berfokus pada proses dan prosedur, maka Pengertian kedua bertolak pada hasil aktivitas keilmuan. Keduanya berhubungan secara paralel, sebab kelemahan ber-maktasabah merintangi jalan kita ke pengetahuan sejati laduniyyah. Ilmu sendiri pada hakikatnya adalah sarana menuju Allah SWT. Apapun usaha yang kita lakukan namun tidak diniatkan untuk semakin mengenal kekuasaan-Nya, sesungguhnya akan berakhir pada kesia-siaan. Begitupun dengan ilmu. Tak ada nilainya usaha seorang pencari ilmu, jikalau ilmu yang dipelajari dan diamalkannya tidak mampu membuka hijab antara dirinya dengan Allah Azza Wa Jalla.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar